Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ZAINUL BAKTI PAHLAWAN KOTA CURUP, 1945

Monumen Perjuangan Zainul Bakti
di Jl. S. Soekowati, Curup

Perundingan dengan Jepang

Mengikuti kejadian-kejadian yang telah ada di Jawa dan beberapa tempat di Sumatera, maka bekas-bekas Giyugun di Curup yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) mengajukan permintaan kepada Jepang, agar menyerahkan sepenuhnya keamanan kota Curup kepada BKR. Tentara-tentara Jepang diminta untuk tetap berada di dalam markas, sampai waktu mereka dijemput oleh Sekutu untuk ditawan ke Palembang. Kepada pihak Jepang juga diminta untuk menyerahkan senjata-senjata kepada BKR.

Perundingan pertama, 27 September 1945, diadakan di rumah kediaman Komandan Militer Jepang untuk Rejang Lebong, Kapten Ikkio di Katakura (Dwi Tunggal hari ini). Dari pihak Jepang hadir Kapten Ikkio sendiri dan Komandan Kompi Curup Letnan Satu Takahashi. Sedangkan dari pihak Indonesia diwakili oleh Gun-cho (Bupati) Rejang Lebong Marzuki, Ketua Barisan Pemuda Republik Indonesia (BPRI) Nur Arifin, Komandan BKR Curup, Zainal Arifin Djamil, didampingi: Sabirin Burhany, Buchari Jakub, Badaruddin Djamal dan M. Sareh.

Perundingan ini tidak mencapai kata sepakat, Jepang tidak bersedia memenuhi permintaan mereka yang mengatasnamakan masyarakat kota Curup itu. Alasan penolakan Jepang terutama sekali dikarenakan telah ada pengumuman dari Panglima Bala Tentara Kekaisaran Jepang, pada 10 September 1945, sesuai perintah dari komandan pasukan Sekutu, Jenderal McArthur, bahwa pemerintahan di Indonesia hanya akan diserahkan kepada Sekutu, tidak kepada pihak Indonesia. Kapten Ikkio menyatakan tegas tidak mau bertanggung jawab dengan menyerahkan senjata kepada BKR Curup.

Dalam perundingan ini, Kapten Ikkio hanya menjanjikan, bahwa militer Jepang tidak akan berada di luar markas. Ini juga berlaku untuk seluruh Keresidenan Bengkulu (Jepang: Benkuren). Sepenuhnya keamanan diserahkan kepada BKR masing-masing gun (kabupaten).

Atas kegagalan perundingan pertama, kemudian diadakan kembali perundingan yang kedua, 01 Oktober 1945. Perundingan ini dilakukan di Pesanggerahan (sekarang Gedung Pemuda dan Olah Raga). Dari pihak BKR Curup diwakili oleh Guncho Marzuki, Nur Arifin dan Zainal Arifin Djamil, sementara dari pihak Jepang, hadir Kapten Ikkio dan Letnan Satu Takahashi.

Namun, perundingan ini pun hasil sama dengan perundingan pertama. Pihak Jepang tetap tidak bersedia menyerahkan senjata mereka kepada BKR Curup, walaupun telah ada jaminan bahwa keselamatan dan semua kebutuhan logistik mereka akan dijaga dan dijamin sampai masuknya Sekutu nanti. Sebaliknya pihak Jepang pun memberikan jaminan akan keamanan kota Curup. Tentu saja hal tersebut ditolak, karena hal tersebut sama saja mengingkari kedaulatan RI, di mana masalah Indonesia adalah tanggung jawab bangsa Indonesia itu sendiri.

Dengan kegagalan perundingan kedua ini, maka BKR Curup mengambil sikap untuk tetap akan merebut senjata dari pihak Jepang. Namun, mengingat BKR belum memiliki persenjataan sama sekali yang tidak memungkinkan untuk melakukan perebutan dengan cara kekerasan, maka perlu dipikirkan cara lain untuk mengambil senjata-senjata milik Jepang.

Aksi Pencurian Senjata

Apa yang kemudian dipertimbangkan oleh BKR Curup adalah adalah mencuri senjata-senjata dan peralatan lainnya itu ke instalasi-instalasi militer milik Jepang. Instalasi-instalasi yang akan jadi sasaran utama adalah kantor administrasi sipil dan militer Jepang di Katakura (Dwi Tunggal sekarang), kilang tenun Teikoku (lapangan tenis indoor, Jl. S. Soekowati hari ini) dan bengkel mobil Mitshubisi (di dekat jembatan Jalan Baru hari ini).

Markas utama dan gudang logistik yang berada di Pesanggerahan (komplek GOR Curup hari ini) dan kompi senapan Takuna (Batalyon 144 Kompi B hari ini) dikecualikan, karena memiliki penjagaan yang ketat dan pagar perlindungannya diperkirakan akan memberikan kesulitan untuk bergerak cepat, terutama saat melarikan diri.

Akhir September dan awal-awal Oktober 1945, BKR mulai menjalankan aksi pencurian itu. Beberapa orang yang dipercayai Zainal Arifin Djamil bergerak mendatangi instalasi-instalasi militer yang menjadi target.

Namun, usaha-usaha itu belum begitu berhasil. Pada beberapa aksi, serdadu-serdadu Jepang yang melakukan penjagaan dapat mengetahui kehadiran pelaku-pelaku pencurian itu. Untungnya, pihak Jepang menganggap sasaran pencurian itu, seperti yang sudah-sudah sebelumnya, adalah barang-barang logistik, seperti beras, garam atau gula, tanpa mengetahui jika tujuan sebenarnya pencuri yang masuk itu adalah senjata.

Untuk melancarkan usaha ini, BKR kemudian merangkul orang-orang yang sudah dikenal sebagai risau, terutama sekali yang memang sudah pernah melakukan aksi pencurian ke markas Jepang atau orang-orang Jepang yang ada di Curup dan Kepahiang. Para risau ini diperlukan, karena dipastikan mereka akan lebih baik dalam hal menyusup dan melakukan pencurian.

Di Curup ada tiga risau (pencuri) yang paling terkenal sejak masa Belanda dahulu, yakni Zainul, Yusuf Jabalan dan satu kelompok yang dipimpin oleh seorang yang kerap dipanggil Ginde UmarPada masa Belanda, mereka telah sering memberikan kerepotan kepada pihak polisi, karena sering melakukan pencurian ke rumah orang-orang kaya dan orang-orang Belanda di sekitar kota Curup dan perkebunan Suban Ayam. Pada masa Jepang mereka juga telah sering bersaing untuk mencuri beras, garam atau gula di gudang logistik Jepang, baik yang di pesanggerahan maupun yang berada di Pasar Tengah (belakang Pasar Bang Mego hari ini).

Ketiga orang ini ternyata bersedia untuk membantu. Mereka juga tidak mau dibayar, bahkan siap pula bergabung dalam kesatuan BKR.

Ketiga orang ini kemudian banyak berhasil melakukan pencurian senjata-senjata Jepang. Keberhasilan mereka ini juga disempurnakan lagi dengan tanpa diketahui sama sekali oleh pihak Jepang. Pihak Jepang sendiri baru mengetahui jika mereka telah kehilangan senjata-senjata setelah diberitahu oleh Zainal Arifin Djamil saat penyerahan kota Curup kepada TKR menjelang pasukan Jepang akan meninggalkan kota Curup, Februari 1946.

Ilustrasi
Sunset di puncak Gunung Kaba, circa 1915
sumber foto: KITLV

Zainul Gugur

Dari ketiga kelompok, maka kelompok yang dipimpin oleh Zainul adalah yang paling banyak berhasil melakukan pencurian. Salah satu hasil terbaik Zainul adalah sepucuk senapan mesin tipe 96 lengkap dengan magazinnya berisi peluru penuh. Senjata ini dicuri oleh Zainul dari markas Jepang di Pesanggerahan, yang sebenarnya bukan target utama BKR dalam melakukan aksi pencurian. Kelak, senapan mesin inilah menjadi salah satu senjata andalan TKR Curup yang banyak menumbangkan serdadu Jepang dalam Perang Tabarenah, Desember 1945.

Zainul, yang saat itu berusia 27 tahun, hampir merupakan tokoh utama dalam usaha pencurian senjata Jepang. Jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain, dia yang paling banyak mendapatkan keberhasilan. Selain karena kemampuan istimewa yang dimilikinya, dia juga hampir melakukannya sendirian, walaupun dia juga membawa beberapa kawan dalam aksinya. Namun, saat beraksi kawan-kawannya biasanya hanya menunggu dan kemudian bertugas membawa senjata-senjata tersebut yang berhasil dicuri Zainul

Dari tempat penyembunyiannya, senjata-senjata itu dibawa dengan gerobak oleh beberapa orang Tionghoa yang bekerja sebagai penjual sayur. Orang-orang Tionghoa ini telah dengan sedia dan sukarela membantu BKR. Dengan disembunyikan di bawah sayur-sayuran, senjata-senjata itu kemudian akan dibawa ke BKR. Zainul yang memiliki wajah mirip orang Tionghoa, beberapa kali pernah menyamar sebagai orang Tionghoa penjual sayur untuk membawa sendiri senjata yang dicurinya, dengan menggunakan gerobak milik Zainudin bin Maryadi.

Pada pertengahan Oktober 1945, menjelang beberapa hari lagi pembentukan TKR Curup, Zainul merencanakan akan melakukan pencurian senjata ke kilang tenun Teikoku di Air Putih (lapangan tenis indoor di Jalan S.Soekowati Curup hari ini). Tengah malam, dari Dusun Curup, dia dengan beberapa kawan berjalan menuju Tebat Air Rambai. Dari sini Zainul akan sendiri, karena telah menjadi kebiasaannya, hanya dia yang melakukan pencurian, sementara kawan-kawannya akan menunggu.

Malang bagi Zainul malam itu. Kehadiran diketahui oleh serdadu Jepang yang bertugas menjaga kilang. Dia dikepung oleh 4 atau 5 serdadu Jepang. Dalam duel yang tidak seimbang, Zainul - yang mahir silat, berhasil melumpuhkan seorang serdadu. Namun, perlawanannya tidak lama, tembakan-tembahkan serdadu Jepang ke tubuh Zainul disusul tusukan-tusukan sangkur membuat Zainul pun jatuh.

Dalam keadaan luka parah, Zainul masih berhasil meloloskan diri dari kepungan dan melarikan diri dari kilang. Ia pun berhasl menyeberangi tebat dan menuju ke kelompoknya yang menunggu. Dan, di depan kawan-kawannya, Zainul kemudian jatuh pingsan.

Dia segera dibawa ke rumah Zainul Arifin Djamil di Dusun Curup. Namun, karena pendarahan yang hebat, akibat luka-luka yang dideritanya, pukul 2 dini hari Zainul pun menghembuskan napas terakhirnya.

Dari kesaksian komandan Jepang, sebagaimana yang disampaikan kepada Zainal Arifin Djamil, Zainul saat dikepung telah terjebak ke arah sebuah generator. Sengatan listrik dari generator telah membuat Zainul terkejut dan lengah, hingga membuat serdadu-serdadu Jepang memiliki kesempatan melepaskan tembakan dan tusukan sangkur ke tubuh Zainul.

Kisah dari Bapak Zainal Arifin Djamil dan Bapak Bakarudin Tuib, bahwa malam itu sebenarnya adalah malam pantangan bagi Zainul untuk mencuri. Namun, karena berpegang teguh dengan janjinya kepada BKR, maka pada malam itu dia melanggar pantangannya sendiri untuk tetap melakukan pencurian senjata ke kilang milik militer Jepang.

Zainul, BKR Curup pertama yang gugur dalam melawan Jepang. Dia dimakamkan pada dini hari itu juga di pemakaman umum Dusun Curup. Namun, dengan semua hasil upayanya ditambah oleh yang lain, telah menjadikan BKR Curup, selanjutnya TKR Kompi I Curup, sebagai pasukan yang terkuat dengan memiliki persenjataan paling lengkap di Keresidenan Bengkulu, bahkan Provinsi Sumatera Selatan.

Pada 1984, kerangka jenazah Zainul dipindahkan untuk disemayamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Tabarenah, Rejang Lebong. Pada namanya disematkan kata anumerta "Bakti", sebagai penghormatan atas baktinya yang sanggup mengorban nyawanya untuk menjaga kemerdekaan Indonesia. Pada pusaranya tertulis nama yang sampai hari ini selalu dikenang, yakni Zainul Bakti. Namanya pun terabadikan sebagai salah satu nama jalan di salah satu kawasan di kota Curup.

Referensi:

  1. Soewandi, Emong. Sejarah Perjuangan Rakyat Kota Curup. Curup: Pemda Rejang Lebong. 2000.
  2. Memoar Bapak Zainal Arifin Djamil, mantan vandrieg/letnan muda (bukan purnawirawan), mantan Komandan BKR Curup dan Komandan Sub Teritorium Bengkulu Kompi I Curup. Memoar diterima dan wawancara pada Juli 2000.

Hasil-hasil wawancara dengan:

  1. Bapak Ansoriana, alamat Pasar Tengah, Curup. Wawancara Juli 2000
  2. Bapak Bakarudin Tuib. Mantan Kopral di Kompi I Curup (bukan purnawirawan), alamat Talang Rimbo, Curup. Wawancara Juli 2000.

Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

15 comments for "ZAINUL BAKTI PAHLAWAN KOTA CURUP, 1945"

  1. Cerita yg harus diketahui oleh orang2 Curup.

    ReplyDelete
  2. Oi, iko ruponyo cerito ttg tugu itu. Tenyato memang ado kisah heroiknyo
    Terimo kasih, sanak sudah nulis kisah ini. Semangat terus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga bermanfaat, yo. Terimo kasih sudah berkunjung, sanak

      Delete
  3. hampir 40 th lahir dan besar dicurup, slalu pulang pergi kantor mlewati tugu itu, baru sekarang tahu kisanya.... .terima kasih, pak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga bermanfaat tulisan ini. Terima kasih sudah berkunjung

      Delete
    2. la samo nian pulo. hebat risau pahlawan kito. idak kalah samo robin hood.

      Delete
  4. heroik ceritanya sayangnya tidak seimbang dengan monumennya yang begitu sederhana. letaknya hampir2 tersembunyi. Semoga jadi perhatian pemerintah RL

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga akan ada perhatian untuk sejarah lokal RL. Terima kasih sudah berkunjung :)

      Delete
  5. Referensi berharga

    ReplyDelete
  6. risau terkenal di curup, seperti cerita orang tua kami.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mohon berbagi sekiranya ada kisah-kisah lain tentang para risau itu. Terima kasih sudah berkunjung

      Delete
  7. baru tau cerita ini, 40 tahun hidup di curup hhhh. makasih min

    ReplyDelete
  8. sangat disayangkan rejang lebong belum punya buku sejarah yg bercerita ttg perjuangan atau sejarah kota curup. mohon perhatian pihak pemerintah atau dinas terkait, agar nilai2 sejarah perjuangan para pendahulu rejang lebong tetap bisa dikenal generasi mud skrang

    ReplyDelete

Semua komentar mengandung kata-kata tidak pantas, pornografi, undangan perjudian, ujaran kebencian dan berpotensi rasial, akan kami hapus