Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENGENAL RUDUS: PEDANG TRADISIONAL

MENGENAL RUDUS: PEDANG TRADISIONAL

Oleh: Wimmy Hartawan

Dua rudus pada lambang Provinsi Bengkulu

Asal-Usul Rudus

Rudus merupakan pedang berukuran sedang yang juga disebut dengan ‘Kelewang’, dimana merupakan senjata yang digunakan untuk berperang pada zaman dahulu kala. Merujuk dari Wikipedia, maka rudus diasosiasikan sebagai kebudayaan Islam Melayu.

Namun, menurut pendapat beberapa para ahli dan pengamatan penulis pribadi, bentuk rudus telah ada sejak zaman pra-Islam. Hal dapat dibuktikan dalam bentuk relief pada candi Bahal I, peninggalan Kerajaan Pane pada abad XI. Candi ini terletak di Portibi, Desa Bahal Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Pada relief di candi itu, terdapat bentuk rudus yang sedang dipegang oleh prajurit perang. Bentuk rudusnya mempunyai beberapa ricikan (aksesoris/ornamen) tambahan berupa ‘Kembang Kacang’ sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.

----------------------------------
Rudus adalah senjata pedang atau golok yang diasosiasikan dengan kebudayaan Melayu di Sumatra. Bersama dengan pedang pemandap, rudus adalah salah satu senjata berukuran terbesar dalam kebudayaan Suku Melayu. Rudus juga merupakan simbol dari beberapa Provinsi di pulau Sumatra, misalnya Provinsi Bengkulu di Sumatra, Indonesia (Wikipedia)
--------------------------------

Gambar 1: Relief Candi Baal I Prajurit sedang membawa rudus

Fungsi Rudus

Dari segi fungsi, bentuk rudus merupakan pedang tebas dan tusuk. Bagian ujung bilahnya melebar seperti bagian perahu tertelungkup. Ini menyerupai pedang Lameng, dengan ciri umum mata pisau bawah mulai dari ujung hingga bagian pangkal di bagian bawah seperti pedang Lameng maupun Alameng pada umumnya.

Namun, terdapat perbedaan dengan pedang Lameng adalah pada bagian ujung atas bilah. Pada rudus umumnya terdapat mata pisau pula yang terletak di bagian atas, dengan ukuran maksimal sepertiga bilah. Mata bilah rudus tersebut dimulai dari ujung bilah hingga di sekitar tikungan bagian punggung bilah, yang berfungsi untuk menunjang gerakan menusuk.

Untuk panjang bilah rudus dengan rata rata dengan ukuran 38 cm hingga 58 cm, secara fungsi mirip dengan pedang Suduk atau Lar Bango di masyarakat di Jawa. Gambar 2 adalah rudus dengan tambahan ornamen-ornamen, atau dalam istilah perkerisan disebut dengan ricikan, pada bagian bilah secara lengkap.

Gambar 2: Ricikan Rudus Dengan Ornamen Yang Lengkap

Ciri-Ciri Rudus

Rudus memiliki kriteria mendasar seperti memiliki punggung yang melebar dan dihiasi ricikan-ricikan tambahan. Terdapat di Aceh sendiri rudus yang ditempah dalam bentuk biasa, hanya memakai komponen mata pisau bawah dan atas, dengan terkadang ditambahkan gelang-gelang beberapa garis, dan ada pula yang memakai rajahan pada bilah berupa ‘Kinatah’ dari logam mulia.

Gambar 3: Rudus Dengan Berbagai Ricikan
Rudus di wilayah Sumbagsel, seperti di Sumatera-Selatan, Bangka-Belitung, Lampung dan Bengkulu, sering dijumpai dengan memiliki ricikan lengkap. Umumnya memakai gelang-gelang, kembang kacang, jenggot, jalen dan lambe /mulut gajah, terkadang terdapat juga ricikan tambahan seperti bungkul dengan dua sogokan. Bentuk bilahnya pun, umumnya yang lebih tua, cenderung lebih ramping seperti pedang bayonet, walaupun masih tampak melebar seperti perahu yang tertelungkup, dan cenderung dipertegas pula dengan ricikan-ricikan tambahan.

Di era Kesultanan Palembang Darusalam dan sesudahnya, bentuk rudus sudah sangat tegas bentuk bilahnya. Pada era ini, kejayaan rudus mencapai puncaknya, dengan semakin banyaknya masyarakat Melayu, terutama kawasan Sumbagsel (Saat keresidenan Bengkulu) banyak yang menempah rudus.

Dalam prosesi adat di beberapa wilayah Melayu, rudus umumnya digunakan sebagai perangkat pakaian adat, baik perkawinan maupun prosesi pengangkatan kepala adat bergelar ’Datuk’. Khusus di masyarakat provinsi Bengkulu, penggunaan rudus masih sering dijumpai pada prosesi Tebas/Pancung tebu. Prosesi ini umumnya dalam rangka menunaikan niat, seperti prosesi cukuran maupun khitanan. Dalam kegiatan itu fungsi rudus sebagai komponen pokok senjata simbolik pemotongan tebu tersebut.

Ornamen-Ornamen Rudus

Cara umumnya khas untuk mengidentifikasi jenis rudus di tradisi-tradisi yang identik dengan penggunaan rudus, dapat dilihat pada ornamen-ornamen ukir pada bagian gagang (di masyarakat Provinsi Bengkulu disebut dengan istilah "pulu"). Gambar 3.3 menunjukkan urutan bentuk rudus dalam berbagai ricikan, mulai dari rudus yang dipesan/tempah ‘khusus’, bilah berjenis lebih tua hingga dengan ricikan paling sederhana.

Pada gambar di atas terdapat enam bilah rudus jika dihitung dari atas, maka yang pertama merupakan rudus yang berbentuk sangat unik dan memiliki tindik yang dahulu ditambal dengan logam mulia yang umumnya dibuat secara khusus untuk keperluan tertentu misalkan tanda mata untuk raja/penguasa, pemberian penghargaan khusus maupun sebagai alat bantu tugas khusus sebagai identitas tertentu dengan gagang motif naga sederhana,dan sisa pewarnaan masih membekas pada bagian gagang. Di masyarakat Rejang maupun Pasemah, pewarnaan ini disebut ‘Prado’.

Gambar 4: Rudus Dari Bentuk Garap/Tempahan Khusus

Gambar 5: Gagang Rudus Sisa Pewarnaan Prado

Kedua merupakan rudus model tua dengan ricikan cukup lengkap, memiliki jenggot, bungkul, sogokan atas, sogokan bawah, kembang kacang dan jalen. Pamor berbentuk kontras (nyekrak) dan jenis besi pun sangat menyerupai pusaka seperti keris.

Menurut para ahli perkerisan, bahwa teknik tempa yang menghasilkan motif dan kepadatan demikian merupakan gaya tempahan Demak. Atau, dalam dunia perkerisan disebut ‘Tangguh’ Demak. Hal ini sangat memungkinkan, mengingat pendiri Demak sendiri, yaitu Raden Fatah, merupakan putra dari Prabu Brawijaya V, yang lahir dan dibesarkan di tanah Palembang, maka sedikit banyak Raden Fatah mengenal wilayah Sumbagsel. Dapat di mungkinkan zaman dahulu rudus tersebut ditempah masyarakat Melayu di daerah Demak, atau rudus tersebut merupakan hadiah/pemberian dari pemangku di wilayah Demak sebagai hadiah untuk orang-orang di Tanah Melayu, khususnya Bengkulu.

Gambar 6: Rudus TUA Dengan Gaya Tempah Luar Melayu (Demak)

Gambar 7: Ricikan Pangkal Rudus TUA (Tangguh Demak)

Ketiga merupakan rudus tua, dengan ricikan hanya menggunakan gelang-gelang sebanyak empat baris. Jika melihat bahan bakunya, rudus tersebut tergolong rudus yang sangat tua, mengingat dalam pengetahuan perkerisan, pasak/puting rudus tersebut berbentuk kotak, serta bahan baku yang komposisi bahan meteoritnya sangat dominan, sehingga lebih kuat terhadap ketahanan korosi.

Gambar 8: Ricikan Rudus TUA Hanya Memakai Gelang-gelang

Gambar 9: Bagian Pangkal Rudus TUA Hanya Memakai Gelang-gelang

Pada bagian keempat, kelima jenis bilah rudus yang dimungkinkan sejak era masuknya penjajah kolonial maupun era kesultanan atau sesudah era kemerdekaan, atau dalam bahasa perkerisan disebut ‘Kamardikan’.

Gambar 10: Rudus Dengan Bentuk Yang Lebih Tegas Beserta Ricikan

Gambar 11: Rudus Tanpa Sogokan, Bungkul dan Lambe Gajah

Dari bentuk pangkal, rudus pada Gambar 11 tersebut tampak ricikannya menyerupai bilah-bilah pada pusaka keris, hanya saja tanpa memakai ricikan ‘Lambe Gajah’. Ricikan yang ada memakai kembang kacang, jalen, jenggot, dan gelang-gelang beberapa baris. Perbedaan identik lainya dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13, untuk ricikan pangkal/metuk bilah rudus.

Gambar 12: Rudus Dengan Ukuran Yang Lebih Pendek

Gambar 13: Rudus Dengan Kembang Kacang, Jalen, Lambe Gajah dan Gelang-gelang

Berikut untuk yang keenam, merupakan bilah rudus yang sangat sederhana tanpa menggunakan ricikan tambahan. Bahkan, bisa dikatakan paling sederhana, karena hanya bentuknya yang memenuhi syarat untuk bisa dikategorikan sebagai rudus (Gambar 14).

Gambar 14: Rudus Dengan Tanpa Motif Ricikan

Selain rudus dengan bentuk ricikan yang sering dijumpai seperti sebelumnya, rudus juga mengikuti ricikan-ricikan bilah pada keris. Hal ini dimungkinkan, karena rudus itu sendiri termasuk benda pusaka yang disakralkan. Ricikan keris ini dapat ditemui pada rudus yang menggunakan motif ‘Naga’ pada bagian bilahnya (lihat Gambar 15 dan Gambar 16), dengan balutan sarung serta gagang dengan ukiran rumit yang berhiaskan logam-logam mulia.

Gambar 15: Rudus Motif Naga (Doc: Raden Pangku Alam)

Gambar 16: Pangkal Rudus Naga Menggigit Emas (Doc: Raden Pangku Alam)

Dari rudus dengan motif dan ornamen-ornamen khusus dan berbalutkan bahan-bahan istimewa, dapat mencerminkan siapa pemilik-pemiliknya dahulu. Dalam dunia adat istiadat, seringkali motif-motif hewan pun menjadi simbol kedudukan seseorang pada zaman dahulu.
-------------------------

Foto-foto: Koleksi pribadi penulis

Tentang Penulis:
Wimmy Hartawan
Kolektor dan menekuni pengkajian senjata tradisional secara amatir. Berasal dari Curup, Rejang Lebong. Magister Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada. Saat ini duduk di pengurusan Badan Musyawarah Adat Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.
Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

4 comments for "MENGENAL RUDUS: PEDANG TRADISIONAL "

  1. terima kasih berbagi ilmunya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung

      Delete
  2. mantap wim.. hunter pusako2 kuno :D

    ReplyDelete
  3. Saya punya motiv naga tetapi tidak menggigit emas.peninggalan orang tua saya yang di wariskan turun menurun.

    ReplyDelete

Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus