Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PEMBUNUHAN RESIDEN BENGKULU: THOMAS PARR, 1807

Monumen Thomas Parr, circa 1915

Keluarga Thomass Parr

Thomas Parr adalah putra Letnan Kolonel John Parr dan Sarah Walmesley. Dia dibaptis pada 20 Maret 1768 di Wigan, Lancashire. Ayahnya, John Parr, diangkat menjadi Gubernur Nova Scotia pada 1782, posisi yang dipegangnya sampai kematiannya pada 1791. Keluarga Parr mengklaim keturunan dari Sir William Parr, saudara Katharine Parr, istri keenam Henry VIII. Melalui nenek dari pihak ayah, Eleanor Clements, ia adalah keturunan dari Pendeta Robert Clements, yang menetap di Haverhill, Massachusetts pada abad ke-17. Ibu Parr adalah anggota keluarga Walmesley dari Ince Hall di Lancashire dan nenek dari pihak ibu Ann Braddyll adalah keturunan Everard Braddyll, pembawa cangkir Edward III. Thomas dididik di Macclesfield School dan dinominasikan ke Bengal Civil Service pada 1783 oleh J. Clements dari London. Ia bekerja sebagai Pedagang Senior untuk EIC selama bertahun-tahun sebelum diangkat sebagai Residen Bengkulu pada April 1805. Pada 1 September 1798 ia menikah dengan Frances Roworth di Fort William, Calcutta. Frances adalah saudara perempuan Thomas Roworth, seorang pedagang Benggala yang kaya.

Bersesuaian dengan catatan kelahiran dan kematian dalam England, Marriages, 1538–1973. 6 Jan 1836. Clifton, Gloucestershire, Thomas dan Frances Parr diberitakan memiliki keturunan sebagai berikut:
  1. Frances Harriet Goodla(n)d Parr. Dia diduga lahir pada 7 Agustus 1801 di Benggala. Pada 24 Agustus 1824, ia menikah dengan Pendeta Roger Carus Wilson di Bath. Dia meninggal di Bath pada 24 Februari 1880.
  2. Thomas Clements Parr, B.L. Ia lahir pada 15 Juli 1803 dan dibaptis pada 16 Agustus 1803 di St. George Hanover Square di London. Ia menikah dengan Julia Elizabeth, putri Sir Charles Abraham Elton, pada 6 Januari 1836 di Clifton, Gloucestershire. Thomas Clements Parr meninggal di Clifton pada 1 Desember 1863.
  3. Emily Ann Parr. Ia lahir pada 25 Januari 1805 dan dibaptis pada 24 Februari 1805 di Kalkuta. Emily Ann Parr meninggal pada Oktober 1806.
  4. William Parr. Ia lahir pada 6 Desember 1806 dan dibaptis pada 6 Januari 1807 di Calcutta. Dia meninggal diperkirakan 1809.
Perusahaan East India Company (EIC) hadir di Sumatera sejak 1685, saat mendirikan manufaktur (factory) kecil di Bengkulu. Sebelumnya Belanda telah menikmati monopoli perdagangan lada dan rempah-rempah di sekitar wilayah tersebut.

E.I.C. membangun Fort Marlborough antara 1713 dan 1719 untuk melindungi kepentingannya dalam perdagangan lada. Bengkulu tetap berada di bawah kendali Inggris sampai 1825 (tidak termasuk periode singkat pemerintahan Perancis pada tahun 1760-an), ketika diserahkan kepada Belanda di bawah Perjanjian Anglo-Belanda, 1824.

Thomas Parr, Residen Bengkulu

Penunjukan Parr sebagai Residen tidak diragukan lagi karena keahliannya sebagai pengusaha; latar belakangnya bukan di bidang administrasi, tetapi keuangan. Keresidenan Bengkulu yang kecil di pantai barat Sumatera tercatat memang selalu menguras keuangan Kompeni. Sebuah memorandum yang ditulis pada 1809, yang tertuang dalam England & Wales, National Probate Calendar (Index of Wills and Administrations, menguraikan masalah yang mengakar, yang dihadapi pemerintah:
  • Pada 1785, Kepresidenan Fort Marlborough diturunkan menjadi keresidenan dan tunduk pada kendali Pemerintah di Benggala.
  • Pada 1800, Pemerintah Benggala memutuskan untuk menyerahkan tugas keresidenan kepada pejabat sipil dengan sebutan Letnan Gubernur yang akan diangkat dari Benggala, yang bertugas mengkoordinasikan kekuatan sipil dan militer kolonial.
  • Pada 1801, Dewan mengamati bahwa Kompeni telah mengalami kerugian tahunan sebesar £87.000 dari koloni Fort Marlborough, oleh karena itu mereka memutuskan, bahwa residensi luar harus ditarik dan kedudukan pejabat dikurangi menjadi seorang Residen, 4 Asisten dan 4 juru tulis, dengan keseluruhan biaya, termasuk untuk kepentingan militer, tidak melebihi 61.610,18 dollar per tahun.
Baik Thomas Parr, dan penggantinya Richard Parry, akan mengeluh tentang "keadaan yang memalukan" yang mereka derita karena kurangnya pegawai negeri yang berkualitas di Fort Marlborough. Contoh disorganisasi dan korupsi, yang mewabah dalam pembentukan di Bengkulu dapat dilihat dalam kasus Thomas Blair, yang diskors pada Mei 1806.

Residen Parr menguraikan ketidakpantasan perilaku Blair sebagai Residen Silebar. Dia menarik perhatian khusus pada "pelaksanaan kekuasaannya yang kejam dan tidak dapat dibenarkan" dan juga pada "biaya besar yang dia keluarkan dalam pembangunan gedung-gedung publik di Pulau Bai". Dia menambahkan, Blair juga lalai membayar bea cukai yang merupakan utang Sultan Maco Maco (Sultan Muko-Muko?).

Kebijakan ekonomi Parr, meskipun demi kepentingan pemerintah Bengkulu, pada akhirnya menyebabkan kematiannya. Lady Sophia Raffles, istri kedua Sir Thomas Stamford Raffles, yang menjadi Letnan Gubernur Bengkulu pada 1817, dalam Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Rafflesmenulis catatan tentang kebijakan Parr:

Pada kepemimpinan Tuan Parr, pengurangan besar terjadi di semua tempat umum, di mana sejumlah orang tiba-tiba diberhentikan dari pekerjaan, dan banyak yang mengalami kelaparan. Terlatih dalam bentuk-bentuk praktis Benggala yang ketat, dan terbiasa dengan kepatuhan tanpa batas dari orang-orang yang tunduk dan ditundukkan, Tuan Parr secara tidak sengaja memberikan rasa jijik yang besar, dengan membawa ide dan prinsip sewenang-wenang yang sama di antara orang-orang yang sebenarnya memerlukan cara perlakuan yang lebih baik. Dia membuat perubahan besar di pengadilan pribumi, tanpa persetujuan atau nasihat dari para pemimpin lokal. Tak jarang ia  mengambil otoritas dengan sewenang-wenang dan independen di dalamnya, hingga membuat pemimpin-pemimpin pribumi takut untuk menjalankan institusi dan kebiasaan kuno mereka dalam menjalankan kegiatan ekonomi mereka. Dia sering melakukan kegiatan dengan terlalu tergesa-gesa, dan tanpa pertimbangan. Sering pula  ia melontarkan penghinaan pada berbagai kesempatan kepada beberapa pemimpin pribumi, hingga menimbulkan sensasi mendalam pada orang-orang yang berwatak keras dan pendendam. Upayanya untuk memaksa penanaman kopi tampaknya telah membawa ketidakpuasan dan menimbulkan krisis, hingga menjadikan negeri itu dalam keadaan pemberontakan. Tetapi, Tuan Parr telah buta terhadap bahaya yang mengancamnya.

Ketajaman bisnis Parr, meski dihargai oleh Pemerintah Benggala, memicu permusuhan dari kepala suku Melayu setempat. Namun, dia berhasil selama waktu singkatnya di Bengkulu untuk secara signifikan mengurangi pengeluaran residensi. 

Upayanya untuk mendorong penanaman kopi umumnya dianggap sebagai penyebab utama pembunuhannya. Lady Sophia Raffles menuliskan:

Sudah diketahui bahwa pemaksaan penanaman kopi sangat menjengkelkan penduduk setempat, dan secara umum dianggap sebagai salah satu penyebab kematiannya yang malang. Penyebab sebenarnya dari peristiwa melankolis ini mungkin terletak lebih dalam daripada penegakan satu perintah ... Tampaknya tidak ada keraguan bahwa orang pribumi sangat menyadari upaya yang akan dilakukan terhadap kehidupan Tuan Parr ... Negeri dalam keadaan memanas, keadaan di mana pembunuhan akan segera menjadi pembenaran.

Catatan Janda Parr

Parr terbunuh dalam serangan tak terduga di rumah kediamannya, di Mount Felix, pada 23 Desember 1807. Catatan Frances Parr, dalam suratnya kepada saudara laki-lakinya, Thomas Roworth, menggambarkan kebrutalan serangan itu:

Suamiku tercinta, pada malam 23 Desember, direnggut dari tempat tidurnya oleh orang Melayu dan dibunuh di depan mataku. Namun, jangan percaya, bahwa saya, istri Parr, saudara perempuanmu ini, menjadi seorang pengecut yang akan menyelamatkan dirinya sendiri dengan melarikan diri, tetapi dia telah menggunakan semua usahanya yang lemah untuk membantu ayah dari anak-anaknya, teman tersayang dan suami di hatinya. Tidak, saudaraku, tangan dan tubuh saya ditikam, di saat bagaimana saya memikirkan bayi laki-laki saya yang malang di kamar sebelah ... 

Ya, mereka memotong kepala Parr saya untuk dibawa ke pemimpin mereka. Kepala yang diberkati! Wajah yang diberkati! Tapi napas terakhirnya adalah milikku, Dia melihatku berjuang melawan monster pertama yang masuk ke ruangan, untuk merebut keris, agar aku bisa mendapatkannya untuk membela diri - semua tidak berhasil. Tanganku disayat-sayat, dadaku ditikam empat kali, dan aku diinjak dan ditendang ke ujung ruangan yang lain.... 

Bagaimana aku bisa membual tentang luka-luka itu, seandainya nyawa Parr-ku selamat, maka dia akan sangat tersanjung dengan semua yang saya lakukan. Mengapa aku tidak selalu membuatnya tetap berpangku tangan. Tetapi dia tidak senang ketika saya mendesaknya, dan menegaskan: "Saya tidak pernah melukai siapa pun, saya tidak perlu takut." Berhadapan dengan seorang pembunuh, saya telah memiliki segalanya untuk ditakuti.

Surat Frances juga menyatakan bahwa orang-orang Melayu meninggalkan kepala Parr di kamar bayi, dan mereka mengambil arloji untuk dipersembahkan kepada Dion, pemimpin Melayu yang diyakini telah memerintahkan pembunuhan Parr, sebagai bukti bahwa perintahnya telah dilaksanakan. Thomas Parr bukan satu-satunya korban serangan Melayu di Mount Felix. Baik Frances Parr dan asisten kedua Residen, Charles Murray, terluka. Murray meninggal beberapa hari setelah serangan itu, sebagai akibat dari usahanya untuk melindungi Parr. Frances Parr menggambarkan kasih sayangnya kepada Murray:

Saudaraku tersayang, Tuan Murray adalah Parr kedua; bisakah saya mengatakan lebih banyak? Hati jantannya meledak dengan kesedihan, ia menjadi panik melihat tubuh teman tercintanya terpotong-potong.

Peristiwa yang tidak menyenangkan itu dilaporkan secara luas, dengan cara yang dramatis, oleh banyak surat kabar Inggris. Laporan berikut dari The Examiner memberikan laporan tentang peristiwa di Mount Felix:

Pengiriman yang dibawa oleh armada East-India dibuka pada hari Senin di India House ... Sebuah pembunuhan mengejutkan baru-baru ini dilakukan di Fort Marlborough. Sekelompok orang yang terdiri dari sekitar tiga ratus orang Melayu, menemukan sedikit militer di tempat itu kemudian menyerang Gedung Pemerintahan, dan membunuh secara biadab Residen Kompeni, Tuan Parr. Serangan mematikan mereka dilakukan dengan cara yang paling tiba-tiba dan tidak terduga. Beberapa pasukan di tempat itu berhasil mengalahkan para penyerang dan menyelamatkan nyawa penduduk Inggris lainnya, yang sepanjang hidupnya dikatakan telah selalu diincar oleh orang-orang Melayu.

Tidak ada bukti yang menunjukkan, seperti klaim laporan ini, bahwa gerombolan Melayu memiliki motif lain selain pembunuhan Thomas Parr, mengingat kematian Charles Murray semata-mata didasarkan pada upayanya untuk melindungi atasannya. Cedera Frances Parr juga tidak disengaja.

Konsekuensi paling langsung dari pembunuhan itu adalah pengiriman dua Resimen Marinir Benggala yang dipimpin oleh Kapten James Templer Parlby "untuk mempertahankan koloni". Desa-desa setempat dihancurkan dan tersangka "digantung dengan rantai" dan "diledakkan dari mulut meriam". Mount Felix, yang menghadap ke Teluk Bengkulu dan Pulau (Tikus), ditinggalkan setelah pembunuhan dan dibiarkan runtuh. Parr dan Murray dimakamkan di kuburan yang berdekatan di dalam Fort Marlborough, di Ravelin.

Pemberitahuan kematian berikut muncul di Lancaster Gazette pada 1808:

Akhir-akhir ini, di Bengkulu, di Hindia Timur, Gubernur Parr (yang dibantai oleh orang Melayu) putra Nyonya Parr, dari Preston. Juga Yang Mulia. Charles Murray, putra mendiang Uskup St. David's, dan keponakan Duke of Atholl, dan mendiang Lord Charles Aynsley. Dia mengorbankan tenaganya yang besar untuk membela Tuan Parr".

Tampaknya keuangan pribadi Parr tidak begitu baik, karena EIC telah menawarkan membayar perjalanan Frances dan putranya, William Parr, untuk pulang Inggris. Janda dan anak-anak Thomas Parr dituliskan dalam wasiat ibunya, Sarah Parr, yang meninggal pada 1813. Saudara laki-laki Thomas, Mayor John Parr dari Burrow Hall, Tunstall di Lancashire juga memberikan nafkah untuk keponakannya, Thomas Clements Parr, yang dididik di Eton dan Gereja Kristus, Oxford.

Surat wasiat Thomas Parr mengungkapkan beberapa informasi menarik, tentang perselingkuhan Thomas (atau di luar nikah). Pada 30 Juli 1806, sebelum melakukan perjalanan ke Kalkuta dengan kapal Perseverance, dia membuat kodisil atas wasiatnya yang menyatakan, bahwa jika dia dan istri serta anak-anak mereka binasa, dia ingin meninggalkan sisa warisannya, warisan untuk anak kandungnya George & Francis Halifax. Dia juga meminta agar sejumlah 2.000 rupee disisihkan untuk pembelian "sepotong piring untuk Thomas Roworth [pengurus dan wali dari anak-anaknya yang masih hidup, sah, setelah kematian ibu mereka] sebagai ungkapan hormat dan kasih sayang saya".

Frances Parr dan putra bungsunya, William Parr, berlayar ke Kalcutta setelah pembunuhan Thomas Parr, tiba pada Maret 1808. Pada April tahun itu Ny. Parr menyampaikan sebuah memorandum kepada pemerintah Benggala, yang menimbulkan kecurigaan mengenai perilaku William Byam Martin, Asisten Residen, yang juga berada di Mout Felix ketika Parr dibunuh. Martin telah melarikan diri ketika rumah itu diserang. Namun, Martin kemudian dibebaskan dari kesalahan apa pun.

Dalam putaran nasib yang lebih kejam, Frances dan William Parr tidak pernah tiba di Inggris setelah berlayar dari Kalkuta pada 1808 atau 1809. Pada tahun 1810, Berita Acara Kompeni menyatakan bahwa Frances Parr tampaknya "berada di salah satu kapal yang telah begitu lama hilang". Beberapa catatan mencatat, bahwa Frances meninggal di atas kapal Georgiana, namun kapal itu bukan salah satu dari banyak kapal yang hilang selama kurun 1809. Kompeni menyatakan keprihatinannya atas dua anak yatim yang tersisa dari mendiang Residen dan menyatakan niatnya untuk memberikan kompensasi kepada mereka.

Pusara Thomas Parr dan Charles Murray dalam Benteng Marlborough

Sebuah monumen yang bagus didirikan untuk mengenang Thomas Parr dan Charles Murray, di luar Fort Marlborough, dengan biaya yang cukup besar bagi EIC. Dikenal sebagai Monumen Thomas Parr, itu masih berdiri sampai hari ini dan merupakan salah satu dari sedikit pengingat arsitektur kehadiran kolonial Inggris di Bengkulu. Sebuah plakat kayu di dalam mausoleum, yang masih ada pada tahun 1963, berbunyi:

Here are deposited the Remains of Thomas Parr Esquire Resident and Representative of the Honourable E.I.C at Fort Marlborough in Bencoolen who although a benevolent Father to the Malay Inhabitants and solicitous to improve their Freedom and Prosperity in the prudent and gradual Introduction of Spontaneous ................................ fell with(out sent)ence of the ... and (unr)ivalled atrocity under the misguided and barbarous Fury of a Band of Assassins in the Night of the 27th of December A.D. 1807 in the ...th Year of His Age

(Di sini terbaring Jenazah Thomas Parr, Yang Mulia Residen dan Perwakilan E.I.C yang terhormat di Fort Marlborough di Bengkulu. Bapa yang baik hati bagi Penduduk Melayu, dan ingin meningkatkan kebebasan dan kemakmuran mereka, dalam hubungan ikhlas yang bijaksana dan terus-menerus ............................... jatuh dengan cara tidak adil dari ....... dan kekejaman yang luar biasa oleh kemarahan sesat dan biadab sekelompok pembunuh di malam 27 Desember 1807 M di ... tahun usianya)

 ---------------------

Diterjemahkan dari:

The Assassination of Thomas Parr, Resident of Bencoolenby Joanna Cicely Fennell, M.A., PGCert Genealogical Studies

(Joanna adalah anggota FIBIS dan ahli silsilah profesional yang berbasis di Dublin & London. Dia adalah cicit kelima dari Thomas Parr. Joanna menyambut baik korespondensi dari siapa pun yang berhubungan dengan keluarga Bayley di Manchester, yang banyak di antaranya anggotanya bergabung dengan East India Company pada abad ke-19)

------------------------

(Penerjemahan dan publikasi tulisan ini telah dengan seizin penulis aslinya, Mrs. Joanna Cicely Fennel) 

Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "PEMBUNUHAN RESIDEN BENGKULU: THOMAS PARR, 1807"