Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CERITA RAKYAT SERAWAI: CANTING-CANTING

Canting diganggu seekor beruk besar
Di sebuah rumah kecil yang tersembunyi di tengah hutan rimba, tinggallah seorang ibu bersama anak perempuannya yang bernama Canting. Mereka hidup sederhana, menggantungkan hidup dari ladang yang jaraknya cukup jauh dari rumah mereka.

Suatu hari, sang ibu hendak pergi ke ladang seperti biasanya.

"Canting, ibu harus ke ladang. Kamu tinggal di rumah, ya."

"Baik, Ibu. Tapi, tolong masukkan aku ke dalam gulungan tikar supaya aman," kata Canting.

"Baiklah, Nak. Tapi ingat, jika ada suara beruk besar datang, diam saja, jangan bergerak," pesan ibunya.

Canting lalu dibungkus dalam gulungan tikar, disembunyikan di pojok rumah. Sang ibu pun berangkat ke ladang dengan hati yang was-was.

Tak lama setelah itu, seekor beruk besar datang melompat dari atas pohon ke atap rumah mereka. Dengan suara kasar, ia memanggil-manggil: "Oi, Canting! Di mana kau, Canting?"

Canting tetap diam seperti pesan ibunya. Beruk pun mulai mengobrak-abrik isi rumah, menjatuhkan tempayan, membuka lemari, dan membalik semua tikar—kecuali satu gulungan yang mencurigakan.

Akhirnya, beruk itu menemukan gulungan tikar yang berisi Canting. "Nah! Ini dia si Canting!" teriak si beruk.

Dengan tertawa-tawa, beruk mengangkat gulungan itu, membuka isinya, dan menimang-nimang Canting sambil menggelitikinya. Canting menangis ketakutan, tapi ia tidak bisa melawan. Sementara itu, ibunya belum juga pulang.

Ketika matahari mulai turun, sang ibu tiba di rumah. Betapa terkejutnya ia melihat anaknya berada dalam pelukan beruk.

"Hei, lepaskan anakku!" teriak sang ibu sambil melemparkan kayu ke arah beruk.

Beruk terkejut, melompat ke pohon, dan hendak melarikan Canting. Namun sang ibu cepat tanggap. Ia meniup peluit bambu tua yang tergantung di pinggir rumah. Suara peluit itu adalah isyarat panggilan kepada para penjaga rimba—sekelompok manusia tua yang tinggal di bukit dan menjaga keseimbangan hutan.

Tak lama kemudian, muncul dua orang tua dengan jubah daun dan tongkat akar. Mereka berbicara kepada beruk dalam bahasa rimba. "Beruk, kembalikan anak manusia itu. Kau telah melanggar batas."

Beruk pun tunduk. Ia meletakkan Canting dengan perlahan di tanah. Dengan sedih, ia berkata, "Aku hanya ingin teman bermain. Di hutan ini, aku selalu sendiri..."

Sang ibu memeluk Canting erat-erat. Ia merasa iba melihat beruk yang kesepian, tapi ia juga tidak bisa membahayakan anaknya.

"Beruk," kata ibu Canting, "jika kau ingin teman, datanglah dengan sopan. Jangan menculik anak orang."

Sejak hari itu, mereka pindah ke tempat yang lebih aman, di pinggir hutan dekat mata air. Namun, mereka masih sering melihat beruk itu duduk dari kejauhan, mengamati mereka dengan mata yang tak lagi buas, melainkan penuh kesepian.

Canting yang baik hati akhirnya membuat boneka dari sabut kelapa dan meletakkannya di tepi hutan untuk beruk mainkan. Dan setiap sore, beruk akan datang menimang boneka itu, merasa tidak terlalu sendiri lagi.

Penaifan:
Versi yang ditampilkan ini adalah versi penyempurnaan dari versi aslinya yang pendek. Dicerita-ulang dengan tetap mempertahankan alur aslinya, dengan penyempurnaan pada konflik, penambahan dialog-dialog dan penyesuaian pada akhir cerita.
Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "CERITA RAKYAT SERAWAI: CANTING-CANTING"