Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JOAN OF ARC, EKSPRESI KEKAGUMANKU (BILINGUAL)


Joan of Arc atau Jeane d’Arc, seorang wanita yang telah lama menjadi kekagumanku. Bukan hanya faktor dia seorang gadis muda yang memimpin sebuah batalyon Perancis melawan Inggris yang lebih kuat, tetapi juga bagaimana dia telah memitoskan dirinya sekaligus dia muncul dari mitos dalam sebuah masyarakat yang putus asa.

Aku jatuh cinta pada gadis muda ini!

Lahir pada masa Perancis kehilangan separuh daya, yang hampir kehilangan harapan akibat pendudukan Inggris, juga terkepung oleh ancaman Burgundi yang sangat menginginkan Paris. Pada usia dua belas tahun, sebagai seorang gadis dusun di Lembah Loire yang berhutan lebat, ia mendengar suara-suara dan melihat beberapa visi yang menuntunnya pada pengalaman kerohanian. Suara-suara itu juga kemudian memintanya menjalankan sebuah misi, yakni penyelamatan negeri dan penabalan seorang raja.

Apa yang terjadi kemudian, bagaimana seorang gadis dusun buta huruf, tak tahu memainkan pedang, tak ada pengetahuan militer sama sekali, menuntun sebuah pasukan yang putus asa bisa menang dalam perang pertamanya di Loire. Hingga kemenangan puncak untuk dapat mentahbiskan Charles sebagai raja Perancis.

Banyak ahli sejarah menyimpulkan, bahwa dia adalah satu-satunya harapan bagi Perancis saat itu. Setelah bertahun-tahun memperoleh kekalahan demi kekalahan, pemimpin militer dan sipil Perancis mengalami demoralisasi dan dipermalukan. Sewaktu Charles mengabulkan permintaan Joan untuk melengkapi persenjataannya dan menjadikannya sebagai pemimpin pasukan, keputusannya itu lebih banyak didasarkan pada kenyataan bahwa semua kemungkinan pertimbangan rasional telah mengalami kegagalan.

Perancis yang berada di ambang keputusasaan pada akhirnya membiarkan seorang gadis petani dari desa kecil dan buta huruf yang mengaku mendengar suara Tuhan untuk memegang kendali pasukan negara dan moga-moga akan membawa kemenangan.

Ketika sebuah sejarah akan ditulis, maka zaman memilih seorang manusia untuk menentukan corak dan rupa bagaimana hakikat pengalaman. Manusia pilihan, tidak penting kekalahan dan kemenangan, kebahagiaan atau kesedihan, kejayaan atau keruntuhan. Transendensi perbuatan eksotris dan esoteris mewujudkan diri yang kadang kala bertentangan dengan imanensi keinginan lingkungannya, yang kemudian membuat manusia pilihan pun tidak segera diterima, bahkan ditolak.

Kejamnya sejarah dalam melakukan obyetivikasi jalannya pengalaman. Sebuah peran harus disingkirkan demi eliminasi ketokohan bagi dunianya dan pengaruhnya terhadap semangat orang-orang. Terlihat seperti sebuah kekuatan telah meninggalkannya dan tiba-tiba dia dikuasai oleh musuh-musuhnya. Namun, subyektivitas sejarah juga yang kemudian meneruskan dengan cara lain bagaimana manusia pilihan akan diabadikan setelah kematiannya.


Demikian juga Joan of Arc, peran singkatnya berakhir di api pembakaran yang menghanguskan tubuhnya, di negerinya sendiri dan di hadapan orang-orang yang ingin dibebaskannya. Tetapi, sejarah juga meminta lain. Dari tumpukan abu-abu tubuhnya ternyata masih ada bagian yang tak mampu dibakar. Sebuah bagian penting yang sangat disadari sendiri oleh musuh yang telah membakarnya akan terus membuatnya hidup.

Tak lain, itu adalah semangatnya! Semangat yang terus menjadi inspirasi bagi Perancis, dari sebuah negeri yang miskin untuk kemudian menjadi digjaya.

Siapa yang menyangka jika Gereja kemudian melakukan kanonisasi baginya untuk menjadi seorang Santa, walaupun untuk itu Joan harus menunggu hampir selama 500 tahun. Dia pun menjadi seorang orang suci.


Bacaan:
Black, Jonathan, Sejarah Dunia Yang Disembunyikan (The Secret History of the World). Jakarta: Alvabet. 2016

(English Version)

Expression for An Admiration
Joan of Arc or Jeane d'Arc, a woman who has long been my admiration. It was not just the factor that she was a young girl who led a French battalion against a stronger British, but also how she had self-imposed as well as she emerged from myth in a desperate society.

Born in while France's was loss power, which almost lost hope due to the British occupation, was also besieged by Burgundi's want Paris. At the age of twelve, as a rural girl in a densely forested Loire Valley, she heard voices and saw some visions that led to her spiritual experience. The voices also then asked her to carry out a mission, namely the rescue of the nationland and the coronation of a king.

Many historians concluded that she was the only hope for France at the time. After years of defeats, France's military and civilian leaders were demoralized and humiliated. When Charles granted Joan's request to complete her arsenal and make her the leader of the army, her decision was based largely on the fact that all possible rational considerations had failed.

The French on the verge of despair eventually let a peasant girl from a small and illiterate village claiming to hear God's voice to take control of the troops and hope that would bring victory.

When a history is to be written, then the age chooses a human to determine the style and appearance of the nature of the experience. Human choice, no importance of defeat and victory, happiness or sadness, glory or collapse. The transcendence of exotic and esoteric deeds manifests itself that is sometimes contrary to the immanence of its environmental desires, which then makes the choice of man not immediately accepted, even rejected.

Cruel history in doing objectivtification course experience. A role must be removed for the elimination of craving for its world and its influence on people's spirits. Looks like a force has abandoned her and suddenly she is overrun by his enemies. However, historical subjectivity also then proceeds in another way how the chosen man/woman will be immortalized after his/her death.

Similarly Joan of Arc, her short role ended in the burning fire that burns her body, in her own country and in the presence of those who want to be released. But history also asks for another. From the gray pile of her body was still there are parts that can not be burned. An important part of which the enemy who has burned her so well will keep her alive. Who would have thought if the Church then did a canonization for her to become A Saint, though for that Joan had to wait for almost 500 years.
Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "JOAN OF ARC, EKSPRESI KEKAGUMANKU (BILINGUAL)"