Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MULTIVERSE CERITA LALAN BELEK

Sumber gambar pxhere.com

Prolog

Diceritakan di sebuah hutan belantara terdapat sebuah mata air yang menjadi tempat mandi para bidadari dari kayangan. Ada tujuh bidadari, yang setiap malam bulan purnama tanggal empat belas, turun untuk mandi di sana. Ketujuh bidadari tersebut merupakan kakak-beradik yang diketahui bernama; Nawang Sasi, Nawang Sari, Nawang Lintang, Nawang Dadar, Nawang Langit, Nawang Terang, dan Nawang Wulan.

Bulan purnama yang kesekian kalinya,Tujuh bidadari ini turun ke bumi, ke tempat biasanya mereka mandi. Sebenarnya mereka dilarang oleh para dewa kala itu, namun mereka bersikukuh tetap turun ke bumi. Saat itu pula malapetaka pun tiba, selendang terbang kepunyaan Nawang Wulan atau Putri Lalan sapaan akrabnya hilang. Dengan berat hati Putri Lalan ditinggalkan seorang diri oleh kakak-kakaknya yang kembali ke kayangan.

Usut punya usut selendang Putri Lalan ternyata dicuri oleh seorang pemuda yang bernama Bujang Mengkurung. Ia hidup di hutan bersama seorang nenek tua yang kerap bercerita kepadanya perihal para bidadari yang sering mandi setiap malam bulan purnama di mata air tak jauh dari pondok tempat mereka tinggal. Akibat rasa penasaran Bujang Mengkurung berangkat ke sana guna memastikan kebenaran cerita nenek. Dan benar adanya, Bujang Mengkurung melihat dengan mata kepalanya sendiri para bidadari mandi di sana. Sementara tak jauh dari tempatnya mengintip, baju serta selendang para bidadari tergeletak.

Karena tertarik oleh paras cantik para bidadari, si Bujang Mengkurung memiliki siasat jahat untuk mencuri salah satu selendang dari ketujuh bidadari itu. Tanpa berpikir panjang Bujang Mengkurung mengambil satu selendang, yang ternyata kepunyaan Nawang Wulan (Putri Lalan). Singkat cerita, Bujang Mengkurung mendapati Putri Lalan sedang bersedih, menangis terisak-isak. Bujang Mengkurung berpura-pura tidak tahu. Kemudian mengajak Putri Lalan pulang ke pondok nenek tua tempatnya tinggal.

Hari demi hari berganti, mereka semakin dekat dan saling jatuh cinta, lalu memutuskan menikah. Mereka dikaruniai seorang anak dan hidup bahagia. Namun hari itu tiba, secara tidak sengaja Putri Lalan menemukan kembali selendangnya yang hilang di langit-langit rumah mereka. Putri Lalan kecewa serta marah kepada Bujang Mengkurung. Akhirnya ia memutuskan kembali ke kayangan dan membawa serta anaknya saat itu juga. Bujang Mengkurung menyesal, kemudian mencoba melarang Putri Lalan pergi sambil berteriak “Oi Lalan belek! Oi Lalan belek! (Oi Lalan kembali! oi Lalan kembali!)”. Namun terlambat, Lalan tak pernah kembali.

Begitulah kira-kira sekilas dari cerita rakyat di Tanah Rejang, Lalan Belek. Cerita di atas adalah versi yang pada umumnya banyak tersebar di kalangan masyarakat suku Rejang. Lalan Belek sendiri merupakan judul lagu Rejang yang terkenal lewat lantun ratapan serta lirik atau syairnya yang tertib rima. Berisi petatah-petitih dan kepedihan dalam menjalani kehidupan. Lagu Lalan Belek biasanya diiringi permainan gitar tunggal (me-Rejung).

Lagu Lalan Belek

Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek
Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek

Kemok buluak si depeak depeak (nang au)
Kemok dawen si lipet duwai (lipet duwai)
Kunyau depuluak etun temegeak (nang au)
Belek asen ite beduai ite beduai

Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek
Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek

Amen ku namen repie epet (nang au)
Coa kumelapen ebuak kedulo (ebuak kedulo)
Amen kunamen idup yo peset (nang au)
Coa ku elok tu’un moi dunio (tu’un moi dunio)

Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek
Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek

Amen ba ade seludang pinang (nang au)
Jano guno ku upeak igai (ku upeak igai)
Amen ba ade bayang betunang (nang au)
Jano guno bemadeak igai (bemadeak igei)

Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek
Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek

Bilai iyo temanem tebau (nang au)
Memen sebilai temanem suie (temanem suie)
Bilai iyo ite betemau (nang au)
Memen sebilai ite beceei (iIte beceei)

Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek
Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek
Oi Lalan belek… oi Lalan belek… Lalan belek …

Perspektif Lalan Belek

Dari sebuah lagu, kemudian muncullah cerita di baliknya seperti yang tertulis di awal paragraf tulisan ini. Entah dari mana asal-mulanya demikian. Sebenarnya, saya pun tak berani memastikan juga mana yang lebih dahulu. Lagu Lalan Belek mengembangkan cerita atau cerita Lalan Belek memunculkan lagu? Barangkali di lain kesempatan saya akan menemukan jawabannya.

Terlepas soal berbagai pertanyaan tentang Lalan Belek, saya ingin membagikan cerita Lalan Belek versi lain yang berbeda. Jika ditilik sebelumnya, cerita Lalan Belek yang banyak beredar saat ini memiliki kemiripan dengan cerita rakyat, seperti Jaka Tarub dan cerita-cerita tentang bidadari di berbagai daerah lain, terutama Jawa. Seperti bidadari yang berjumlah tujuh orang, lalu seorang pemuda atau bujangan mencuri selendangnya, selendang yang dicuri adalah kepunyaan bidadari bungsu, serta berlanjut ke pernikahan anak manusia dengan bidadari tersebut. Menurut hemat saya, ini jelas bertolak belakang dengan dari mana berasalnya cerita Lalan Belek, yang tak lain dan tak bukan adalah cerita rakyat milik masyarakat di Tanah Rejang di Bengkulu, Sumatera.

Kebanyakan cerita rakyat ataupun mitos di daerah Sumatera, khususnya Sumatera bagian selatan mengambil tema tentang manusia jadi-jadian, manusia yang mempunyai kemampuan di luar nalar, manusia setengah hewan, serta makhluk aneh yang belum pernah dilihat oleh manusia. Semisal contohnya cerita Orang Pandak, Sipait Lidah, Tujuh Manusia Harimau, Semidang Bukit Kabu, Siamang Putih, dan masih banyak lagi.

Maka dari itu, untuk cerita Lalan Belek ini, saya berasumsi bahwa telah terjadi modifikasi terhadap tokoh utama (si Lalan itu sendiri) dan alur ceritanya. Bisa jadi dikarenakan cerita rakyat yang bersifat sastra lisan, dituturkan secara turun-temurun. Sehingga menimbulkan alternatif-aternatif cerita pada saat sampai kepada para pendengar berikutnya. Dari data yang saya temukan baik itu fisik maupun digital, diperoleh tulisan cerita Lalan Belek dengan versi hampir seragam seperti yang saya kemukakan di atas tadi.

Sebuah tulisan cerita Lalan Belek yang saya temui di salah satu laman digital, tertera nama penulisnya. Dari nama tersebut, saya sangat meyakini yang bersangkutan bukanlah orang yang berasal dari Tanah Rejang. Akan tetapi, saya meyakini bahwa penulis tersebut telah melakukan riset lapangan dan mencari tahu informasi tentang cerita Lalan Belek.

Persoalannya adalah apakah narasumber yang ditemui oleh penulis itu sudah tepat atau tidak. Kemudian, persoalan yang menyangkut latar belakang penulis. Tidak menutup kemungkinan kedua faktor tersebut (mungkin ada faktor lain) yang membuat cerita Lalan Belek memiliki kemiripan dengan cerita Tujuh Bidadari di daerah lain. Atau mungkin bisa jadi cerita Lalan Belek dirombak sedemikian rupa agar menjadi cerita yang tidak asing bagi kebanyakan orang, tentang seorang pemuda pencuri selendang bidadari yang sedang asik mandi?

Saya tak bermaksud membuka perdebatan mengenai cerita Lalan Belek yang sesungguhnya seperti apa akibat analisis saya yang barangkali ngawur, tetapi di sini saya hanya menawarkan cerita Lalan Belek dengan versi berbeda. Anggaplah ini semacam multiverse seperti yang ada di Marvel Cinematic, namun versi kearifan lokal lewat cerita Lalan Belek. Latar belakang, alur cerita, serta karakter tokoh Lalan yang sangat berbeda dari cerita sebelumnya.

Versi lain cerita Lalan Belek yang akan saya sajikan bukanlah karangan belaka. Sebab cerita ini merupakan memori masa kecil saya yang kala itu kerap didongengkan oleh ibu saya “Lalan Belek” sebelum tidur di malam hari.

“Tidurlah nak, tidurlah segera! Kita tidak pernah tahu, Lalan saat ini di mana. Bisa saja ia ada di depan rumah kita. Dan akan menerkam anak kecil yang belum tertidur di malam hari.”

Kisah Lalan Belek

Dahulu ada sebuah dusun terpencil di kaki bukit, di sana hidup seorang laki-laki bersama ibunya. Mereka hanya berdua dalam sebuah rumah kecil yang dindingnya terbuat dari ayaman bambu, beratapkan rumbia, dan beralaskan tanah. Laki-laki itu bernama Lalan. Lalan beserta ibunya sudah lama ditinggalkan oleh sosok seorang ayah. Lalan yang pada saat itu belum mengerti apa-apa.

Ayahnya meninggal di dalam hutan dengan kondisi mengenaskan. Seisi perutnya terburai, sementara wajahnya penuh dengan luka seperti bekas cakaran hewan buas. Ketika Lalan yang sudah remaja dan cukup mengerti perihal apa saja, ia sering membantu ibunya dalam pekerjaan. Apa pun pekerjaan dikerjakan ibunya demi menghidupi anak semata wayang. Mulai dari membantu menggarap sawah milik tetangga, berjualan pakis hutan, dan membersihkan pekarangan balai dusun. Itu pun diupah secukupnya, namun bagi ibu Lalan, itu lebih dari cukup jika hanya untuk memberi makan Lalan meskipun ia sendiri acapkali menahan lapar ketika panci di dapur cuma terisi untuk satu piring nasi anaknya.

Sebenarnya Lalan tidak pernah tahu di mana dan ke mana ayahnya. Ibunya selalu berkilah jika Lalan menanyakan perihal ayah, “ayahmu masih di luar dusun mencari emas di sebuah tambang, secepatnya ia segera kembali ke rumah”. Sampai pada suatu hari, Lalan sedang bermain di lapangan terbuka, tempat biasa anak-anak dusun berkumpul bermain batekong.

Lalan yang saat itu kebetulan bersama temannya bersembunyi di tempat yang sama, mendapatkan cerita dari temannya tersebut. Bahwa ayah Lalan dulu mati diterkam harimau di hutan saat sedang berburu babi bersama warga dusun. Temannya memperoleh cerita tersebut dari orangtuanya. Perasaan Lalan bercampur aduk saat itu juga, ia ingat bahwa selama ini ibunya berbohong, ayahnya sudah lama tiada.

Seiring berjalannya waktu, Lalan semakin dewasa. Semenjak pertama kali Lalan tahu bahwa ayahnya sudah meninggal, hubungan Lalan dengan ibunya tidak begitu harmonis. Walaupun dari lubuk hati yang paling dalam, Lalan tetap menyayangi ibunya begitu juga sebaliknya. Mereka tetap tinggal dalam satu rumah. Lalan tetap menjaga ibunya yang kian renta, ia lebih giat bekerja dan melarang ibunya untuk melakukan pekerjaan yang terlalu keras.

Layaknya seorang pemuda yang sudah mengenal lawan jenis, Lalan mengalami perasaan jatuh cinta untuk pertama kali dengan seorang gadis dusun. Cinta Lalan disambut, mereka pun menjalani hubungan asmara bujang-gadis seperti kebanyakan teman seusia. Hingga akhirnya mereka bersepakat untuk menikah. Namun malang, nasib berkata lain. niat baik Lalan ditolak mentah-mentah oleh kedua orang tua gadis tersebut.

Lalan mengalami depresi yang amat dalam. Segala sesuatu terbengkalai, bahkan dirinya sendiri pun tidak terurus. Badannya kurus kering, dan terlihat memar di sekitar kening. Ibu Lalan juga tak dapat berbuat apa-apa, ia hanya bisa menasihati serta menyemangati anak semata wayang semampunya.

**
Malam keempat belas dan bulan purnama sedang nyala-nyalanya. Sudut-sudut dusun yang biasanya gelap, menjadi benderang. Tak begitu pasti saat itu pukul berapa, dari semak belukar di belakang rumah Lalan bayangan seekor binatang berukuran cukup besar semakin mendekat. Terdengar decit pintu terbuka berbarengan dengan suara auman yang seperti tertahan.

Lalan mendekatinya, seperti sudah lama menantikan sebuah pertemuan, keduanya menunjukkan gestur haru. Tak lama kemudian Lalan dan harimau itu berjalan ke arah hutan lalu perlahan mereka menghilang.

***

Belum nampak matahari dari punggung gunung, seisi dusun gempar, ibu Lalan berteriak minta tolong. Lalan raib semalam, sebelumnya ia sempat meminta hal aneh kepada ibunya, agar bersenandung Rejung di dekatnya seperti dulu ketika masa kanak-kanak sebelum ia tidur. Lalan tak pernah kembali. Lalan tak pernah pulang. Berbagai cara sudah dicoba oleh warga dusun demi menemukan Lalan, namun tak jua mendapatkan hasil.

Sempat salah seorang warga melaporkan ke dusun bahwa ia melihat sosok yang mirip Lalan ketika sedang di dalam hutan mencari rebung. Akan tetapi, sosok itu hilang di balik pohon besar dan tiba-tiba muncul seekor harimau yang membuat warga tersebut ketakutan berlari ke dusun.

Ibu Lalan akhirnya hanya bisa pasrah. Setiap malam bulan purnama, ia selalu bersenandung di belakang rumah. Sembari merapalkan doa-doa, bibirnya keluh melanjutkan senandung Rejung, meminta Lalan agar pulang ke rumah mereka, “Oi Lalan belek…, oi Lalan belek…(oi Lalan pulang…, oi Lalan pulang).

Penutup

Cerita Lalan Belek di atas adalah selintas ingatan ketika ibu saya menuturkannya yang kemudian saya coba tuangkan dalam bentuk tulisan. Tentu sangat berbeda dari versi yang banyak beredar di kalangan masyarakat Tanah Rejang pada umumnya. Lantas yang manakah orisinal cerita Lalan Belek sesungguhnya? Saya pun baru menyadarinya saat sudah dewasa dan secara kebetulan suatu hari mendapati buku kumpulan cerita rakyat Bengkulu. Saya langsung membaca halaman cerita yang berjudul Lalan Belek di buku tersebut, lalu sedikit terkejut karena ada perbedaan dari yang diceritakan oleh ibu saya sewaktu kecil dulu.

Setelah menimbang-nimbang, saya pikir biarlah Lalan Belek menjadi warisan cerita yang kelak tetap dapat dinikmati oleh anak-cucu suku Tanah Rejang. Apa pun itu versi ceritanya, Lalan Belek merupakan folktale asli kepunyaan Rejang sampai kapan pun. Walaupun dengan latar belakang cerita berbeda. Anggap saja ada semesta lain atau semacam alternate reality di mana sosok Lalan berbeda dari dunia sebelumnya. Lalan sebagai perempuan kayangan (Putri Nawang Wulan) dan Lalan sebagai laki-laki yang raib bersama harimau.

Tulisan ini sebelumnya telah dipublikasikan di https://cerano.id/multiverse-cerita-rakyat-lalan-belek/ (diterbit ulang dengan izin admin link untuk blog ini)

Tanggapan 1 (Emong Soewandi)
(dikutip dari komentar di link cerano.id)

Saya berkeyakinan jika Lalan Belek (LB, versi bidadari) merupakan hasil migratoris dari dongeng lain yang sejajar tema (Nawang Wulan), yang kemudian diterima oleh masyarakat Rejang menjadi bagian folklor mereka. (Saya sendiri pernah menulis tentang LB (Nawang Wulan) adalah hasil migratoris di salah satu media cetak Bengkulu).

Dari beberapa referensi asing (berbahasa Belanda), tidak ada catatan dongeng Rejang tentang bidadari ini yang bertajuk LB, namun yang ada adalah Bujang Mengkurung/Bujang Kurung (BM), dimana memang dalam dongeng ini nama salah satu bidadari itu adalah Lalan.

Saya menganggap LB (versi harimau) adalah kisah asli yang memang bertajuk LB. Artinya, telah terjadi kesalahan persepsi terhadap kisah LB. Dongeng LB harus dilihat di versi harimau, sedangkan “Lalan Belek” (versi bidadari) harus dilihat sebagai dongeng yang bertajuk BM.

Mengapa pada BM menggunakan nama Lalan, tak lain karena Lalan adalah nama sapaan yang pernah popuper bagi si upik (untuk bayi disebut cupik), anak gadis yang dimanja, di masyarakat Rejang.

Ada beberapa dongeng Rejang lain juga menggunakan nama Lalan, seperti dalam dongeng Muning Raib atau Asal-Usul Pandan.

Kesimpulannya, tidak ada dua versi LB, sebalik yang ada adalah kesalahan tajuk. Tugas kita, mungkin terutama Ganda, meluruskan bahwa LB dan BM adalah dua cerita berbeda dengan tajuk yang berbeda. BM tidak boleh lagi disebut sebagai LB. Permasalahannya sekarang, orang-orang Rejang sendiri telah terlanjur menjadi BM sebagai LB, sehingga masyarakat luar pun akan melihat jika LB adalah kisah bidadari.

Mengapa LB (harimau) tenggelam di bawah “LB” (bidadari)? Apakah karena ada alasan-alasan X, maka LB telah disengaja digeser ke BM, lalu BM pun dianggap sebagai dongeng LB?

Tanggapan 2 (Gansu Karang Nio)
Terimakasih atas komentarnya kak emong. Sebagaimana ingatan dongeng ibu dulu, maka tulisan ini saya terbitkan.

Di sini saya menemukan titik terang soal cerita Lalan Belek dan sependapat, bahwa dongeng Lalan Belek yang sesungguhnya adalah kurang-lebih seperti yang saya sajikan dalam tulisan tersebut.

Serta sepakat, yang beredar soal Lalan sebagai bidadari (dedarai) adalah cerita tentang Bujang Mengkurung.

Post a Comment for "MULTIVERSE CERITA LALAN BELEK"