Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CERITA RAKYAT SERAWAI: PUYANG KASUT

Rumah tradisional Serawai

Puyang Kasut Pendiri Dusun

Mengapa disebut Puyang Kasut? Nama asli Puyang Kasut telah hilang, tetapi ia dikenal sebagai pendiri dusun Kasut. Dusun ini mendapat namanya karena setiap orang yang masuk ke dalam dusun ini sering tersesat, terutama mereka yang baru datang. Meskipun dusun ini tidak terlalu besar, namun cukup padat penduduknya. Dikisahkan bahwa di dusun ini terdapat kera yang memiliki tingkah laku seperti manusia, sangat jinak.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, Puyang Kasut, yang menjadi kepala dusun, memiliki keinginan untuk memindahkan penduduknya. Ia mengajukan rencana ini kepada rakyatnya, "Hai Rakyatku, jika kalian setuju untuk pindah, kita akan mencari tempat yang lebih baik. Di hilir sungai ini terdapat dusun Penago. Di sana, ada seorang kepala dusun bernama Puyang Penago." Rakyat dusun Kasut sepakat dengan rencana ini.

Rombongan penduduk yang akan pindah pun berangkat menuju dusun Puyang Penago. Namun, mereka tidak diterima dengan baik, bahkan diusir oleh Puyang Penago. Setelah kejadian itu, penduduk dusun Kasut melaporkan peristiwa ini kepada Puyang Kasut.

Merasa tersinggung oleh pengusiran tersebut, Puyang Kasut merasa marah. Ia berkata, "Aku memiliki rencana, kita akan mengajak Puyang Penago berjudi. Jika judi tidak berhasil, kita akan mengadu ayam. Jika itu pun tidak berhasil, maka kita akan memilih pertempuran." Rakyat Kasut mendukung rencana ini dengan antusias.

Puyang Kasut dan tiga orang pengikutnya pun berangkat menuju dusun Penago. Ia mengajak Puyang Penago untuk berjudi dan berkata, "Puyang Penago, mari kita berjudi! Yang kalah harus tunduk pada pemenang, dan menyerahkan kepemilikan dusun."

Namun, Puyang Penago menanggapi dengan tenang, "Jangan tergesa-gesa, Puyang Kasut. Sesuai dengan namamu, pikiranmu juga kelihatannya kusut. Dusunmu sudah cukup."

Tidak puas dengan jawaban ini, Puyang Kasut semakin marah, "Baiklah, aku akan mentaatimu. Tetapi jika aku kalah, kita akan mengadu ayam. Apa katamu?"

"Baiklah," jawab Puyang Penago.

Mulai perjudian pun dimulai. Seorang imam gelanggang dipanggil untuk menyaksikan permainan ini. Beberapa kali Puyang Kasut memasang taruhan, tetapi setiap kali hasilnya adalah kekalahan oleh tangan Puyang Penago. Puyang Kasut akhirnya harus kembali ke dusun Kasut dengan tangan kosong.

Tidak lama setelah itu, Puyang Kasut mencoba lagi dan mengajak Puyang Penago untuk berjudi. Kali ini, taruhannya bahkan lebih besar daripada sebelumnya. Namun, hasilnya tetap sama, Puyang Kasut kalah. Kegagalan ini sangat memalukan bagi Puyang Kasut di hadapan rakyatnya.

Setelah kehilangan semua taruhan, Puyang Kasut mengusulkan agar mereka mengadu ayam untuk menentukan siapa yang akan memiliki dusun. Jika Puyang Kasut kalah, maka dusun Kasut akan diserahkan kepada Puyang Penago. Sebaliknya, jika Puyang Penago kalah, maka dusun Penago akan diserahkan kepada Puyang Kasut dan rakyatnya.

Pada hari yang telah ditentukan, pertarungan adu ayam pun dimulai. Sebelumnya, Puyang Kasut bermimpi menemukan sebilah taji di bawah sebuah kayu besar dekat dusunnya sendiri. Ketika ia mencari, benar saja, ia menemukan taji tersebut. Taji itulah yang akan digunakan oleh ayamnya dalam pertarungan melawan ayam milik Puyang Penago.

Ketika Puyang Kasut sampai di rumah Puyang Penago, ia berkata, "Puyang Penago, saya merasa yakin bahwa saya akan menang hari ini. Jika saya menang, maka dusunmu akan menjadi milik saya. Dusunku tetap akan menjadi dusunku."

Namun, Puyang Penago menjawab, "Tidak, jika saya kalah, dusunku akan menjadi dusunmu, dan dusunmu akan tetap menjadi dusunmu."

Puyang Kasut setuju dengan pernyataan ini.

Lama-lama, Puyang Penago merenungkan kata-kata yang ia ucapkan dan menyesalinya. Ia merasa bahwa ucapannya tidak tepat. Kemudian ia mengubah pendapatnya, "Tidak seperti itu, Puyang Kasut. Jika kamu menang, maka dusunku akan menjadi dusunmu, dan dusunku akan menjadi dusunku."

Puyang Kasut pun juga setuju dengan pernyataan baru ini. Tetapi, situasi semakin tegang.

"Baiklah, mari kita lihat ayam kita berdua berlaga. Kau akan tahu seberapa hebat ayam jalanku ini," kata Puyang Penago untuk mengakhiri perdebatan ini.

"Ayo!" seru Puyang Kasut, menyadari bahwa lawannya mulai naik emosi. Itulah yang ditunggu-tunggu oleh Puyang Kasut, yang cerdik dalam melihat situasi. Dengan cepat, ia melemparkan ayam jalaknya ke gelanggang. Tidak mau kalah, Puyang Kasut juga melemparkan ayamnya dengan taji keramat yang ditemukan di bawah batang kayu besar. Tanpa perlu perintah, kedua ayam itu langsung menerjang satu sama lain. Pertarungan tidak berlangsung lama, dalam waktu singkat, ayam jalak milik Puyang Penago sudah terkapar di tanah dengan leher setengah putus.

Puyang Kasut Mengalahkan Puyang Penago

Puyang Penago mulai panik dan marah, sadar akan kekalahan yang tak terelakkan. Dia merasa lebih baik menyerang Puyang Kasut daripada tunduk pada lawannya. Puyang Penago segera mengeluarkan kerisnya, tetapi Puyang Kasut lebih cepat dan telah mengeluarkan kerisnya lebih dulu. Akibatnya, Puyang Penago tumbang seketika, layaknya ayam jalaknya. Kemenangan pun diraih oleh Puyang Kasut, dan kini Dusun Penago juga menjadi miliknya.

Sebagian penduduk dari Dusun Kasut memutuskan untuk pindah ke Dusun Penago. Namun, Puyang Kasut tidak puas hanya dengan kemenangan atas Puyang Penago. Ia berencana menyerang Dusun Puyang Tematung yang terletak di hulu sungai. Seperti sebelumnya, Puyang Kasut kembali mengajak mereka berjudi dan mengadu ayam. Namun, ayam milik Puyang Tematung kalah. Melihat ini, Puyang Tematung merasa marah dan tanpa ragu, ia memerintahkan anak-anaknya untuk menyerang Puyang Kasut. Puyang Kasut tidak berdaya dan akhirnya gugur di tempat tersebut.

Jenazah Puyang Kasut kemudian dibawa kembali ke Dusun Kasut dan dikebumikan di sana. Sampai saat ini, kuburan Puyang Kasut masih ada dan dianggap sebagai tempat yang keramat.


Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "CERITA RAKYAT SERAWAI: PUYANG KASUT"