Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BERASAN DI MASYARAKAT LEMBAK

Berasan Di Masyarakat Lembak: Tinjauan Aspek Bahasa

Oleh: Ngudining Rahayu
Ilustrasi. Foto: Koleksi Pribadi

Pendahuluan

Bahasa Lembak merupakan salah satu bahasa daerah di Provinsi Bengkulu. Masyarakat bahasa Lembak tersebar di sebagian besar Kecamatan Padang Ulak Tanding dan Kecamatan Kota Padang (Kabupaten Rejang Lebong), sebagian kecil Kecamatan Taba Penanjung serta Pondok Kelapa dan sekitarnya (Kabupaten Bengkulu Utara), serta di desa Tanjung Agung di Kota Bengkulu.

Sejauh pengamatan kami, setakat ini bahasa Lembak dapat dikatakan luput dari pengamatan dan pengkajian para sarjana atau peneliti bahasa. Penelitian terdahulu terhadap bahasa Lembak sangat terbatas. Westenenk (1919) misalnya, hanya menyinggung secara sangat sederhana bahwa secara fonologis bahasa Lembak berbeda dari bahasa Melayu.Vokal /a/ dalam bahasa Melayu cenderung menjadi /é/ “taling” dalam bahasa Lembak. Dalam tulisan McGinn (1982) hanya disinggung bahwa secara komparatif, bahasa Lembak lebih dekat ke bahasa Rejang dibandingkan terhadap bahasa Pasemah.

Bahasa Lembak merupakan salah satu bahasa daerah di Bengkulu yang masih hidup, dipergunakan sebagai alat komunikasi dan interaksi sehari-hari masyarakat pendukungnya. Misalnya, bahasa Lembak masih dipergunakan dalam lingkungan rumah tangga, dalam pergaulan antarwarga, dalam rembug desa, dalam kegiatan bersastra tulis maupun lisan (cf. Westenenk, 1919: Sarwono, 2000, Susanti, 2000), serta dalam kegiatan 'berasan'

Istilah “berasan” dapat diterjemahkan secara luas sebagai berembug mengenai suatu urusan oleh beberapa pihak untuk mendapatkan kesepakatan Dalam arti yang lebih khusus, “berasan” diterjemahkan sebagai pembicaraan dua belah pihak guna mendapatkan kesepakatan-kesepakatan yang bertalian dengan proses menuju dan saat pernikahan seorang bujang dan seorang gadis

Tulisan ini dibuat sebagai pendokumentasian “teks berasan” dalam masyarakat Lembak, khususnya yang bertalian dengan proses menuju dan saat pernikahan seorang bujang dan seorang gadis, yakni ketika melamar dan pada saat upacara pernikahan

Teks berasan yang dimaksud diperoleh melalui rekaman pada kegiatan berasan berikut ini, yang dilakukan dengan bantuan seorang mahasiswa penutur bahasa Lembak, yakni Saudara Emiyati.
  1. Berasan (pertunangan) warga di Desa Pondok Kubang, Pondok Kelapa, Bengkulu Utara, Mei 2002.
  2. Berasan (pertunangan) warga di Desa Tanjung Dalam, Pondok Kelapa, Bengkulu Utara, Juni 2002.
  3. Berasan (pertunangan) warga di Desa Pondok Kubang, Pondok Kelapa, Bengkulu Utara, Agustus 2002.
Beberapa hal yang perlu kami sampaikan sehubungan dengan transkripsi teks berasan, seperti yang berikut.
  • Setiap teks diawali dengan deskripsi suasana dan seting berasan.
  • Bunyi /e/ taling dinyatakan dengan /é/ (contoh bunyi pada "sate" atau "sore")

Beberapa Pengertian Berasan

Berasan sebagai suatu proses menuju dan saat pernikahan berarti berembug', pembicaraan “dua keluarga' tentang hubungan anak bujang dan anak gadis mereka yang telah sepakat dan berniat untuk membina kehidupan berumah tangga. “Berasan' merupakan pembicaraan pada tingkat antarorang tua dengan disaksikan unsur-unsur masyarakat (ketua adat, kepala desa dan lainnya). “Berasan' terjadi setelah beberapa waktu menjalin hubungan, seorang bujang dan seorang gadis menyatakan saling mencintai dan sepakat untuk hidup berumah tangga. Kesepakatan ini kemudian mereka sampaikan kepada kedua orang tua mereka.

Perlu dikemukakan di sini bahwa “berasan” dalam masyarakat Lembak mencakup tiga pengertian. Yang pertama disebut dengan istilah beciri. Beciri artinya “memberi ciri" atau “menandai” bahwa seorang gadis telah memiliki calon pasangan hidup. Lazimnya, tanda bahwa seorang gadis telah memiliki calon adalah cincin. Dalam beciri” seorang bujang, melalui orang tua atau utusan Orang tuanya memberikan cincin kepada seorang gadis (melalui orang tua atau wakil orang tuanya). Dalam aktivitas “beciri” kedua belah keluarga (melalui utusan atau wakilnya) melakukan “rasan" atau pembicaraan perihal (a) keadaan kedua anak mereka yang telah sepakat membina hubungan yang serius ke arah berumah tangga dan oleh sebab itu mereka sepakat untuk menetapkan atau mengukukuhkan hubungan itu dengan jalan memberikan 'tanda', (b) pembicaran tentang rencana selanjutnya, yaitu betunang dan pernikahan. Aktivitas beciri lazimnya pihak keluarga bujang dan gadis dan kerabat dekatnya.

Yang kedua adalah “berasan” dalam konteks “betunang”, yakni aktivitas dalam rangka pembicaraan atau 'rasan” antara dua keluarga sebagai tindak lanjut dari aktvitas “beciri”. Dalam betunang pembicaraan antara dua keluarga berkisar pada membangun kesepakatan tentang besaran mas kawin, uang antaran, cara-cara atau aturan yang disepakati tentang bentuk dan jenis perkawinan, dan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan perkawinan. “Berasan betunang biasanya dihadiri oleh peserta yang banyak, meliputi utusan atau wakil kedua pihak, kepala desa dari kedua pihak, ketua adat, dan kerabat dekat masing-masing pihak. Penyelenggaraannya memerlukan tempat khusus, yakni tarub di halaman rumah keluarga gadis.

Yang ketiga adalah berasan pernikahan, yakni pembicaraan pada saat pelaksanaan pernikahan seorang bujang dan gadis. Pembicaraan pada saat pernikahan lebih terfokus pada “mengingatkan kembali” tentang kesepakatan-kesepakatan atau aturan-aturan adat tentang pernikahan, tanggung jawab dan kewajiban orang tua, tanggung jawab dan kewajiban kedua mempelai, serta harapan-harapan terhadap masa depan kedua mempelai.

Teks berasan yang kami rekam dalam kegiatan penelitian ini adalah “berasan beciri” dan “berasan betunang'. Teks-teks berasan beciri' yng dapat kami rekam adalah yang berikut.
  1. Berasan "beciri" warga di Desa Pondok Kubang, Pondok Kelapa, Juni 2002.
  2. Berasan "beciri" warga di Desa Pondok Kubang, Pondok Kelapa Mei 2002
Adapun teks berasan “betunang' yang dapat kami rekam selama penelitian ini adalah yang berikut.
  1. Berasan “betunang" warga di Desa Tanjung Dalam, Pondok Kelapa, Juni 2002.
  2. Berasan “betunang" warga di Desa Pondok Kubang, Pondok Kela, Agustus 2002.
  3. Berasan “betunang" warga di di Desa Pondok Kubang, Pondok Kelapa, Agustus 2002.

Struktur Teks Berasan

Secara umum, teks-teks berasan memiliki sstruktur sama dengan teks-teks jenis lainnya (cf. Halliday dan Rugaiya Hasan, 1992:72: Stubbs, 1983:5). Dalam hal ini, teks “berasan' baik berasan beciri maupun berasan betunang cenderung memiliki struktur, yakni (a) awal, (b) tengah, dan (c) akhir.

Awal teks berupa pendahuluan yang berisi (a) pengenalan identitas kedua belah pihak, (b) penyampaian alasan atau latar belakang serta maksud atau tujuan kedatangan (dari pihak keluarga laki-laki), dan penyampaian selamat datang (dari pihak keluarga perempuan). Di bawah ini disajikan kutipkan bagian awal teks berasan beciri (BC1) dan berasan betunang (BBI) yang mengungkapkan pokok-pokok tersebut di atas.

Perasan Pihak Bujang (PPB) :
Jadi, la lamé kité ngécék kak Wan. Kami datang be-dué kak sebenoé ade kendak dingan Muwanda. Kendak kami tu, ndak merasanké budak kecik da. Anak uma Amin nang lanangda naméyé Malik. Mukin uma ikak cap njingok'é naméyé tu. Kateyé adé anak uma ikak. Ye busik-busik tu yé bekendak. Jadi, tula kami datang be-dué kak. Ape adé kapo wan nangap rasan wangg dingan anak Wan tu apé belum? Kalu belum da, kali kapo Wan dingan ciknda kak sesuai da ken, itula kendak kedatangan kami kak, ndak merasannyé beduéda.

Perasan Pihak Gadis (PPG) :
Jadi tu tujuanyé da kén. Men kini kak belum adé nanggap rasan wang. Tapi kalu ade minat jék kamu bedue kak, lak aku terimé. Tapi, kami ndak berasan kudai dingan adik-badik kak.

PPB :
Sebenarnya kami telah lama bermaksud berbicara dengan Wan. Sesungguhnya kedatangan kami ada maksud dengan Mu-wanda. Maksud kami hendak merasankan anak kami, yakni anak lelaki Amin yang bernama Malik. Barangkali (Wan) pernah melihat anak itu. Amin bilang di rumah ini ada anak (gadis), yang dia kehendaki. Jadi, itulah maksud kedatangan kami berdua. Apakah Wan pernah menerima rasan oranglain? Kalau belum, barangkali Wan berkenan, maka kami bermaksud merasankan kedua anak itu.

PPG:
Jadi, itulah tujuanmu. Saat ini aku belum menerima rasan orang lain. Jadi, kalau kamu berminat, aku terima. Hanya saja, kami mesti berasan dulu dengan sanak saudara kami.

Kalimat-kalimat pertama dari ucapan PPB pada teks BC1 memperlihatkan latar belakang kedatangan rombongan dari pihak laki-laki. Secara eksplisit, kalimat-kalimat Kendak kami tu, ndak merasanké budak kecik da. Anak uma Amin nang lanangda naméyé Malik. Mukin uma ikak cap njingok'é nameyé tu. Katéyé adé anak uma ikak. Ye busik-busik tu ye bekendak menyatakan alasan dan maksud kedatangan rombongan atau utusan dari pihak laki-laki, yaitu “berasan”. Dalam kalimat-kalimat di atas juga tersurat identitas mereka, yakni utusan keluarga Malik.

Isi yang serupa juga kita temukanpada teks “berasan betunang” (BB) yang dikutip di bawah ini. Dialog yang dimulai dari pihak keluarga bujang adalah bagian awal teks yang berisi pernyataan maksud dan tujuan kedatangan serta penyampaian identitas. Kalimat-kalimat Kedatangan kami kak disuru ul6 Amin tadi jek Pondok Kubang, nemu uma muwan kak menyatakan latar belakang kedatangan dan identitas asal mereka, sebagai wakil keluarga Amin dari Pondok Kubang.

PPB:
Kedatangan kami kak disuru ulé Amin tadi jek Pondok Kubang, nemu uma muvlan ka? Kérné adé janjiyé. Janjiye da ndak nunang anak'éda, Malik. Sebelumé ku kak ngécé. Ku ndak tau kudai sapé kawanku ngécékak, apé adé wakilé?

PPG:
Ngécék kak dilek adé wakilé. Na, aku wakilé

PPB:
Jadi adé wakilé. Jadi, kite bedué kak do bekécék kak. A, jadi kité galé nang disikak, kepalo désa la adé, imam la adé, tué-tué la adé pulé. Kami kak adé maksud. Kami kak tadi berombongan, adé tué, adé mudé, lanang-betiné, kecik-beso. Datangka sikak ndak nemu janji disuru Amin kak tadi. Katéyé malam ikak ndak nunang anakyé tu dingan anak muwan uma ikak. Jadi, aku adalah wakil jék uma Amin kak tadi, sebelumku kak telanjur bakécék banyak, kami ndak nyocok'é dingan kécék jékdi duma kak tadi.

PB:
Kedatangan kami diutus keluarga Amin dari Pondok Kubang, menjumpai tuan ruma ini, Sebab, kami telah berjanji, yaitu janji anak kami, Malik. Sebelum kami berbicara, kami hendak bertanya terlebih dahulu. Dengan siapa aku akan berbicara? — Apa ada wakil keluarga ini?

PPG:
Ada wakilnya. Akulah wakilnya,

PPB:
Jadi ada wakilnya, Jadi, kita berdua yang akan berbicara. Nah, kita semua yang di sini, kepala desa telah hadir, imam telah hadir, para tetua telah hadir pula. Kami mempunyai maksud. Kami serombongan, ada orang-orang tua, laki-perempuan, tua dan muda, serta kecil dan besar. Datang ke mari hendak memenuhi janji diutus keluarga Amin. Katanya malam ini hendak menunangkan anaknya dengan anak keluarga ini. Jadi, aku adalah wakil dari kelunga Amin. Sebelum akan terlanjur berbicara banyak, kami perlu memperkenalkan diri.

Dari dua contoh kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa bagian tersebut merupakan awal teks. Bagian awal teks ditandai oleh beberapa indikasi, seperti kata atau frasa dan kalimat. — Kata kendak atau ndak, maksud, di samping verba bejanji atau janji secara semantik bermakna “kehendak', “keinginan? atau -maksud'. Secara pragmatik kata tersebut dalam keseluruhan kalimat yang bersangkutan menyatakan alasan dan tujuan kedatangan. Kalimat-kalimat Jadi, la lame kite ngecek kak Wan: Jadi, tula kami datang bedub kak secara sintaktik hanyalah pernyataan-pernyataan tentang keinginan berbicara dan alasan kedatangan. Namun, secara pragmatik, kalimat-kalimat tersebut menyatakan alasan serta maksud dan tujuan kedatangan, yakni untuk melamar.

Keseluruhan kalimat dalam bagian awal berasan yang diungkapkan kedua belah pihak melalui wakilnya masing-masing pada dasarnya menyatakan dua hal utama, yaitu pernyataan maksud dan tujuan kedatangan serta pengenalan identitas di satu pihak, dan penerimaan kedatangan dari pihak keluarga perempuan di lain pihak.

PPG :
Jadi tu tujuanyé da ké. Men kini kak belum ade nanggap rasan wang. Tapi kalu adé minat jék kamu bedue kak, lak aku terimé. Tapi, kami ndak berasan kudai dingan adik-badik kak.

Tengah teks berupa pembicaraan untuk mencapai kesepakatan tentang besaran mas kawin, uang antaran, dan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan perkawinan. Kutipan di bawah ini menunjukkan transaksi tentang besaran mas kawin yang akan mereka sepakati.

PPB :
Kami kak datang bedué kali kak keme pesan kapo muwan uma ikak la adé, nita datang kuma wan kak. Dulu katéyé ndak merasan budak kecik bedué da. Dulu kapo muwan uma ikak ndak berasan kudai dingan adik-badik, apé sesuai apé col nanggap rasan kami tu. Jadi naméyé, kapo muwan tu la badu berasan antaré adik-badik, anak-banak sekeluarga. Jadi, untuk itu dingan la adé mufakat jék di kapo muwan, amon sesuai tapi, amon piték tu beso nian, apé pulé buat. Kami kak kecarian cuma nakik, nakik tula.

PPG:
Sebetulé rasan kité kak betukéla setuju galé. Piték-piték col pulé banyak, pitis sejuta, ambing sikok, keris sebila, mas kawin dué kram. Itula piték kami.

PPB:
Na, kalu itu piték-piték kapo muwan uma ikak. Cam mané kiték kak kiré-kiré. Jadi, kalu model itu kami setuju. Na, jadi piték-piték kapo muwan itu, mitula caré. Kami becukupla kudai. Kalu uma Amin tu ndak berasan adik-badik

PPB:
Kami ini datang berdua kali ini atas pesan mpunya rumah ini, yakni minta datang ke rumah ini. Dulu katanya hendak berasan dulu dengan adik beradik, apa sesuai apa tidak memenuhi rasan kami. Jadi, oleh karena Anda telah selesai berasan dengan adik beradik, dengan keluarga. Jadi untuk itu tentu telah ada sepakat di antara Anda semua, jika sesuai, jika permintaan terlalu besar apa boleh buat. Kami ini pendapatannya hanya kecil-kecilan.

PPG:
Sebetulnya rasan kita ini telah setuju semua. Permintaan tidak pula banyak, uang sejuta, kambing seekor, keris sebilah, mas kawin dua gram. Itulah permintaan kami

PPB:
Na, kalau itu permintaan tuan rumah ini. Bagaimana kira-kira. Kalau model itu kita setuju. Na, jadi permintaan tuan rumah seperti itulah Kami cukupkan dulu. Keluarga Amin akan berembug dengan adik beradik

Akhir teks berupa penutup yang berisi pernyataan sepakat dan pamitan (dari pihak keluarga laki-laki).

PPB :
Kalu cam tu wan, araila kelam, jau pulé kami ndak miték permisi balik kudai:

PPG:
Jadila kalu cam tu kecek'é, kami col pul pacak nega.Rasan ikak la selesai pulé.

PPB :
Baiklah jika demikian, hari telah petang, jauh pula.Kami hendak minta pamit. Permisi pulang.

PPG:
Jadilah kalau demikian katanya. Kami tidak pula dapat mencegah. Rasan telah selesai pula

Aspek Bahasa Berasan

Beberapa gejala yang menunjuk kepada penggunaan kata ganti orang dapat dikemukakan seperti yang berikut. Penggunaan kata ganti persona kami dan kite baik oleh perasan dari pihak bujang dan perasan dari pihak gadis yang secara pragmatik menandai kekahasan ragam berasan sebagai suatu pernyataan kolektif yang disampaikan oleh wakil tiap kelompok, yakni perasan. Dalam konteks ini, perasan tidak merepresentasi dirinya (“aku') melainkan merepresentasi kolektifnya (“kami”) atau merepresentasi kedua belah pihak (“kita”).

Contoh-contoh di bawah ini menunjukkan bahwa kata ganti persona jamak pertama (inklusif dan eksklusif) dimanfaatkan secara intensif oleh perasan (pembicara) dari kedua belah pihak.

  1. Jadi, Ia lame kité ngécék kak Wan,
  2. Kami datang bedué ...
  3. Kendak kami tu, ..
  4. Jadi, tula kami datang bedué kak,
  5. Tapi, kami ndak berasan kudai dingan adik-badik kak.
  6. Kami kak datang bedué kali...
  7. Cam mane kité kak kiré-kiré
  8. Jadi, kalu model itu kami setuju.
  9. Sebetulé rasan kité ....
  10. Jadi, pitis ikak la kami terimé.
  11. Puk rasan ikak col keliru, kami miték ....
Selain pemanfaatan bentuk pertama jamak dari kata ganti secara maksimal, dalam berasan juga muncul penggunaan kata kapo atau frasa kapo muwan. Secara semantik kata atau frasa tersebut berarti “kalian” atau “Anda semua' atau “Anda sekalian yang mewakili pihak ...' yang makna jamak. Contoh-contoh yang kami kutip di bawah ini menunkan gejala penggunaan kata atau frasa tersebut dalam berasan. Bila cermati, secara kuantitatif, kemunculan kata atau frasa tersebut dalam berasan cukup tinggi.

  1. .... kak kémé pesan kapo muwan uma ikak la adé, ....
  2. Dulu kapo muwan uma ikak ndak berasan kudai dingan adik-badik , ....
  3. Jadi naméyé, kapo muwan tu la badu berasané ....
  4. Jadi, untuk itu dingan la adé mufakat jék di kapo muwan,
  5. Apé adé kapo wan nangap rasan Wang...
  6. Kalu belum da, kali é kapo wan dingan ciknda kak sesuai da ken,
  7. Na, kalu itu piték-piték kapo muwan uma ikak.
  8. Na, jadi piték-piték kapo muwan itu, mitula care'é.
  9. Jelasé piték kapo muwan uma ikak sangup kami untuk ngebulé.
  10. Amen col adé tandé, col adé pegangan kapo muwan uma ikak bulé baé kapo muwan uma ikak  kalu wang datang.

Secara pragmatik, pemanfaatkan frasa kapo wuman atau kapo wan mengandung makna dan implikasi bahwa lawan bicara dalam konteks berasan pada hakikatnya bukanlah perasan sebagai individu. Perasan dari masing-masing pihak merepresentasi kelompok (jamak) sehingga antarperasan akan memanfaatkan bentuk kata ganti persona atau frasa pengganti atau sapaan (term of address) yang bermakna jamak. Dalam hal ini, baik perasan dari pihak bujang maupun dari pihakgadis senantiasa menempatkan diri dan berbicara atas nama kelompoknya. Konsekuensi linguistiknya adalah bahwa bentuk-bentuk sapaan yang digunakan adalah bentuk jamak, seperti kami, kite, atau frase kapo....

Perlu kami tambahkan bahwa kata ganti persona pertama tunggal, aku, muncul juga dalam teks berasan. Secara semantik, kata ganti ini menunjuk kepada pembicara atau perasan. Namun demikian, munculnya kata ganti persona pertama tunggal “aku' dalam konteks berasan terjadi ketika pembicara memperkenalkan identitas dirinya sebagai individu, dan tidak dalam konteks pembicara sebagai wakil atau utusan keluarga pihak bujang atau pihak gadis. Kutipan di bawah ini menunjukkan bahwa 'aku' menunjuk atau merepresentasi pembicara sebagai dirinya sendiri.

PPD :
Kedatangan kami kak disuru ulé Amin tadi jék Pondok Kubang, nemu uma muwan kak kerne adé janjiyé. Janjiyé da ndak nunang anak'é da, Malik. Sebelumé ku kak ngécék. Ku ndak tau kudai. Sape kawanku ngécék kak, apé adé wakilé

PPG:
Ngécék kak dilék adé wakilé. Na, aku wakilé.

Kata “aku' dalam kutipan di atas dipergunakan untuk menyatakan identitas diri pembicara. Kata “aku' dalam kalimat di atas

tidak digunakan dalam kaitannya dengan pernyataan-pernyataan maksud atau tujuan dari kedatangan atau hadirnya pembicara dalam acara berasan. Dikhotomi fungsi 'aku' dan “kami' dalam berasan menjadi jelas jika kita bandingkan dengan kalimat pertama kutipan di atas. Kata 'kami' yang diucapkan oleh perasan menunjuk kepada kedudukan perasan yang merepresentasi kolektifnya (keluarga pihak bujang).

Implikasi penggunaan kata “kami" berbeda dengan implikasi penggunaan kata “aku' dalam konteks berasan. Kata 'aku' muncul jika suatu ujaran yang dinyatakan berimplikasi hanya pada diri si pembicara, sedangkan kata “kami” muncul jika suatu ujaran yang dinyatakan berimplikasi pada kelompok yang diwakilinya atau kelompok yang direpresentasikan oleh si pembicara.

Secara kuantitatif, kemunculan kata ganti persona pertama tunggal “aku' sangat jarang dalam ragam berasan. Konteks berasan dapat dipastikan yang menjadi faktor utama pilihan kata ganti persona bertama jamak muncul dengan frekuensi yang sangat tinggi. Sebab, dalam kerangka adat setempat, berasan pada hakikatnya bukan persoalan individu yang dimaknai secara tunggal, melainkan persoalan kolektif, yaki dua pihak (keluarga dan/atau masyarakat pihak bujang dan keluarga dan/atau pihak gadis).

Dapat ditambahkan di sini adalah penggunaan konstruksi kalimat yang memiliki frekuensi kemunculan sangat tinggi dalam berasan. Saya mencatat bahwa konstruksi Jadi, ... cenderung muncul dengan frekuensi tinggi dalam teks-teks berasan. Contoh yang kami kutip di bawah ini dari ujaran seorang perasan memperlihatkan gejala tersebut.

PPB:
Jadi, la lame kité ngécék kak Wan. .... Jadi, tula kami datang bedué kak.

PPG:
Jadi tu tujuanyé da kén. ....

PPB :
.... Jadi naméyé, kapo muwan tu la badu berasané antaré adik-badik, anak-banak sekeluarga. Jadi, untuk itu dingan la adé mufakat jék di kapo muwan, amon sesuai tapi.

PPG :
...

PPB :
.... Jadi, kalu model itu kami setuju.

Menurut hemat saya, kata jadi dalam ujaran teks berasan tidak semata-mata sebagai penanda simpulan, melainkan merupakan penanda konjungsi atau yang dapat dimaknai sebagai pengungkap modalitas. Sebagai konjungsi, kata jadi menghubungkan pernyataan-pernyataan atau kalimat-kalimat dalam suatu ujaran yang yang bersangkutan. Sebagai pengungkap modalitas, kata jadi dapat menyatakan sikap 'kepastian' si pembicara

Dalam kutipan yang berikut, kata Jadi menghubungkan kalimat-kalimat atau pernyataan-pernyataan sebelumnya. Dalam kaitan ini, kata tersebut dapat diartikan sebagai, jika demikian, demikianlah, kalau begitu, maka, jadi yang secara sintaksis berfungsi sebagai penghubung atau konjungsi dan sekaligus merupakan alat kohesi dari ujaran yang bersangkutan atau ujaran dari lawan bicara. Secara pragmatik, kata Jadi dapat dimaknai sebagai pengungkap modalitas kepastian atau pembiaran.. misalnya tentu saja, pasti, atau baiklah.

PPB :
Jadi, la lame kité ngécék kak Wan. Kami datang bedué kak sebenoé adé kendak dingan Muwanda. Kendak kami tu, ndak merasanké budak kecik da. Anak uma Amin nang lanangda naméyé Malik. Mukin uma ikak cap njingok'é naméyé tu. Katéyé ade anak uma ikak . Yé busik-busik tu yé bekendak. Jadi, tula kami datang bedué kak. Apé adé kapo wan nangap rasan wangg dingan anak Wan tu apé belum? Kalu belum da, kali kapo Wan dingan ciknda kak sesuai da kén, itula kendak kedatangan kami kak, ndak merasannyé bedué da.

PPG:
Jadi tu tujuanyé da kén. Men kini kak belum adénanggap rasan wang. Tapi kalu adé minat jék kamu bedué kak, lak aku terimé. Tapi, kami ndak berasan kudai dingan adik-badik kak.

PPB :
..... Dulu katéyé ndak merasan budak kecik bedué da. Dulu kapo muwan uma ikak ndak berasan kudai dingan adik-badik, apé sesuai apé col nanggap rasan kami tu. Jadi naméyé, kapo muwan tu la badu berasané antaré adik-badik, anak-banak sekeluarga. Jadi, untuk itu dingan la adé mufakat jék di kapo muwan, amon sesuai tapi: amon pilék tu beso nian, apé pulé buat. Kami kak kecarian cuma nakik , nakik tula.

PPG:
...

PPB :
Na, kalu itu piték-piték kapo muwan uma ikak. Cam mané kité kak kiré-kiré. Jadi, kalu model itu kami setuju. Na, jadi piték-piték kapo muwan itu, mitula care'é....

Secara umum, konstruki sintaksis bahasa berasan pada masyarakat Lembak tidak memperlihatkan kekhasan. Bentuk-bentuk aktif dan pasif, konstruksi paralel atau pengulangan, juga dimanfaatkan sebaimana halnya dalam ragam lisan lainnya. Kalimat-kalimat yang cetak tebal pada kutipan di bawah ini pada dasarnya memiliki struktur yang sama. Struktur kalimat yang dicetak tebal di bawah ini adalah sebuah konstruksi prasyarat atau konstruksi kalimat bersyarat.

Na, kalu itu piték-piték kapo muwan uma ikak. Cam mané kité kak kiré-kiré. Jadi, kalu model itu kami setuju. Na, jadi piték-piték kapo muwan itu, mitula care'é....

Penutup

Beberapa catatan sebagai simpulan dari tinjauan aspek bahasa berasan dalam bahasa Lembak, antara lain bahwa teks “berasan' baik berasan beciri maupun berasan betunang cenderung memiliki struktur baku sebagaimana teks-teks lain pada umumnya, yakni (a) awal, 1) tengah, dan (c) akhir. Awal teks berupa pendahuluan yang berisi (a) pengenalan identitas kedua belah pihak, (b) penyampaian alasan atau latar belakang serta maksud atau tujuan kedatangan (dari pihak keluarga laki-laki), dan penyampaian selamat datang (dari pihak keluarga perempuan).

Ditemukan fakta bahwa sangat jarang dijumpai penggunaan kata ganti orang pertama tunggal, seperti aku. Penggunaan kata ganti orang jamak (kire dan kami) baik oleh Perasan dari pihak bujang maupun Perasan dari pihak gadis Penggunaan persona pertama tunggal aku khususnya oleh Perasan dari pihak bujang, Penggunaan persona pertama jamak (kite dan kami) di samping persona pertama tunggal (aku) bertalian erat dengan isi pembicaraan/pernyataan dalam keseluruhan berasan”. Ketika perasan menyampaikan isi yang bertalian dengan transaksi "untuk mencapai kesepakatan menurut kelaziman adat setempat, maka kata ganti persona pertama jamak cenderung digunakan. Ketika perasan menyatakan status dirinya dalam konteks “berasan', ketika pernyataan perasan merupakan pandangan dan sikap dirinya, maka kata ganti persona pertama tunggal cenderung digunakan. Dalam konteks ini, bahasa merefleksikan cara berpikir masyarakatnya.

Daftar Pustaka
  • Brown, Gillian dan George Yule. Analisis Wacana (Discourse Analysis). Terjemahan I. Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996,
  • Gumperz, John J. Discourse Strategies. — Cambridge. Cambridge University Press, 1982
  • Halliday, M.A.K. dan Rugaiya Hasan. Bahasa, Konteks, dan Teks. Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik. Terjemahan Asrudin Barori Tou. Yogyakarta: Gajah Mada: University Press, 1992.
  • Lyons, John, Language, Meaning & Context. Suffolk: Fontana, 1981
  • McGinn, Richard Outline Of Ihe Rejang Syntaxt. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri NUSA Universitas Atmajaya, 1982.
  • Milroy, Lesly. Observing and Analysing Natural Language. Oxford: Basil Blackwell, 1987.
  • Rahayu, Ngudining. Penerapan Leksikostatistik terhadap Lima Bahasa di Propinsi Bengkulu. Bengkulu: Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu, 1988.
  • Saville-Troike, Muriel. The Ethnography of Communication. An Introduction. reprinted. Oxford: Basil Blacwell, 1986.
  • Samarin, William J. Ilmu Bahasa Lapangan. Terjemahan J.S. Badudu. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
  • Sarwonoo, Sarwit. Dua Naskah Ka-Ga-Nga Lembak: suntingan dan terjemahan. Bengkulu: Museum Negeri Bengkulu, 2000.
  • Stubbs, Michael. Discourse Analysis. The Sociolinguistic Analysis of Natural Language. Oxford: Basil Blackwell, 1983.
  • Susanti, Evi. Nandai pada Masyarakat Lembak. Bengkulu: FKIP Universitas Bengkulu, 2001.
  • van Dijk, Teun A. Text and Context. Explorations in the Semantics and Pragmatics of Discourse. New York: Longman Group Ltd.,1977.
  • Westenenk, LC. "Aanteekeningen omtrent het hoornopschrift van Loeboek Blimbing in de marga Sindang Bliti, onderafdeeling Redjang, afdeeling Lebong, residentie Benkoelen", TBG LVII, 1919:448-459.
Tentang penulis:
Staf dosen di Jurusan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Bengkulu. Anggota Badan Warisan Bengkulu.
Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "BERASAN DI MASYARAKAT LEMBAK"