Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

LAHIR PUISI, ANTARA KERJA DAN INSPIRASI


Dalam banyak peristiwa pelatihan penulisan puisi, dimana saya berkesempatan menghadiri untuk menjadi pematerinya, semua materi yang disajikan biasanya beranjak dari pertanyaan “bagaimana cara menulis puisi” atau “bagaimana proses sebuah puisi lahir”. Ada juga pernyataan menarik dari seorang peserta, yang menceritakan bahwa dia pernah mengikuti pelatihan menulis puisi lalu instrukturnya berkata, bahwa dalam menulis puisi, maka tulis-tulis saja apa yang terlintas di pikiran anda, hasilnya tak perlu dilihat-lihat lagi, serahkan saja kelak penilaiannya kepada pembaca.

-----------------------------------------------
Seorang teman penyair pernah bercerita kepada saya, bahwa dia pernah punya semacam rencana menerbitkan 2-3 antologi dalam setahun. Demi mewujudkan rencana itu, dia membuat program kecil yaitu satu hari satu puisi. Tetapi, lacur, dia gagal menjalankan programnya itu, karena ternyata dia tak pernah mampu menulis satu puisi dalam sehari, justru yang terjadi dalam waktu berhari-hari hanya satu puisi yang bisa ia tuntaskan setengah jadi.
------------------------------------------------

Berbicara tentang bait-bait puisi asli sebagai usaha mimetik untuk mengimitasi dunia, Paul Valery mengatakan, bahwa selarik sajak diberikan oleh Tuhan atau alam, sedangkan selebihnya harus ditemukan oleh si penyair itu sendiri. Pada dasarnya memang puisi-puisi telah disediakan oleh alam atau dunia, di mana penyair tinggal menulisnya saja. Tentu saja, puisi-puisi itu bukanlah sebuah puisi yang utuh, sebagaimana juga alam yang dinamis, maka bentuknya pun akan berubah-ubah bahkan dengan sangat cepat, sehingga hanya menjadi serpihan-serpihan, larik yang samar-samar, bahkan hanya sebagai sebuah kabut gagasan atau pun hanya cahaya tunggal. 

Saya kira, dengan dinamika dan revolusi alam seperti itu, maka sangat diperlukan kehadiran penyair untuk menangkap pesan-pesan lewat dari Alam, bahkan Tuhan. Mungkin siapa saja bisa menangkap larik-larik pesan yang samar itu, namun apakah semua orang akan bisa menerjemahkannya lalu mewujudkannya dalam butir-butir kata. Bahkan, sebagaimana yang kembali dikatakan Paul Valery, seorang penyair, penulis esai dan filsuf Perancis yang pernah dinominasikan untuk Hadiah Nobel untuk bidang sastra menyatakan, adalah tugas penyair adalah menulis ulang kerumitan puisi-puisi agung tersebut. Keperluan terhadap kepekaan rasa, pemahaman bahasa yang tinggi dan kompleks jelas harus dimiliki oleh penyair untuk bisa melakukan tugas itu, karena apa yang disampaikan oleh alam itu sendiri sebenarnya memang telah merupakan pesan-pesan puitis.
Secara mimetik, penyair bertugas "meng-kata-kan" dunia, dan dengan tidak bermaksud "menyederhanakan" dunia
Kita bisa mengatakan potongan-potongan pesan yang datang dan tertangkap itu sebagai inspirasi, di mana sebuah situasi atau keadaan yang tak terencana datang tiba-tiba sebuah larik melalui panca indera. Puisi-puisi di alam itu terlihat oleh mata tergariskan selarik di atas selembar daun, atau dingin angin menuliskannya di kulit lengan. Dia datang dalam situasi yang spontanitas.

Saya pernah menuliskan, bahwa sebuah puisi lahir pada awalnya merupakan sebagai respon spontan terhadap fenomena yang kita terima melalui panca indera dan perasaan. Sebatas ini kita telah dapat menyatakan bahwa sebuah puisi telah lahir, sebagai usaha penerjemahan, hasil tangkapan terhadap suara alam, fenomena atau peristiwa di sekitar kita. 


Dalam sebuah esai pendek mengenai proses kreatif pribadi, ada dua konstruksi yang ditawarkan oleh Stephen Spender (1909-1995), seorang penyair Inggris yang berkonsentrasi kepada tema-tema perjuangan kelas dalam karyanya. Dia mengatakan, bahwa segala-galanya dalam puisi adalah kerja dan inspirasi. Dua konstruksi yang menjadi pegangan, pengejawantahan tanggung jawab seseorang saat memosisikan dirinya sebagai penyair, bagaimana menulis puisi bukanlah sebuah kegiatan “sekedar”, sekedar menulis-sekedar puisi.

Auden's Funeral
by: Stephen Spender

One among friends who stood above your grave
I cast a clod of earth from those heaped there
Down on the great brass-handled coffin lid.
It rattled on the oak like a door knocker
And at that sound I saw your face beneath
Wedged in an oblong shadow under ground.
Flesh creased, eyes shut, jaw jutting
And on the mouth a grin: triumph of one
Who has escaped from life-long colleagues roaring
For him to join their throng. He's still half with us
Conniving slyly, yet he knows he's gone
Into that cellar where they'll never find him,
Happy to be alone, his last work done,
Word freed from world, into a different wood.

Apakah kerja yang dilakukan dalam menulis puisi itu diselesaikan saja secara cepat, atau memang itu merupakan suatu proses evolusi yang bergerak perlahan-lahan dari tahap ke tahap berikutnya. Curahan pikiran, lelah, wawasan, keharusan memasuki wilayah sepi, bisa dikatakan adalah bagian-bagian kerja dalam menulis puisi. 

Menulis puisi itu bekerja, sebuah pekerjaan seorang penyair! Sementara, kerja itu sendiri merupakan alat yang dipergunakan seorang penyair dalam mewujudkan dunia menjadi kata.

Kerja yang dimaksud oleh Stephen Spender itu sendiri tidaklah sesederhana kosa kata itu sendiri. Kerja ini secara radikal diartikan sebagai “konsentrasi”; mengorganisasikan semua kelelahan, bagaimana penggarapan selarik puisi bisa memunculkan suatu pemandangan ke pemandangan lain, di mana pada hasil akhir bisa saja akan mengubah versi yang pertama kali ditulis. 

Inspirasi merupakan permulaan dari sebuah puisi, dan sekaligus juga sebagai tujuan penulisan puisi itu. Inspirasi merupakan gagasan pertama yang muncul dalam benak si penyair dan inspirasi pun adalah gagasan terakhir yang diperolehnya dalam kata-kata yang dituangkannya dalam karyanya itu. Singkatnya, pada akhirnya karya yang sedang diproses itulah yang menjadi lubuk inspirasi bagi penyair. Sementara, di antara di awal dan akhir itu, terdapat usaha dan perjuangan yang keras.

Dengan adanya inspirasi ini, penyair bisa melepaskan diri dari realitas nyata, selarik puisi dari alam atau kehidupan nyata telah berpindah ke dunia imajinasinya, telah berada di dalam puisinya sendiri. Mencipta puisi adalah mengimitasi dunia, sekaligus juga menciptakan sebuah "dunia" baru.

Pada ranah pembaca, dunia baru ini yang menjadi tawaran. Apakah pembaca melihatnya sebagai memang "dunia" baru. Atau, pembaca akan melihatnya sebagai rentetan kata-kata hampa, HANYA suatu wilayah kosong yang tidak menawar sebuah referensi pun yang dapat diambil dari puisi tersebut.

Seorang penyair, kata Stephen Spender, adalah seorang yang tidak pernah melupakan kesan-kesan perasaan tertentu yang pernah dialaminya dan yang bisa dihidupkannya kembali dan kembali lagi seakan-akan masih dengan kesegarannya yang semula. Mungkin karena ini juga, kesan-kesan yang hidup itulah membuat "Senja Di Pelabuhan Kecil" dari pengalaman yang sangat pribadi Chairil Anwar mampu menjadi peristiwa yang teralami juga oleh pembaca. 

Senja Di Pelabuhan Kecil

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Chairil Anwar (1946)

Adalah sebuah keajaiban, bagaimana akhir sebuah puisi akan berbeda dengan inspirasi awal. Menulis puisi bukan sekedar menulis apa yang ada dalam imajinasi, tetapi menulis puisi adalah usaha penerjemahan, menginterpretasikan dan pengorganisasian unsur-unsur kebahasaan, hingga menciptakan imajinasi-imajinasi baru. Dengan keajaiban ini, maka akan selalu ada pencerahan yang bertahan lama ketika puisi itu tiba di tangan pembaca.

Penyair bukanlah seorang tukang cerita, tetapi memang dia dengan segenap jiwa tengah berada di dalam sebuah arus peristiwa. Usaha dalam menulis puisi merupakan kerja inspirasi yang tak henti-henti. Seorang penyair adalah orang yang bisa “meng-kata-kan” rasa bahagia, kesedihan, kemarahan, keindahan. Seorang penyair adalah orang yang bukan hanya melihat air mata jatuh, tetapi mampu “mengkatakan” proses air mata itu tercipta, mengalir. 

(bersambung)
Kepahiang, November 2019




Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

2 comments for "LAHIR PUISI, ANTARA KERJA DAN INSPIRASI"

Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus