Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SEJARAH PENDIDIKAN DI TANAH REJANG, 1910-1940

Sekolah Kursus Perempuan di Kepahiang, Onderafdeling Redjang, circa 1932
Terlihat murid-muridnya telah menggunakan pakaian seragam
Sumber Foto: Koleksi Bapak Andi Wijaya, BMA Rejang Lebong 

Pendidikan di Tanah Rejang Periode 1910-1920

Berdasarkan Instruksi Residen Bengkulu, 1908, tentang pendidikan bagi pribumi, pada 1912 pemerintah daerah mulai mendirikan Volksschool Klasse II atau Sekolah Rakyat Angka 2. Di Onderafdeling Redjang, Afdeling Lebong, Keresidenan Bengkulu, masing-masing 1 sekolah didirikan di Pasar Kepahiang, Pasar Curup dan Pasar Padang Ulak Tanding. Jumlah murid masing-masing tempat itu adalah 160, 150 dan 50 orang. Murid-muridnya mayoritas berasal dari wilayah pasar-pasar itu, secara umum adalah masyarakat beretnis Palembang, Bengkulu dan Minangkabau.

Belum begitu banyak masyarakat tradisional Rejang, yang berdomilisi di luar wilayah pasar, mau menyekolahkan anaknya, walaupun pemerintah melalui pasirah dan kepala-kepala dusun selalu menganjurkan keluarga-keluarga tradisional itu untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Hal utama yang mendasari keengganan itu adalah belum begitu pahamnya masyarakat tradisional terhadap manfaat sekolah. Di tahun-tahun awal pendirian sekolah (1912-1914), Volksschool yang berada di Pasar Curup, tercatat baru ada 22 orang anak-anak Rejang yang bersekolah, berasal dari Bermani Ulu dan Selupu. 

Murid-murid di sekolah-sekolah itu berusia antara 8 sampai 11 tahun dan semuanya laki-laki. Pendidikan akan berlangsung selama 2 tahun, mencakup pelajaran membaca, menulis berhitung dan keterampilan. Pemeliharaan sekolah dan perabotan dibuat dan sediakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Demikian juga bahan ajar, batu tulis dan grifnya, buku teks, kapur, papan tulis dan perlengkapan siswa diberi oleh pemerintah. Setelah selesai, murid-murid akan mendapatkan sertifikat tamat belajar yang ditandatangani oleh Kontrolir Onderafdeling Redjang, yang berkedudukan di Kepahiang.

Pendirian Sekolah Angka 2 pada akhir 1915 di Keresidenan Bengkulu termasuk tertinggi di Sumatera. Cornelis Lekkerkerker mencatat, pada akhir 1915 telah ada 20 Sekolah Angka 2 di Keresidenan Bengkulu, dengan jumlah murid mencapai 2400 orang. Jumlah murid terbanyak adalah di Bengkulu dan di Onderafdeling Lebong.

Pada masa-masa ini hingga 1925-1930, belum ada anak perempuan di Onderafdeling Redjang yang bersekolah. Pandangan tradisional masyarakat yang masih sulit berdamai dengan konsep anak laki-laki dan perempuan bertemu dalam sebuah ruang kelas, menjadi alasan utama orang tua enggan menyekolahkan anak perempuannya.

Menghadapi situasi itu, pada 1914, mulai didirikan kursus khusus untuk perempuan. Dua kursus sore untuk gadis-gadis pribumi didirikan di Pasar Kepahiang dan Pasar Curup. Jumlah murid masing-masing adalah 40 orang dan 30 orang. Tenaga pengajar adalah guru atau kepala sekolah rakyat, yang mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Untuk keterampilan menjahit dan memasak diajar oleh beberapa orang wanita pribumi. Kursus yang berlangsung dari jam 2 sampai jam 5 sore ini diberikan di gedung sekolah negeri atau rumah kepala marga atau datuk pasar.
Volksschool Klasse II di Pasar Taba Penanjung
Onderafdeling Redjang, circa 1926
Sumber Gambar: KITLV

Pendidikan di Tanah Rejang Periode 1920-1930

Pada pertengahan 1925, berdiri sekolah eksklusif untuk anak-anak Tionghoa, yakni Tiong Hoa Hwee Koan, di Kepahiang (komplek SDN 39 Kepahiang, Pasar Ujung-Kepahiang hari ini). Menyusul tahun berikutnya didirikan juga  sekolah yang sama di Curup (komplek MAN 1 Curup, Talang Rimbo-Curup hari ini). Sekolah ini yang berada di Curup, hingga 1965 masih berdiri, yang kemudian ditutup imbas dari G30S/PKI.

Untuk memberikan kesempatan kepada pribumi lokal mendapatkan pendidikan yang lebih luas, juga untuk mengimbangi Tiong Hoa Hwee Koan, Demang Rejang yang bernama Abdul Kadir berinisiatif mendirikan sekolah untuk anak-anak pribumi. Didukung oleh Pasirah Rejang Bermani Ulu dan seorang pemangku masyarakat Minangkabau di Pasar Curup bernama ... , Abdul Kadir mendirikan Redjang Setia Stichting, pada 1926. Dari dana yang dihimpun oleh yayasan ini, pada 1927 berdiri HIS Redjang Setia, di atas tanah milik Abdul Kadir di dekat Pesanggrahan (berada di Jalan Setia Negara hari ini, gedung sekolah itu masa berikutnya pernah dipakai untuk waktu yang cukup panjang oleh Fakultas Ussuludin IAIN Raden Fatah Palembang, cikal bakal STAIN Curup).

Dipandang telah memberikan andil bagi pendidikan pribumi, HIS Redjang Setia telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Pada 1932, Residen Bengkulu, melalui Kontrolir Onderafdeling Redjang di Kepahiang, memberikan subsidi untuk sekolah ini setiap bulannya, hingga menjelang Hindia Belanda dikuasai Jepang.

Dampak mulai berkembangnya sekolah-sekolah di Onderafdeling Redjang dan di Keresidenan Bengkulu umumnya, pada 1923, Residen Bengkulu menetapkan salah satu persyaratan untuk menjadi kepala pemerintahan pribumi, bahwa pasirah harus bisa membaca dan menulis latin atau sekurang-kurangnya tamat Volksschool Klasse Il. Keputusan ini diambil, menyusul rencana pemerintah untuk menghapus tata cara pengangkatan pasirah melalui pewarisan dan menggantikannya dengan sistem pemilihan umum (Keputusan Residen Bengkulu Nomor 69, 18 Februari 1911, yang diperkuat dengan Staatsblad Nomor 470 Tahun 1923 Tentang Ordonansi Pemerintahan Pribumi Bengkulu).

Hal utama dalam periode, pada 1930, anak-anak perempuan pribumi telah mulai bersekolah dan belajar dalam satu ruang kelas bersama anak laki-laki. Dimulai dari HIS Redjang Setia dan HIS Taman Siswa Curup, kemudian diikuti oleh sekolah-sekolah lainnya. Namun, pada beberapa sekolah yang dikelola organisasi keagamaan, selain memisahkan tempat duduk, juga menerapkan adanya tabir kain yang membatasi antara murid murid laki-laki dan murid perempuan.

Selembar Ijazah Volksschool Klasse II di Pulo Geto, Merigi
Onderafdeling Redjang, 1926
ditandatangani oleh Pejabat Onderafdeling Redjang
Sumber foto: Arsip Pribadi

Pendidikan di Tanah Rejang Periode 1930-1940

Pada 1935, jenjang kelas di Sekolah Rakyat Kelas II dinaikkan menjadi kelas IV dan V untuk laki-laki dan kelas IV untuk anak perempuan. Mereka yang telah menamatkan sekolah biasanya akan dipekerjakan sebagai juru tulis, pegawai rendahan yang biasa disebut sebagai kerani, di kantor-kantor atau perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan. 

Sekolah-sekolah secara umum dilaksanakan dari pukul 8 hingga pukul 13. Secara umum, pelajaran yang diberikan adalah berhitung, membaca, ilmu bumi, menggambar dan bahasa serta keterampilan tangan (hasta karya). Pada hari Minggu sekolah akan libur, sedangkan pada hari Jumat sekolah akan bubar lebih cepat.

Siswa-siswa yang bersekolah di sana mayoritas anak-anak yang berasal dari wilayah pasar, baik di Pasar Kepahiang atau pun Pasar Curup, Pasar Padang Ulak Tanding dan Pasar Taba Penanjung. Ada juga sedikit anak-anak yang berasal dari luar Pasar Kepahiang, yakni dari Dusun Kelobak, Dusun Taba Sating, Kabawetan dan Dusun Permu. Sementara dari luar Pasar Curup, ada anak-anak yang berasal dari Dusun Air Rambai, Dusun Air Putih, Dusun Curup dan Dusun Kesambe. 

Selain tidak berseragam, murid-murid juga tidak bersepatu atau alas kaki lainnya, kecuali anak-anak para pejabat onderafdeling. Anak-anak pejabat itu ada juga yang pergi ke sekolah diantar menggunakan sepeda.

Murid-murid yang berasal dari luar Distrik Kepahiang, yang memang tidak banyak, harus berjalan kaki dari rumah mereka yang jauh dari sekolah. Seperti anak-anak dari Kabawetan, dengan memakai obor harus berangkat sekolah pagi-pagi sekali, harus pula berjalan melewati hutan-hutan lebat untuk tiba di sekolah. Demikian juga anak-anak yang berasal dari Permu, saat subuh juga harus memakai obor, serta melewati hutan Konak yang lebat sebelum tiba di sekolah mereka di Pasar Kepahiang.

Sopan santun terhadap guru sangat dijunjung tinggi. Di sekolah juga diterapkan disiplin yang sangat tinggi. Kesalahan yang dilakukan oleh murid dapat berupa hukum fisik, seperti dipukul atau berdiri di depan kelas untuk waktu yang lama. Namun, sesekali waktu murid-murid juga diajak berwisata, termasuk saatpembagian raport. Tempat favorit yang sering dikunjungi adalah perkebunan teh Kabawetan, persawahan di Permu dan tepian Sungai Musi di Kelobak.

Anak-anak perempuan pribumi banyak yang menamatkan sekolahnya di kelas 4. Setelah itu, mereka akan lebih banyak di rumah, bermain bersama teman-teman sebaya yang juga tidak bersekolah lagi, belajar memasak, menjahit dan mengurus rumah. Dua atau tiga tahun lagi dia akan segera dinikahkan dengan seorang laki-laki, yang bahkan sejak masa kanak-kanak telah saling diperjodohkan oleh orang tua masing-masing.
 
Tamatan Volkschool tidak bisa melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), karena persyaratan masuk MULO adalah kelas VI Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Untuk bisa ke MULO, murid-murid itu setelah tamat Volkschool harus melanjutkan ke sekolah peralihan (vervolgsschool), selama 1 atau 2 tahun, yang pada waktu itu hanya ada di Curup dan dikelola oleh pihak swasta, yakni HIS Redjang Setia dan HIS Taman Siswa. Untuk bisa melanjutkan ke sekolah kejuruan pertanian, yang saat itu juga hanya ada di Bengkulu dan Curup, juga disyaratkan tamatan HIS. Sementara MULO sendiri hanya ada di Bengkulu.

Per 1 Januari 1938, selain di Pasar Kepahiang dan Pasar Curup (SDN 1 Curup hari ini), Pasar Taba Penanjung dan Pasar Padang Ulak Tanding, dusun-dusun yang telah didirikan Volksschool Klasse II, adalah:
  1. Bermani Ulu : Sawah, Tanjung Dalam
  2. Merigi : Pulo Geto, Daspetah
  3. Selupu : Kesambe Baru, Tanjung Beringin
  4. Bermani Ilir : Penanjung Panjang, Batu Bandung, Keban Agung
  5. Marga-Marga Sindang: Kepala Curup, Lubuk Mumpo, Talang Beringin, Lawang Agung
Di luar sekolah-sekolah negeri ini, beberapa pribadi atau tokoh agama dan organisasi keagamaan juga menyelenggarakan sekolah atau kursus yang bersifat keagamaan. Pendidikan agama Islam lebih ditekan di sini, selain diberikan juga pelajaran baca dan tulis latin. Tidak ada juga penjenjangan kelas dan tidak pula ada pembatasan usia. Berikut sekolah kursus yang dikelola organisasi keagamaan berikut jumlah siswanya, per 1 Januari 1938:
  1. Muhammadiyah: Keban Agung (12), Pasar Taba Penanjung (28), Pasar Curup (60)
  2. Jamiatul Khair: Pasar Kepahiang (30), Keban Agung (32), Batu Bandung (42), Embong Sido (40), Talang Ulu (61)
  3. Tarbiyatul Thullab: Pasar Kepahiang (41)
  4. Diniyah Wustha (Muhammadiyah): Pasar Kepahiang (24), Keban Agung (12)
  5. Tarbiyatul Islamiyah: Pasar Taba Penanjung (51)
  6. Irsyadiyah: Pasar Curup (50), Kampung Baru (10)
  7. Nurul Falah: Pasar Curup (100)
  8. Umul Khair (Jamiatul Khair): Pasar Curup (62)
  9. Hidayatullah Islamiyah: Kota Padang (23)  
Berdasarkan laporan Kontrolir Onderafdeling Redjang, W.A. Lat de Kanter, pada 1938, untuk sekolah-sekolah partikelir (swasta) yang telah berdiri mapan adalah:

Curup:
  1. HIS Redjang Setia (tamat di kelas V dan VI). Per 1 Januari 1938 memiliki guru tetap 5 orang, murid 136 orang, dengan perincian 105 laki-laki dan 31 perempuan.
  2. HIS Taman Siswa (tamat di Kelas V dan VI). Per 1 Januari 1938 memiliki guru tetap 2 orang. Jumlah siswa tidak tercatat
  3. Tiong Hoa Hwee Koan (tamat di Kelas V). Per 1 Januari 1938, memiliki guru tetap 1 orang, murid 69 orang, dengan perincian 48 laki-laki dan 21 perempuan.
Kepahiang:
  1. Sekolah Muhammadiyah (tamat di Kelas IV). Per 1 Januari 1938, memiliki guru tetap 3 orang, murid 63 orang, dengan perincian 44 laki-laki dan 19 perempuan.
  2. Tiong Hoa Hwee Koan (Tamat di Kelas IV). Per 1 Januari 1938, memiliki guru tetap 1 orang, murid 34 orang, dengan perincian 19 laki-laki dan 15 perempuan.
(guru tetap adalah tenaga pengajar yang mendapat surat keputusan sebagai guru dari Kontrolir Onderafdeling Redjang) 
Murid dan guru Kursus Perempuan di Kepahiang, circa 1932
(dalam pewarnaan)
sumber foto: Koleksi Bapak Andi Wijaya, BMA Rejang Lebong

Pendidikan di Tanah Rejang Periode Pendudukan Jepang

Periode ini ditandai dengan jatuhnya Hindia Belanda ke tangan Bala Tentara Kekaisaran Jepang. Sejak masa pendudukannya, Jepang telah melarang penggunaan bahasa Belanda dan Eropa lainnya, baik untuk komunikasi maupun pada nama-nama lembaga. Dalam kondisi ini, maka semua sekolah pun harus berganti nama. Vervolk School menjadi Sekolah Rakyat, HIS Redjang Setia menjadi Sekolah Rakyat Redjang Setia dan HIS Taman Siswa berubah menjadi Sekolah Rakyat Taman Siswa. Tidak ada juga lagi pembatasan jenjang kelas dan masa peralihan belajar, di mana Sekolah Rakyat ditetapkan memiliki jenjang dari kelas I hingga kelas VI. 

Berbeda dengan masa Hindia Belanda, di mana Vervolksschool dikelola oleh pemerintah, maka Jepang belum memikirkan secar serius sekolah-sekolah umum untuk pribumi di dusun-dusun. Dengan kondisi tanpa subsidi, banyak sekolah rakyat di dusun-dusun terpaksa ditutup, terutama sekali karena tidak mampu untuk menyiapkan alat, bahan belajar dan gaji guru. Sekolah-sekolah yang masih berjalan relatif lancar adalah yang berada di wilayah pasar dan sekolah partikelir (swasta).
 
Stuktur mata pelajaran pada masa Jepang tidak banyak berbeda dengan masa Hindia Belanda, berupa membaca, menulis, berhitung dan keterampilan. Pelajaran baru yang dikenalkan kepada murid-murid adalah menulis dan membaca huruf kanji, senam dan baris-berbaris. Seminggu sekali, murid dari semua sekolah akan berkumpul di alun-alun (lapangan) di kota atau wilayah pasar, untuk melakukan senam bersama dan belajar baris-berbaris.

Untuk kepentingan ekonomi dan mendukung militer, Jepang mengadakan beberapa kursus-kursus keterampilan, seperti kesehatan, pertukangan, pertanian dan permesinan. Pertukangan dan permesinan diadakan di Curup, sementara kursus pertanian diadakan di pabrik teh Kabawetan, yang selama pendudukan Jepang tidak berproduksi. Kursus kesehatan lebih ditekankan pada keterampilan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dilaksanakan dalam organisasi pemuda Seinendan di Kepahiang, Curup dan Taba Penanjung.

Kepustakaan-Kearsipan:
  1. W.G. Swaab. Memorie van Overgave van Onderafdeling Rejang.1913. NA 2.10.39-931-0092
  2. M. Wagermaker. Verslag over 1914 omtrent de proefneming met de overbrenging van Soendaneesehe gezinnen naar de onderafdeeling Redjang (Benkoelen). 28 Februari 1915. NA. 2.10.39-931-111
  3. J.A.W. van Opphuijsens . Memorie van overgave Assistent Resident Bengkoelen, April 1919. ANRI No. K32.10a.
  4. E. J. Ebbenhorst Tengbergen . Memorie van Overgave van de Onderafdeling Redjang, 1928. NA 2.10.39-931-00936
  5. Reglementen, Keuren van Politie en Ordonanties betrekiing hebbende op gewest Benkoelen. Dell II. Bewerkt en in het Maleisch vertaald door Kiagoes Hoesin, Commies o/h Residentiekantoor Benkoelen. 1931.
  6. W.A. de Laat de Kanter. Memorie van Overgave van de Onderafdeling Redjang. 1939 NA 2.10.39-931-00946
Kepustakaan Lainnya:
  1. Lekkerkerker, C. Land En Volk Van Sumatra. Leiden: N. V. Boekhandel En Drukkerij Voorheen E. J. Brill.1916.
  2. Pili, Salim Bella & Hardiansyah. Napak Tilas Sejarah Muhammadiyah Bengkulu (Membangun Islam Berkemajuan di Bumi Raflesia). Yogyakarta: Valia Pustaka. 2019.
  3. Soewandi, Emong. Sejarah Perjuangan Rakyat Kota Curup. Curup: Pemda Rejang Lebong. 2000.
  4. ---------------------. Kepahiang Di Lintas Waktu. Kepahiang: Pemerintah Kabupaten Kepahiang. 2021
  5. Swaab, J.L.M., Beschrijving der Onderafdeeling Redjang dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 01/1916, Volume 72, Issue 1.
Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

10 comments for "SEJARAH PENDIDIKAN DI TANAH REJANG, 1910-1940"

  1. Mantab bang, cacatan sejarah pendidikan yang penting...

    ReplyDelete
  2. Informasi yg sangat langka yg diperkuat dengan dokumen2, yg menjawab ruang kosong sejarah pendidikan di rejang lebong/kepahiang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga ada manfaatnya buat semua. Terima kasih sudah berkunjung

      Delete
  3. Apakah pendidikan bagi perempuan itu diberikan karena pemikiran2 Kartini?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, pertanyaannya. Kita coba nanti untuk menguliknya. Pada tulisan ini fokus pada pendirian sekolah saja. Terima kasih sudah berkunjung

      Delete
    2. sekolah kartini 1912. dewi sartika sudah mendirikan kautamaan istri (keutamaan perempuan) 1904. rohana kudus mendirikan kerajinan amal setia 1911.
      semangat zaman.

      Delete
    3. koreksi: kerajinan amai setia

      Delete
  4. sumber datanya ngga main2. salut

    ReplyDelete
  5. izin berbagi sumber datanya, pak.

    ReplyDelete

Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus