Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

UMBUNG KUTEI: SEJARAH DAN ASPEK KINETIK & MNEMONIKNYA BAGI ORANG REJANG KEPAHIANG

Pendei
Umbung

Dalam Jaspan (1964: 133) Umbung (pembacaan Rejang: um(b)-mung) disebut juga dengan istilah kejei pitor, sebagai sebagai pesta yang dihadiri rajo atau pejabat tinggi yang di dalamnya diadakan menari bersama. Sementara Hazairin (1936: 10) umbung diartikannya juga sebagai kejei, yakni perayaan tradisional orang Rejang yang diadakan untuk menghormati berbagai peristiwa penting. Perayaan ini adalah kesempatan bagi mereka untuk berkumpul bersama dan merayakan berbagai peristiwa penting dalam hidup mereka, serta kesempatan untuk memperkuat ikatan budaya dan kekeluargaan mereka.

Dalam konteks budaya, umbung mengandung makna yang mendalam. Ini adalah ekspresi nyata dari nilai-nilai sosial dan budaya dalam sebuah masyarakat. Tradisi ini mengajarkan pentingnya bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama, merayakan momen-momen bersejarah, dan memupuk hubungan sosial yang kuat. Oleh karena itu, umbung bukan hanya sebuah peristiwa sosial, tetapi juga sebuah upaya untuk melestarikan warisan budaya dan nilai-nilai yang penting bagi masyarakat. Dengan demikian, umbung memiliki peran yang sangat penting dalam memperkaya identitas budaya suatu kelompok dan membangun jaringan sosial yang kuat di antara individu-individu yang terlibat.

Perbedaan Umbung dengan Bimbang:
  1. Umbung direncanakan dalam kegiatan apeut aseun (mufakat), sedangkan bimbang direncanakan dalam kegiatan apeut baseun (negoisasi).
  2. Umbung merupakan kegiatan sosial masyarakat, sementara bimbang adalah acara yang bersifat pribadi/keluarga dan lebih ditekankan untuk perayaan perkawinan.
  3. Sembea di umbung dihaturkan anok sangei kepada rajo atau tetuei, sedangkan sembea di bimbang dihaturkan penganten kepada orang tua.
  4. Umbung adalah sebuah kenduri yang bersifat sosial dan religius. Bimbang dapat dilaksanakan secara umbung, dengan melibatkan atau mendatangkan banyak orang di sebuah dusun/kutei. Namun, bimbang juga dapat dilakukan tanpa umbung, misalnya hanya dilakukan oleh keluarga atau kaum kerabat saja atau bersama tetangga terdekat saja.
  5. Umbung mengharuskan diadakan acara menari (kejei), sedangkan pada bimbang menari tidak wajib dilaksanakan.
  6. Umbung adalah acara besar dalam sebuah dusun atau kutei, sedangkan bimbang adalah acara keluarga yang dapat dilakukan dengan pilihan bimbang besar (bimbang lei 7 hari dengan menari) atau bimbang kecil (bimbang titik 1-3 hari, dengan atau tanpa menari), tergantung dengan kesanggupan ekonomi ahli bimbang.

Kutei

Istilah Kutei memberikan makna yang sangat penting bagi masyarakat di Rejang. Kutei merujuk pada sebuah dusun induk atau pusat marga yang memiliki peran sentral dalam membentuk jaringan sosial masyarakat (Hazairin, 1936: 33). Ini menjadi simpul atau pusat dari sejumlah dusun-dusun yang terhubung oleh pertalian darah. Dalam konteks Kepahiang, kita dapat mengidentifikasi dua Kutei yang memegang peranan khusus dalam menggambarkan hubungan sosial di sana. Pertama, Kutei orang-orang bermarga Merigi, dan kedua, Kutei orang-orang bermarga Bermani Ilir. Dua Kutei ini mencerminkan cara unik bagaimana orang-orang di daerah tersebut mengorganisir diri mereka berdasarkan pertalian darah dan kekerabatan. Masing-masing Kutei memiliki peran penting dalam memelihara tradisi, menjaga hubungan keluarga, dan mempertahankan akar budaya yang kaya di Kepahiang.

Kutei bukan sekadar sebutan geografis atau administratif; ia adalah simbol dari kekuatan ikatan keluarga dan persatuan sosial di antara anggota marga Merigi dan Bermani Ilir. Dalam konteks budaya dan tradisi, Kutei menjadi pusat perhatian dalam mengawal dan merayakan identitas mereka sebagai sebuah komunitas yang terikat oleh darah dan nilai-nilai bersama. Dengan begitu, istilah ini mencerminkan bagaimana budaya dan kekerabatan memiliki peran sentral dalam membentuk struktur sosial dan spiritual masyarakat Kepahiang.

Umbung Kutei

Berdasarkan dua pengertian yang diberikan, Umbung Kutei dapat didefinisikan sebagai sebuah tradisi atau peristiwa budaya di mana individu-individu dengan latar belakang yang berbeda, terutama yang berkutei Merigi dan Bermani Ilir, berkumpul dalam semangat gotong royong yang tinggi. Dalam Umbung Kutei, orang-orang tidak hanya hadir secara fisik tetapi juga membawa semangat saling bantu dan kerjasama. Tradisi ini menciptakan suasana yang penuh kegembiraan dan kebahagiaan, di mana semua perbedaan dan perselisihan ditinggalkan untuk mewujudkan sebuah hajatan besar atau pesta yang menjadi simbol persatuan dan solidaritas.

Aspek Kinetik dan Filosofis Umbung Kutei

Aspek kinetik Umbung Kutei merujuk pada tradisi yang melibatkan gerakan fisik, tindakan, atau aktivitas yang dilakukan selama peristiwa tersebut. Ini mencakup semua elemen yang terkait dengan pergerakan tubuh, tarian, bermain musik dan aktivitas fisik lainnya yang terjadi selama pelaksanaan Umbung Kutei. Aktivitas-aktivitas fisik tersebut dipandang sebagai ekspresi semangat persatuan, kerjasama, kegembiraan dan kebahagiaan yang ada selama Umbung Kutei, mulai dari perencanaannya hingga selesai.

Umbung Kutei merupakan sebuah peristiwa yang sangat berarti bagi masyarakat kutei Merigi dan Bermani Ilir. Pesta ini tidak hanya sekadar berkumpulnya orang-orang dari kedua marga tersebut, tetapi juga menjadi simbol pertalian kehendak dan cita-cita yang sama di antara mereka. Selain itu, semangat gotong royong yang kuat menjadi pondasi utama dalam mewujudkan sebuah hajatan budaya yang penuh dengan kegembiraan. Umbung Kutei menjadi sebuah tradisi yang akan selalu dikenang oleh kedua kutei ini, mengingatkan mereka akan pentingnya persatuan, kerjasama, dan menjaga warisan budaya bersama-sama.

Dalam penyelenggaraan Umbung Kutei, terpancar semangat untuk memelihara dan merayakan warisan budaya mereka. Pesta ini bukan hanya menjadi ajang berkumpul, tetapi juga menjadi wadah untuk memperkuat solidaritas dan mengenang akar-akar budaya yang mereka miliki. Umbung Kutei adalah bukti nyata bahwa ketika sebuah komunitas bersatu dengan tujuan yang sama, apa pun bisa dicapai. Kegembiraan dan semangat yang hadir dalam pesta ini akan terus menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi mendatang, menjadikan Umbung Kutei sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas dan warisan budaya masyarakat Kepahiang.

Umbung Kutei juga mencerminkan pentingnya nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat. Ini adalah ekspresi nyata dari bagaimana individu-individu dalam komunitas menghargai hubungan keluarga, merayakan momen-momen bersejarah, dan memupuk hubungan sosial yang kuat. Tradisi ini tidak hanya merupakan peristiwa sosial biasa, tetapi juga upaya untuk melestarikan warisan budaya dan nilai-nilai yang penting bagi masyarakat Merigi dan Bermani Ilir. Dengan demikian, Umbung Kutei memiliki peran yang sangat signifikan dalam memperkaya identitas budaya kedua kelompok tersebut dan dalam membangun jaringan sosial yang kuat di antara individu-individu yang terlibat, sambil tetap berpusat di dua Kutei yang menggambarkan pusat-pusat penting dalam komunitas mereka

Tujuan Umbung Kutei

Umbung Kutei bukan hanya sebuah acara sosial, tetapi juga sebuah peristiwa budaya yang memiliki tujuan-tujuan penting dalam membentuk identitas budaya, memelihara warisan budaya, dan memperkuat persatuan sosial di antara masyarakat kutei Merigi dan Bermani Ilir. Secara spesifik Umbung Kutei memiliki tujuan, sebagai berikut:

  • Membangun Solidaritas dan Persatuan

Umbung Kutei menjadi momen di mana individu-individu dengan latar belakang yang berbeda datang bersama dalam semangat gotong royong yang tinggi. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan suasana persatuan, solidaritas, dan kerjasama di antara kutei Merigi dan Bermani Ilir.

  • Melestarikan Warisan Budaya

Umbung Kutei merupakan upaya untuk melestarikan warisan budaya dan nilai-nilai sosial yang penting bagi kutei Merigi dan Bermani Ilir. Tradisi ini menjadi ekspresi nyata dari nilai-nilai sosial dan budaya dalam komunitas tersebut.

  • Mengenang Akar Budaya Bersama-sama

Umbung Kutei juga berfungsi sebagai wadah untuk mengenang akar-akar budaya yang mereka miliki bersama. Ini mencerminkan pentingnya mempertahankan dan merayakan identitas budaya orang-orang Kepahiang sebagai komunitas yang terikat oleh darah dan nilai-nilai bersama.

  • Memperkaya Identitas Budaya

Umbung Kutei memiliki peran yang sangat signifikan dalam memperkaya identitas budaya kutei Merigi dan Bermani Ilir. Ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas dan warisan budaya Kepahiang.

  • Membangun Jaringan Sosial

Umbung Kutei juga berfungsi dalam membangun jaringan sosial yang kuat di antara individu-individu yang terlibat dalam peristiwa ini. Hal ini terutama terjadi di dua Kutei yang menggambarkan pusat-pusat penting di Kepahiang.


Perangkat Umbung Kutei

Perangkat utama dalam umbung adalah malim umbung, pengujung, pendei, ibeun pena’ok, serawo nioa u’ei dan anok sangei.

1. Malim Umbun
Malim (dari kata mu’alim, penunjuk jalan) umbung adalah orang-orang yang ditunjuk oleh rajo/tuei kutei sebagai penanggung jawab kegiatan umbung (lihat Jaspan, 1964: 78). Malim umbung sebagai sebuah panitia ditentukan dalam mufakat kutei yang dipimpin oleh rajo/tuei kutei.

2. Pengujung
Pengertian dasar pengujung adalah menyambung beranda rumah dengan atap tambahan yang bertujuan memperluas beranda untuk sebuah acara. Agar berbeda dengan pseban (bangunan kecil berbalai-balai dan tidak berdinding tempat berkumpul atau perondaan yang biasa terletak di nateut [lapangan] kutei/dusun) yang berdiri sendiri, maka pengujung dipandang sebagai perpanjangan beranda rumah. Sebagai sambungan beranda, pengujung harus diberi dinding rendah sebagaimana layaknya beranda rumah orang Rejang umumnya. Selain itu pengujung juga harus diberi tirai daun kelapa beserta tulangnya dan sebagai pemanis pada tiap tiangnya diberi daun puding merah.
Fungsi utama pengujung adalah tempat perjamuan. Pengujung sejatinya juga dipersiapkan sebagai tempat bermalam bagi tamu-tamu jauh (lihat Hazairin, 1936: 10)

3. Pendei
Pendei (pCyx, pembacaan Rejang: pen-ney) adalah lambang kutei atau petulai, sebagai pernyataan kesatuan manusia Rejang yang agraris dengan alam. Pendei diwujudkan dalam sebuah relik berbentuk karangan-bunga besar yang berisi rangkaian hasil-hasil ladang/kebun, peralatan kerja, peralatan rumah tangga dan senjata. Dasar pendei adalah sebuah bingkai bambu sebagai wadah atau tempat mengikat alat-alat upacara. Pendei dibuat saat bekejei, hari panen atau menyambut tamu agung.

Benda-benda terpenting di pendei adalah:
    1. Beringin
    2. Padi dengan tangkainya
    3. Jawet dengan tangkainya
    4. Sirih dengan tangkainya
    5. Tebu hitam dengan daunnya
    6. Kelapa dengan tandannya
    7. Peralatan rumah tangga
    8. Alat pemotong dan penetak (rudus)
    9. Alat pemotong dan penyerut (sewar)
    10. Dua batang tombak
    11. Payung Agung (lihat PPKD Kabupaten Kepahiang, 2022: 28)
4. Ibeun Pena’ok
Ibeun pena’ok adalah perlengkapan sirih, yang terdiri atas ibeun sanggen, yakni sirih dalam tukeng beserta semua perlengkapan makan sirih lainnya (pinang, gambir, kapur, tembakau), punjung berupa nasi yang dibentuk mengerucut dengan sepotong paha ayam di atasnya dan serawo pulut yakni ketan dengan parutan kelapa dan gula aren di atasnya. Ibeun pena’ok ditaruh di hadapan rajo atau tetuei.

5. Serawo Nioa U’ei
Berupa air kelapa muda yang masih dalam buahnya yang telah dibuka. Serawo ini akan diberikan kepada rajo begitu tiba di tempat umbung dilaksanakan.

6. Anok Sangei
Anok sangei adalah perawan dan perjaka yang akan menari dan menyampaikan sembah mewakili dusun/kutei kepada rajo.

7. Jamuan Agung
Adalah perjamuan dengan menyajikan santapan bagi rajo atau orang-orang yang berkedudukan penting lainnya dalam kutei. Jamuan akan disajikan oleh para jenang yang diawasi oleh tuei umbung. Penyajian jamuan ini memiliki tata cara dan urutan tersendiri, mulai dari kmbuk titik, berupa sambal-sambalan, sampai kmbuk lei, berupa nasi dan lauk pauknya. Disajikan juga odot (rokok) dalam gelas.
Sesuai dengan tata krama atau ca’o Jang, menghidangkan jamuan termasuk kegiatan sembea, karena itu pelaksanaannya akan dilakukan di depan rajo dan para tamu. Rajo akan duduk dulu di tempat jamuan, lalu hidangan dapat disajikan.

 

Persiapan Umbung Kutei

1. Mufakat Kutei
Sebelum pelaksanaan umbung akan dilakukan upeut baseun atau musyawarah bersama orang di kutei baik sesuku atau tidak (lihat Hazairin, 1936:8, lihat juga Jaspan: 1964: 5). Upeut aseun untuk umbung kutei termasuk baseun depeak (musyawarah sebelah), karena tidak ada kegiatan negoisasi material, tujuannya hanya mencapai satu kesepakatan bersama untuk melaksanakan perayaan.

Dalam mufakat ini akan ditentukan pembiayaan kegiatan umbung, untuk apa umbung dilaksanakan, waktu dan tempat pelaksanaannya serta orang-orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya.

Jika sudah mencapai kesepakatan tentang perayaan kejai, itu berarti bahwa mereka akan saling membantu dalam memikul beban, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setelah mencapai kesepakatan, rencana tersebut diumumkan kepada rajo atau tuei kutei. Jika rajo menyetujui rencana tersebut, maka seluruh kutei akan merayakan perayaan dan membagi beban perayaan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

2. Menyiapkan Malim Umbung

Sebagaimana yang ditulis Hazairin (1936:9), dalam mufakat kutei ditentukan malim umbung, yakni orang-orang yang bertanggung jawab atas pengelolaan perayaan, penyambutan tamu dan pengaturan di balai umbung/kejai, sebagai berikut:
  • Satu orang tuei umbung/tuei batin
  • Beberapa pemakeu atau alingan (pembantu tuei umbung)
  • Satu orang tuei jenang dengan beberapa jenang pembantu
  • Satu orang tukang bunyi-bunyian, yakni orang yang bertanggung jawab untuk alat-alat musik.
  • Satu orang tukang tepuk tari, yang bertanggung jawab terhadap anok sangei yang akan menari
  • Beberapa orang kemit (penjaga keamanan)
  • Satu orang tuei stamang (perempuan kepala pelayan, kepala dapur)
3. Menegak Pengujung
Pada hari yang telah ditentukan dalam Mufakat Kutei, orang-orang kutei akan bersama-sama membuat pengujung, tempat umbung akan dilaksanakan. Kegiatan ini akan dipimpin oleh tuei umbung bersama para tuei batin.

4. Menegak Pendei
Pendei dibuat sehari sebelum pelaksanaan umbung. Pendei dibuat oleh tuei umbung atau orang yang ditunjuk khusus oleh tuei umbung untuk membuatnya. Bahan-bahan pendei harus berasal dari masyarakat kutei yang disiapkan secara sukarela. Sangat diutamakan bahan-bahan pendei tidak akan yang diperoleh dengan jalan pembelian.

5. Menyiapkan Anok Sangei
Anok sangei memegang peran penting dalam umbung kutei, karena untuk sembah kepada rajo akan dilakukan oleh mereka dalam bentuk tarian. Mereka perlu disiapkan fisik dan mentalnya, dengan diberikan pelatihan dan penguatan lainnya oleh tukang tepuk tari dan tuei kutei. Mereka pun harus dipastikan sehat untuk tampil di kegiatan umbung.

Tahapan Pelaksanaan di Hari Umbung

1. Persiapan
Sebelum rajo atau tamu tiba, tuei umbung memeriksa semua perangkat umbung telah siap sedia. Para tukang dan anok sangei telah berada di tempat tugasnya masing-masing.

2. Rajo/Tetuei Teko
Rajo atau tetuei tiba di tempat pelaksanaan umbung disambut oleh tuei umbung dan tetuei lainnya. Rajo akan dipayungi dengan payung adat berwarna kuning, kemudian sebagai pelepas dahaga karena telah melakukan perjalanan, rajo atau tamu kehormatan disajikan serawo nioa u’ei berupa air kelapa muda yang dicampur dengan gula merah.

3. Becanang
Bedug atau canang akan dipukul saat rajo tiba. Setelah canang ditalu, Tuei/Tukang Canang akan bkenok atau bebieu (teriakan hu!) memanggil orang-orang untuk menyampaikan pengumuman, agar segera berkumpul, karena rajo telah tiba dan umbung kutei akan dimulai. Hazairin (1936: 6) menambahkan, saat pengumuman ini Tuei Canang akan dikawal seorang kemit yang memegang pedang atau tombak.

4. Tari Mencok
Tari mencok adalah tari selamat datang dalam bentuk gerakan-gerakan silat Rejang sebagai yang dilakukan di hadapan rajo atau tetuei atau tamu agung (lihat Jaspan, 1964: 3). Tari mencok melambangkan kesiapan malim umbung dan masyarakat kutei untuk melaksanakan Umbung dan sebagai jaminan keamanan bagi rajo selama mengikuti umbung. Setelah menari, beberapa jawara akan mengawal rajo/tetuei/tamu agung menuju tempat duduk tamu.

5. Ibeun Pamit
Setelah rajo/tamu agung duduk, Tuei Umbung akan menghadap dan menyampaikan sembea (sembah) untuk meminta izin acara akan dimulai. Pamit dibuka dengan sembea kipas temuko tu’un, lalu menyampaikan kece’ singkat permintaan izin kepada rajo. Rajo dapat memberikan jawaban dengan kece’ singkat juga atau dengan menganggukkan kepala.

6. Ibeun Sembea Anok Sangei (Kejei Sembea)
Sembea adalah pusat dari berbagai interaksi sosial dan budaya dalam tradisi Rejang. Melalui serangkaian tindakan kinetik, sembea menggambarkan penghormatan, penerimaan, dan norma budaya Rejang yang kaya penuh kesantunan, menjalin hubungan antara individu, keluarga dan komunitas. Sembea dilakukan dalam sebuah urutan tindakan dalam bentuk tarian oleh anok sangei, yang diakhiri dengan memberikan sirih kepada rajo atau tetuei dalam umbung yang dilaksanakan (lihat Jaspan, 1963: 10).

7. Sembea Kece’ atau Petatea
Sembea Kece’ atau Petatea merupakan bagian dari Sembea, berupa sekapur sirih dan pidato-pidato/sambutan-sambutan, yakni dialog antar individu dalam umbung kutei, antara tuei umbung dengan tamu yang paling tinggi kedudukan sosialnya (rajo, pasirah atau tuei kutei) (lihat Jaspan, 164: 225). Penyampaikan kata-kata sambutan dan petatah-petitih dalam umbung kutei termasuk dalam Sembea Kece’ atau Petatea. Individu laki-laki yang menyampaikan kece’ terlebih dahulu menghaturkan sembea kipas tmuko tu’un kepada rajo, sedangkan jika perempuan menghaturkan sembea punjung tu’un.

8. Macung Tebeu Mleu
Macung tebu hitam memiliki makna panen semua hasil kerja yang dilakukan oleh masyarakat kutei. Tebu akan dipancung oleh rajo atau tetuei dengan sebilah rudus atau pedang khusus yang hanya boleh dikeluarkan dari sarungnya oleh tuei umbung. Dengan tebu telah ditetak, menandakan menari dan jamuan dapat dimulai.

9. Mdu’o
Nduo adalah doa selamat kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang akan dibacakan oleh seorang pemuka agama yang telah ditunjuk oleh tuei umbung. Doa dapat disampaikan dalam bahasa Arab, Rejang dan Melayu (bahasa Indonesia).

10. Menari Bersama (Tari Kejei)
Menari bersama adalah puncak pesta atau umbung. Tari dibuka oleh anok sangei kemudian akan mengajak tamu-tamu lain untuk menari. Seorang anok sangei akan menyampirkan kain songket atau selendang kepada tamu kehormatan sebagai undangan untuk menari. Rajo atau tamu kehormatan akan menuju tempat menari diikuti tamu-tamu lainnya.

11. Jamuan
Santapan disajikan. Dari sudut pengujung, Tuei Jenang didampingi Tuei Umbung akan menyampaikan kepada rajo, bahwa jamuan telah disajikan dan disilakan untuk bersantap. Kalau tempat jamuan terpisah, Tuei Jenang bersama Tuei Umbung akan mengundang rajo untuk menuju ke tempat jamuan, selanjutnya jamuan disiapkan oleh para jenang.
Seorang jenang tuei akan menunjuk beberapa jenang ei (jenang ulu) untuk menghidang dan mengatur jamuan di pengujung. Beberapa orang jenang ei itu akan duduk di tengah-tengah barisan atau lingkaran tamu di pengujung, lalu akan menyambut hidangan dan mengaturnya. Saat mengatur makanan jenang ei harus duduk dalam posisi letuet sujut atau bersimpuh melipat kaki. Piring-piring hidangan disusun satu demi satu dengan pelan penuh kesopanan di atas tikar, tidak boleh sekaligus dua piring. Kesalahan cara penyajian bisa berakibat jenang tuei dan jenang lainnya bisa dihukum punjung.

12. Sambeui Gandei Sebilei/Seluweng
Sambei Gandei adalah mutus kejei, sebagai acara tari-tarian dan nyanyi-nyanyian yang dilaksanakan setelah Kejei Sembea, menari bersama dan jamuan (lihat Jaspan, 1963:27), dilaksanakan seharian atau semalam suntuk. Sambeui Gandei merupakan acara hiburan, tidak termasuk kegiatan wajib dalam sebuah umbung, tergantung dengan kebutuhan dan kesanggupan waktu dan ekonomi ahli atau penyelenggara umbung/bimbang. Dalam sambeui gandei akan dilaksanakan menari, nandak, nyambei atau berejung, termasuk diperbolehkan kesenian modern dan dari luar Rejang.

13. Membongkar Pendei
Membongkar pendei menandai kegiatan umbung telah selesai. Bahan-bahan pendei tidak boleh dibuang. Padi akan dikembalikan ke lumbungnya, bahan-bahan makanan akan dibagi-bagikan, rangka pendei akan disimpan untuk dapat dipakai kembali di kegiatan lainnya. Pembongkaran pendei dilakukan oleh tuei umbung atau orang yang ditunjuk tuei umbung untuk melakukannya.

Larangan-Larangan yang Bersifat Adat dalam Umbung Kutei

  1. Memakai payung berwarna kuning, karena payung kuning atau berwarna kuning adalah pakaian rajo. Hanya rajo dan tetuei yang boleh memakai payung berwarna itu. Sanksi yang melanggar payungnya akan disita kemit atau tukang sambang.
  2. Mengambil isi pendei sebelum acara pemancungan tebu, jika dilanggar sanksi bagi pelaku adalah dipunjung dan diusir dari tempat umbung.
  3. Membongkar pendei sebelum acara selesai. Sanksi yang melanggar adalah dipunjung dan diusir dari tempat umbung.
  4. Menari atau bermusik/membunyikan alat musik tanpa izin rajo, tuei kutei atau tuei umbung, jika dilanggar sanksinya dipunjung.
  5. Menari atau bermusik/membunyikan alat musik sebelum Tari Ibeun Sembea Anok Sangei dan Tari Kejei. Sanksi yang melanggar akan dipunjung dan diusir dari tempat umbung.
  6. Membawa keris atau senjata lainnya. Orang-orang yang berhak membawa keris adalah rajo, tetuei kutei atau adat dan tuei umbung. Sanksi bagi yang melanggar akan dipunjung dan keris disita.

REFERENSI

  1. Badan Musyawarah Adat Kabupaten Kepahiang. Adat Hejang Kepahiang, Bumei Sehasen Kepahiang. Kepahiang: tp. 2012.
  2. Hazairin. De Redjang, De Volksordening, Het Verwantschaps, Huwelijks En Erfrecht. Bandung: A.C. Nix & Co. 1936.
  3. Jaspan, M.A. From Patriliny To Matriliny Structural Change Among The Redjang of Southwest Sumatra. Vol 1. Thesis submitted for the Degree of Doctor of Philosophy in the Australian National University. 1964a
  4. ---------------. From Patriliny To Matriliny Structural Change Among The Redjang of Southwest Sumatra. Vol 2. Thesis submitted for the Degree of Doctor of Philosophy in the Australian National University. 1964b
  5. ---------------. Materials For A Rejang - Indonesian - English Dictionary. Collected by With a fragmentary sketch of the Rejang language by W. Aichele,and a preface and additional annotations by P. Voorhoeve. Materials In Languages Of Indonesia, No. 27. Canberra: Department of Linguistics Research School of Pacific Studies The Australian National University. 1964c.
  6. Siddik, Abdullah. Hukum Adat Rejang. Jakarta: Balai Pustaka. 1984.
  7. Swaab, J.L.M., Beschrijving der Onderafdeeling Redjang dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 01/1916, Volume 72, Issue 1.
  8. Tim Penyusun PPKD Kabupaten Kepahiang. Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Kepahiang. Kepahiang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kepahiang. 2022.
  9. Van den Berg L.W.C., Oendang-Oendang Adat Lembaga, Peratoeran Van 1866, Peratoeran Van 1868, Oendang-Oendang Simboer Tjahaja dalam Bijdragen Tot De Taal Land En Volkenkunde. Koninklijke Brill Nv. Volume 43, Issue 1. 1880.






Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

1 comment for "UMBUNG KUTEI: SEJARAH DAN ASPEK KINETIK & MNEMONIKNYA BAGI ORANG REJANG KEPAHIANG"

  1. Terima kasih atas informasinya, sangat bermanfaat.

    ReplyDelete

Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus