Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PERKAWINAN ADAT REJANG

PERKAWINAN ADAT REJANG

(VOLKSGEBRUIKEN HUWELIJK DER REDJANG)

Pemandangan Awal

Perkawinan adat di Tanah Rejang ada tiga yang dikenal, Beleket, Semendo Beradat dan Semendo Tak Beradat. Masih kerap ditemui masyarakat Rejang melaksanakan ritual perkawinan dengan menggunakan tata cara adat. Secara umum, karena kesederhanaannya, derajat yang sama pihak laki-laki dan perempuan, juga tidak ada aturan ketat untuk mahar, maka Semendo beradat atau Rajo-Rajo adalah yang paling lazim dipilih.

Bagaimana dengan tata cara adat yang lain, seperti beleket atau lainnya. Bagaimana jika salah satu pihak, suami atau istri meninggal?

J.L.M. Swaab (Kontrolir Onderafdeling Lais) telah melakukan pengamatan dan pencatatan tata cara perkawinan masyarakat di Tanah Rejang, dalam kurun 1898-1913 di Onderafdeling Redjang, meliputi wilayah Kepahiang, Curup, Sindang dan Muara Aman.

Dari hasil pengamatannya itu, dia menyimpulkan, bahwa tata cara perkawinan beleket dan ambil anak merupakan bentuk prosesi perkawinan adat asli Tanah Rejang Rejang. Dengan adanya persentuhan erat dengan Kesultanan Palembang dan Minangkabau, pada kurun 1800-an awal orang Rejang mulai mengenal tata cara perkawinan Semendo Rajo-Rajo, dan Semendo Beradat dan Semendo Tidak Beradat. Pengaruhnya pun selanjut tata cara ambil anak atau tangkap burung terbang menjadi bagian dari tata cara semendo.

Pernikahan ambil anak juga dikenal di daerah-daerah lain seperti di Palembang dan Minangkabau, namun terdapat perbedaan yang nyata dengan yang berlaku di masyarakat Rejang. Di kedua daerah itu, dengan alasan menjaga garis keluarga atau penguasan harta.warisan, ambil anak dapat berlaku secara patriarkat atau matriarkat, laki-laki akan masuk keluarga perempuan, atau perempuan akan masuk keluarga laki-laki. Namun, pada masyarakat Rejang, ambil anak hanya berlaku secara matriarkat, laki-laki akan kehilangan klannya dan masuk ke klan keluarga perempuan.

Jika pada masa hari ini lebih umum dipergunakan tata cara Semendo, namun pada masa-masa terdahulu, perkawinan tata cara Semendo itu hanyalah pilihan terakhir. Dengan budaya patriarkat (dominasi keluarga laki-laki) pada masyarakat Rejang, beleket masih pilihan utama, dibandingkan tata cara Semendo yang lebih bersifat matriarkat (dominasi keluarga perempuan). Pergeseran budaya patriarkat ke budaya matriarkat merupakan hal yang asing dan janggal dalam adat Rejang. Walaupun dalam sejarahnya, orang Rejang sendiri bersentuhan erat dengan Minangkabau, namun budaya matriarkat pada sistem adat Minangkabau belum dapat menyentuh sisi-sisi sosial dan keluarga di masyarakat Rejang.

Catatan J.L.M. Swaab ini merupakan deskripsi pertama yang tentang perkawinan adat Rejang. Hazairin untuk menyelesasi disertasi doktornya yang berjudul "De Redjang", pada 1936, juga telah menggunakan catatan ini sebagai referensi utamanya.

Ilustrasi. Gadis-gadis penari Rejang di Kesambe, circa 1939
__________________________________________________
Perbedaan istilah mahar
Leket, untuk perkawinan tata cara Beleket
Antaran, untuk perkawinan tata cara Semendo Rajo-Rajo
Pelapik, untuk perkawinan tata cara Semendo Beradat
___________________________________________________

PERKAWINAN ADAT REJANG

Pernikahan seorang gadis atau janda dilakukan oleh seorang wali laki-laki. Ayah, saudara laki-laki, kakek atau keponakannya bertindak sebagai wali. Perkawinan berlangsung atas persetujuan bersama dari para gadis dan budjang. Perkawinan yang bertentangan dengan keinginan gadis dilarang.

Ketika pemuda itu telah menemukan seorang gadis yang disukainya, dia merayunya. Pacaran ini disebut berlinjang. Jika keduanya telah dekat, laki-laki akan "bertanya", mengajaknya menikah. Untuk membuktikan keseriusan lamaran itu, laki-laki memberi f 5 (lima gulden) atau f 10. Gadis itu kemudian meminta waktu berpikir beberapa hari, setelah itu pemuda itu dapat kembali untuk mendengar jawabannya.

Uang yang diberikan itu disebut “tandas” atau “uang gadai” dan pinangan dibuat dengannya disebut “rasan muda”. Setelah melewati batas waktu yang ditentukan oleh gadis tersebut, pemuda tersebut kembali untuk mengulangi lamaran pernikahannya. Jika gadis itu setuju, dia akan meningkatkan "tandas" sebelumnya ke jumlah yang sesuai dengan status gadis itu. Tanda jadi atau gadai itu terdiri dari kotak sirih perak (selepah), kerudung dengan tepian emas (ikat pojok) dan uang f 8. Jika tidak ada benda-benda yang dimaksud, maka akan diganti dengan uang sejumlah f 24.
Ilustrasi
Gadis-gadis penari Tanah Rejang di Kesambe, circa 1939

----------------------------------------------------------------
Keterangan:
1 gulden dihitung 100 perak. Harga emas pada 1920-an berkisar 6,6 gulden/gram.
Hari ini (November 2020) 1 gram emas Rp 1.004.000,00.
Dikonversikan 1 gulden (1920) setara dengan 152.000 rupiah
----------------------------------------------------------------

Bmaling

Saat menyerahkan tanda itu, disepakati kapan pemuda itu akan datang untuk "mencuri/memaling" (menjemput) gadis itu. Kesepakatan dan penyerahan tanda atau gadai, dibuat di hadapan teman-teman dari pemuda yang telah diundang untuk melakukannya, teman dekat gadis itu dan seorang wanita tua dari dusun sang gadis, tetapi tanpa sepengetahuan orang tuanya. Di rumah orang tua wanita ditinggalkan beberapa benda milik sang laki-laki, seperti ikat kepala atau keris, sebagai tanda untuk memberi tahu kepada keluarga, bahwa wanita dari keluarga itu telah "dimaling" seorang laki-laki.

Pada hari yang ditentukan, sang gadis dibawa ke rumahnya oleh calon suaminya. Sehari setelah gadis "dimaling" dari rumahnya, ayah pemuda mengirim seorang utusan untuk menemui orang tua gadis dan memberi tahu mereka tentang kejadian tersebut. Orang tua gadis juga diminta untuk menentukan kapan bisa menerima kedatangan orang tua pihak laki-laki, sekaligus datang untuk membahas pernikahan antara kedua sejoli itu.

Pada hari yang ditentukan, orang tua pihak laki-laki bersama kerabat berkunjung ke orang tua sang gadis. Dalam kunjungan itu, keluarga laki-laki membawa serta beras, kue, ayam dan lain-lainnya sebagai tanda ketulusan.

Sebelum berbagai kegiatan perkawinan disiapkan, terlebih dahulu akan dibahas apakah perkawinan yang akan disepakati akan bersifat patriarkal atau matriarkal. Setelah semua ini ditetapkan, pesta dimulai. Pemuda sekarang secara resmi bertunangan satu sama lain. Pembahasan ini disebut "rasan tuo".

Jika diputuskan untuk menggunakan tradisi Beleket (perkawinan patriarkat), maka orang tua laki-laki yang akan menentukan kapan pelaksanaannya. Sebaliknya, menggunakan tata cara Semendo (matriarkal), maka ayah dari gadis itu adalah yang menentukan keputusan. Tradisi Semendo pun terbagi 3:
  1. Semendo Rajo-Rajo
  2. Semendo Beradat (berpelapik); dan
  3. Semendo Tidak Beradat (tiada berpelapik).

Beleket

Perkawinan di adat beleket dilakukan dengan memberikan sejumlah mahar yang disebut leket kepada orang tua gadis itu. Leket diberikan berjumlah sekurang-kurangnya 80 real atau f 160, tanpa memandang status gadis tersebut. Selain uang ini, orang tua pemuda wajib memberikan kepada gadis itu:
  1. Keris untuk "genti semangat gadis", atau uang sejumlah f 8.
  2. Keris dengan sarung perak, disebut keris lengkap, atau uang sejumlah f 24.
  3. Keris kecil dengan sarung perak, atau uang sejumlah f 24.
  4. Sewar dengan sarung perak, atau uang sejumlah f 24.
  5. Selimut, atau uang sejumlah f 2.50.
Senjata akan diberikan untuk ayah gadis, kecuali keris kecil dan selimut untuk ibunya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah yang harus dipersiapkan: 24+160+8+24+24+24+2,50 = f 266,5
setara Rp 40.508.000,00 hari ini
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Keluarga pemuda itu juga masih harus memberikan hadiah berikut:
  1. Upah Tuan, diberikan kepada kepala marga tempat gadis itu berada, sejumlah f 10;
  2. Uang Sarak Nundang, diberikan kepada pihak calon kakak ipar, sejumlah f 2;
  3. Emas Perampasan atau Emas Bunga Kuku, diberikan kepada orang yang pertama kali mengenalkan pemuda itu dengan gadis, sejumlah f 0,50;
  4. Emas Penempak, diberikan kepada orang yang telah merunding orang tua gadis, sejumlah f 3 dan seekor ayam jantan seharga f 1,50, yang disebut "ayam cengkingan", atau "ayam panjang suara";
  5. Emas Mutung, diberikan kepada kepala dusun di mana gadis berada, sejumlah f 17;
  6. Uang Penolak Mendah atau Uang Penungkulan, diberikan kepada kerabat gadis agar tidak menjadi tamu pengantin, sejumlah f 8;
  7. Uang Ganti Gadis, berupa cincin emas yang diberikan kepada ibu gadis, atau uang sejumlah f 2,50; dan
  8. Uang Pemancung Rambut, berupa sebuah pedang yang diberikan kepada ayah si gadis, atau uang sejumlah f 4.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk hadiah, jumlah yang harus disiapkan: 10+2+0,50+3+1,50+17+8+2,50+4= f 48,5
setara Rp 7.372.000,00 hari ini
Total biaya yang harus disiapkan keluarga laki-laki untuk beleket adalah:
f 266,5+48,5 = f 315
setara dengan Rp 47.880.000,00 hari ini
-----------------------------------------------------------------------------------------

Semendo Rajo-Rajo

Bentuk pernikahan matriarkat yang berlaku di Tanah Rejang yang pertama adalah Semendo Rajo-Rajo. Dalam tradisi ini, mempelai laki-laki menyiapkan mahar yang disebut sebagai Antaran Rajo kepada orang tua calon mempelai wanita. Antaran ini adalah berupa emas bernilai antara f 50 sampai f 300, tergantung kondisi ekonomi keluarga laki-laki. Penentuan jumlah antaran ini biasanya ditentukan oleh kedua pasangan yang akan menikah itu. Selain antaran, keluarga laki-laki juga akan memberikan sejumlah hadiah atau Antaran Semendo untuk membantu keluarga wanita menutupi biaya pernikahan. Antaran semendo ini berupa beras, daging, ikan, kayu bakar, kue-kue dan juga sejumlah uang, yang ditentukan dalam perundingan kedua pihak keluarga. Umumnya antaran semendo ditentukan dalam Rasan Gadai antara keluarga laki-laki dan perempuan.

Dalam perkawinan semendo, kedua pasangan setara satu sama lain. Setelah menikah sepenuhnya akan tergantung pada mereka, apakah akan tinggal di rumah pria atau dengan wanita, atau memiliki rumah sendiri. Biasanya untuk beberapa waktu setelah hari pernikahan, mereka akan tinggal dulu sementara di rumah keluarga wanita.

Semendo Beradat

Bentuk pernikahan matriarkat yang kedua adalah semendo beradat atau Semendo Berpelapik atau Ambik AnakAdat perkawinan ini mengikuti garis matrilienal (garis ibu/dominasi perempuan), di mana dengan perkawinan ini, pengantin laki-laki akan masuk dalam klan keluarga perempuan. 

Mahar atau Pelapik yang harus dipersiapkan oleh laki-laki adalah barang atau emas yang bernilai setinggi-tingginya adalah f 30. Hadiah-hadiah atau Antaran Semendo yang diberikan juga tidak sebanyak atau semahal di Semendo Rajo-Rajo, yang ditentukan dalam rasan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Dalam pernikahan ini, suami akan tinggal bersama orang tua istri untuk waktu yang lama.

Semendo Tidak Beradat

Bentuk pernikahan matriarkat yang ketiga adalah semendo tidak beradat atau Semendo Tidak Katik Pelapik. Tradisi perkawinan ini dipilih, karena  laki-lakinya miskin. Hanya mahar saja yang dipersiapkan laki-laki, bahkan bisa jadi tanpa ada mahar apa pun yang diberikan pihak laki-laki kepada perempuan. Laki-laki pun tidak membawa apa pun kepada keluarga wanita. Adat perkawinan ini sepenuhnya matrilineal, di mana laki-laki setelah menikah akan meninggalkan keluarganya dan dan masuk ke dalam klan keluarga perempuan selama-lamanya; anak-anaknya pun kelak akan jadi milik keluarga perempuan.

Tradisi Semendo Tidak Beradat terbagi:
  1. Pinjam Bapak Ayam: jika hanya mahar saja (Antaran Rajo) yang dipersiapkan oleh laki-laki, tanpa ada hadiah-hadiah (Antaran Semendo)
  2. Tangkap Burung Terbang : Analogi memikat burung, memberi makan burung hanya untuk menangkapnya. Mahar dipersiapkan oleh keluarga perempuan untuk kemudian diberikan kembali kepada pengantin perempuan. 
  3. Menumpang Hidup: Laki-laki tidak memberikan mahar dan hadiapa apapun kepada perempuan. Diibaratkan dia punya modal kawin hanya satu set pakaian yang dimilikinya.

Anggau

Adat ini berlaku untuk perkawinan beleket. Karena kematian suami, perempuan akan menikah dengan saudara suaminya, sebagai konsekuensi patriakat dan agar ikatan antar besan tidak putus. Adat ini juga dilakukan agar leket yang telah diberikan kepada pihak perempuan dan keluarganya tetap berlaku. Menurut adat ini, janda berpindah ke salah satu kerabat sedarah, biasanya saudara laki-laki termuda dari almarhum. Jika tidak terdapat laki-laki lagi di keluarga suami, maka dia dapat dinikahkan dengan keponakan suami.

Pihak keluarga laki-laki berkewajiban mencari pengganti selama 1 tahun. Jika lewat waktu itu tidak ditemukan laki-laki yang bisa dinikahkan, maka perempuan bisa memilih kembali ke rumah orang tuanya, tanpa ada kewajiban mengembalikan leket kepada pihak keluarga laki-laki.

Sebaliknya, jika perempuan menolak melakukan anggau, maka dia akan dikembalikan ke keluarganya, dengan keharusan mengembalikan semua leket, termasuk hadiah-hadiah yang telah diberikan pihah keluarga laki-laki kepada dia dan keluarganya. Selain itu, dia juga tidak boleh membawa anaknya, karena anaknya telah menjadi milik keluarga laki-laki. Tanpa melakukan anggau, maka ikatan antar besan akan putus.

Ganti Tikar

Bentuk perkawinan yang mirip di atas adalah "nikah adat ganti tikar". Hal ini terjadi dalam perkawinan beleket, semendo rajo-rajo dan semendo beradat. Saat istri meninggal, maka adik bungsunya menggantikannya untuk menikahi suami, agar tidak memutuskan ikatan antar dua kerabat atau besan. Dalam perkawinan beleket, ini dilaksanakan agar leket tidak hangus. Dalam semendo rajo-rajo dan semendo beradat, ganti tikar dilaksanakan untuk tetap terjaganya ikatan antar besan.

Dalam perkawinan beleket, jika laki-laki menolak menikahi saudara mendiang istrinya, maka tidak ada kewajiban pengembalian leket dan hadiah-hadiah dari keluarga perempuan. Jika pasangan telah memiliki anak, maka sang anak tetap menjadi milik keluarga laki-laki. Sebaliknya, jika pihak keluarga perempuan menolak atau tidak bisa mencari perempuan pengganti, maka mereka wajib mengembalikan leket kepada keluarga laki-laki. Tanpa melakukan ganti tikar, maka ikatan antar besan pun akan putus.

Dalam tata cara menikah, baik anggau atau ganti tikar, dari pihak laki-laki akan memberikan leket, antaran atau pelapik baru kepada perempuan, dengan jumlah setengah dari jumlah yang telah dibayarkan saat perkawinannya dengan mendiang istri. Juga tidak ada hadiah atau antaran semendo dalam ganti tikar.  

Semoga Samawa

Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

1 comment for "PERKAWINAN ADAT REJANG"

  1. antaran dan mahar sering di beda artikan oleh banyak orang. di ttulisan ini cukup jelas, jika antara itu adaalah mahar

    ReplyDelete

Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus