Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CERITA RAKYAT REJANG: TIGA BERSAUDARA PEMALAS

Tiga bersaudara yang pemalas, (AI)

Ada tiga saudara laki-laki, anak-anak seorang kaya raya, yang ayahnya sudah meninggal dan ibunya juga telah meninggal. Terbiasa hidup manja, sepeninggal orang tuanya itu mereka terus hidup bermalas-malasan. Perlahan, harga yang ditinggalkan oleh ayah mereka habis dan mereka jatuh ke dalam kemiskinan, karena mereka tidak memiliki sumber penghasilan dan tidak ada yang mau bekerja.

Si sulung berkata: "Mari kita jual kursi dan meja kita untuk membeli makanan."

Setelah uang yang mereka terima dari penjualan barang itu habis, secara bergiliran perabotan rumah lainnya, seperti lampu, lemari, peti dan sebagainya juga dijual sampai tidak ada lagi yang tersisa.

Suatu hari si sulung berkata: "Adik-adikku, sekarang tidak ada barang lagi yang bisa kita jual. Tinggallah kalian, saya akan pergi keluar untuk mencari uang untuk pembeli makanan."

Seharian Si Sulung pergi ke sana ke mari. Sama sekali dia tidak mencari pekerjaan, melainkan hanya berkeliling dusun dan pasar. Ketika dia kembali ke rumah, saudara-saudaranya bertanya kepadanya: "Apa yang kamu bawa dari perjalananmu?"

Si Sulung menjawab: "Saya tidak mendapatkan apa-apa di jalan; saya bertemu seekor kambing betina yang sangat besar, lehernya mencapai langit."

Si Tengah berkata: "Apa yang kamu bicarakan, kakak? Kamu adalah seorang pembohong. Besok pagi biarlah aku yang keluar mencari makanan."

Besok paginya, Si Tengah pun pergi. Seharian dia ke sana kemari, tetapi tidak mencari pekekerjaan. Setelah kelilingmmelihat-lihat keramaian pasar, dia tidur-tiduran di bawah sebatang pohon di tepi sungai. Sorenya ia kembali, tentu saja dengan tangan kosong.

Setelah kembali ke rumah, si bungsu bertanya: "Apa yang kamu bawa dari perjalananmu?"

Si Tengah menjawab: "Saya tidak bisa membawa apa-apa dari perjalanan saya. Selama berkeliling, saya melihat tanaman rotan yang sangat panjang dan ujungnya mencapai langit."

Ketika Si Bungsu mendengar omong kosong yang dibawa oleh kakak-kakaknya, dia segera pergi ke bawah dan segera kembali ke atas.

Si kakak tertua bertanya kepadanya: "Dari mana kamu, Adik?"

Si Bungsu menjawab: "Saya pergi berjalan-jalan di desa kita dan semua penduduk desa mengatakan, bahwa mereka mendengar suara gendang besar yang katanya berasal dari beduk di Mekah."

Ketika saudara-saudara lain mendengar itu, mereka berkata: "Nah, kamu pasti pembohong. Jika apa yang kamu katakan benar, kami pasti akan mendengar suara itu di rumah juga."

Si Bungsu berkata: "Apa yang saya katakan itu benar, kakak-kakakku. Anda bisa bertanya kepada penduduk desa lain. Saya pikir, beduk itu terbuat dari kulit kambing yang dilihat oleh kakak tertua kita saat itu".

"Oh, ya? Dan bagaimana kulit itu dipasang dan diikat?" tanya Si Tengah.

Si Bungsu berkata: "Dengan rotan yang kakak tengah temui."

"Bagaimana suaranya beduk itu?" tanya Si Sulung.

Si bungsu menjawab: "Bunyinya begini: bo-hooong.... Bo-hoong. Dan ketika dipukul berulang-ulang, maka bunyinya: bohong.... Bohong....”

Si Sulung dan Si Tengah tertawa terbahak-bahak mendengar cerita adiknya, yang juga sebagai ejekan bagi mereka berdua.

Si Sulung kemudian berkata: "Sudah cukup sekarang, kita akhiri di sini. Ternyata kita sama pandainya dalam menjual cerita yang tak masuk akal."

Keesokan paginya si sulung berkata kepada saudara-saudaranya: "Ayo kita pergi dan tipu orang biar bisa mendapatkan uang, lalu kita bisa berdagang.”

Jawab Si Bungsu terhadap usulan tersebut: "Apa! Kita akan menipu orang? Alangkah sayangnya kepintaran kita hanya untuk menipu orang.

"Lalu, bagaimana kita harus mencoba mencari nafkah?" tanya Si Sulung. "Apa yang harus kita lakukan?"

Jawab Si Bungsu: "Mari kita berkeliling dan menjual cerita-cerita lucu kepada masyarakat.”

Sumber:
O.L. Heilfrich (1927)
Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "CERITA RAKYAT REJANG: TIGA BERSAUDARA PEMALAS"