Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KEUNIKAN NAMA-NAMA TEMPAT DI KOTA BENGKULU

Simpang Lima Bengkulu
(sumber gambar: Google Maps)

Keunikan Nama-Nama Tempat di Kota Bengkulu: Sebuah Kajian Toponimis

*Agus Joko Purwadi

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak jarang mendengar orang bertanya apalah artinya sebuah nama? Nama dibuat tidaklah asal-asalan. Nama dibuat tentu memiliki asal-usul, makna, nilai, dan tujuan tertentu, sekalipun hanya berupa nama tempat, apalagi nama manusia. Nama tempat yang dimaksudkan di sini memiliki cakupan yang luas seperti nama-nama: benua, pulau, provinsi, kota, desa, selat, teluk, tanjung, gunung, sungai, dan sebagainya.

Malim Deman

Nama Malim Deman (wilayah Kabupaten Muko-muko), misalnya, dibuat untuk mengingatkan kita pada hikayat Malim Deman, yaitu perkawinan bidadari dari Kayangan dengan jejaka yang ada di dunia. Perkawinan itu terjadi lantaran ketika Sang Bidadari mandi bersama para bidadari lainnya, busananya disembunyikan oleh Sang Jejaka, manusia biasa yang ada di dunia. Dia ditinggalkan sendirian oleh teman-temannya. Padahal tanpa busana itu, Sang Bidadari tak bisa terbang kembali ke Kayangan. Di tengah-tengah kepanikan, Sang Bidadari bersumpah: Siapa saja yang bisa menemukan busananya, kalau dia lelaki akan dijadikan suaminya, dan kalau dia perempuan, maka akan dijadikan saudaranya. Akhirnya, Sang Jejaka yang memang sengaja menyembunyikan busananyalah yang qmengawininya. Setelah punya anak, Sang Bidadari terbang kembali ke Kayangan. Begitulah kisah yang menjadi asal-usul Malim Deman, Kabupaten Muko-muko.

Dari perspektif keilmuan, cabang ilmu yang mengkaji (asal-usul, makna, nilai, dan tujuan pemberian) nama suatu tempat disebut toponimi. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, akan dijelaskan secara berturut-turut nama-nama tempat yang ada di Kotamadya Bangkulu. Nama-nama tempat yang akan dijelaskan secara toponimis adalah: Tapak Padri, Kebun Keling, Kebun Kiwat, Kebun Beler, dan (Kecamatan) Selebar. Mengapa yang dijelaskan hanya 5 tempat saja? Karena toponimi kelima tempat itu masih sering menimbulkan kontroversi.

Tapak Padri

Nama Tapak Padri secara lengkap "tempat di-TAPAK-kannya (didaratkan) Kaum PADRI bersama Pangeran Sentot Alibasyah Prawiradirja di (Tempat Pengasingan) Bengkulu. Bengkulu oleh pemerintah Kolonial Belanda dipandang sebagai tempat pengasingan yang "strategis" bagi para pembangkang dan pemberontak pribumi. Kuat dugaan bahwa pendudukan tentara, baik Kolonial Inggris dan Belanda banyak meninggal akibat terserang penyakit malaria dan tipes. Daerah Bengkulu mungkin dahulu merupakan daerah endemi penyakit malaria. Oleh karena itu, logis jika dahulu Bengkulu dijadikan tempat pembuangan dan pengasingan bagi para pembangkang dan pemberontak terhadap pemerintah Kolonial Inggris maupun Belanda. Dari penjelasan tersebut wajar jika tempat tersebut diberi nama Tapak Padri.

Kebun Keling

Keling digunakan untuk menyebut salah satu suku bangsa yang mendiami Anak Benua India bagian selatan. Suku bangsa dimaksud adalah bangsa Dravida. Sebutan Keling bernilai peyoratif ("berbau rasis") yang berarti suku bangsa yang berkulit hitam. Oleh karena itu, sebutan itu sudah nyaris tidak digunakan orang. Dalam diri pembaca mungkin timbul pertanyaan: mengapa masyarakat Keling bisa berada di Bengkulu? Ada 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama, kolonialis Inggris yang membawa mereka ke Bengkulu. Mereka, selain dijadikan buruh perkebunan, juga dijadikan tentara garis depan ketika berperang melawan para pemberontak pribumi. Kemungkinan kedua, mereka adalah para nelayan yang terdampar di pantai barat Sumatera, khususnya Bengkulu, setelah berlayar diterjang ombak dan badai Samudera Hindia yang terkenal sangat ganas itu. Masyarakat Keling, baik yang dijadikan buruh oleh kolonialis Inggris maupun karena terdampar oleh gelombang dan badai Samudera Hindia, lama kelamaan akhirnya membentuk suatu komunitas yang tinggal di kampung yang kini disebut Kebun Keling. Seiring dengan perjalanan waktu, mereka banyak yang saling menikah dengan penduduk pribumi; dengan begitu, ciri fisik etniknya menjadi berkurang atau bahkan tidak dikenali lagi.

Kebun Kiwat

Bangsa Cina sudah zaman dahulu berdatangan dan mendiami berbagai wilayah/ daerah di Indonesia, termasuk di Bengkulu. Mereka bermatapencaharian sebagai pedagang. Mereka tidak mau berkonflik dengan warga pribumi, apalagi berkonflik dengan penguasa kolonial. Prinsip kaum pedagang semata-mata hanya untuk mendapatkan keuntungan. Mereka tinggal dan berdiam di suatu tempat di Bengkulu. Salah seorang di antara mereka yang kemudian terkenal sebagai pedagang kaya adalah Kie Hwat. Lidah kita biasanya memudahkan pengucapan nama Kie Hwat menjadi Kiwat. Kampung yang dulu ditinggali oleh Kie Hwat kini dikenal sebagai kampung Kebun Kiwat.

Kebun Beler

Nama Beler bisa jadi berasal dari (khas nama) orang Inggris, Blair. Penduduk pribumi sulit melafalkan secara fasih nama tersebut. Apa yang mereka dengar adalah ucapan "Beler", bukan Blair dalam pelafalan nama Inggris. Penggunaan/ pengucapan nama Beler secara terus-menerus, akhirnya menjadi ketetapan/ kesepakatan. Dari situ, (nama tempat/ kalurahan) Kebun Beler digunakan sampai sekarang.

Selebar

Selebar dapat diduga berasal dari nama orang Inggris Shellabear. Nama lengkapnya adalah William Girdlestone Shellabear. W.G. Shellabear dikenal sebagai ahli sastra dan sejarah Melayu. Dia pernah berkeliling di daerah-daerah yang termasuk rumpun bahasa dan sastra Melayu. Bisa jadi, Pakar Sastra dan Sejarah Melayu ini pernah tinggal yang relatif lama di Bengkulu. Hikayat Malim Deman yang menjadi karya terkenal itu, menurut dugaan saya didokumentasikan oleh Shellabear. Shellabear mendapatkan sumber pendokumentasiannya dari suatu daerah yang kini disebut Kecamatan Malim Deman, sebuah wilayah yang termasuk Kabupaten Muko-muko.

Analog dengan asal-usul penamaan sebelumnya, dapat diduga bahwa Kecamatan yang sekarang bernama Selebar berasal dari nama ahli sastra dan sejarah Melayu, William Gridlestone Shellabear. Hal itu bisa jadi berbeda dari pendapat sebelumnya yang menyatakan bahwa Selebar berasal dari nama "Demang Selebar".

Perbedaan pendapat dalam penulisan sejarah merupakan suatu keniscayaan mengingat bahwa di dalam ilmu sosial dan humaniora tidak dikenal kebenaran final. Kebenaran dalam ilmu sosial dan humaniora bersifat "open ended" (terbuka). Terbuka di sini maksudnya adalah terbuka untuk diteliti dan ditinjau kembali "kebenarannya". Sekian, terima kasih.

Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "KEUNIKAN NAMA-NAMA TEMPAT DI KOTA BENGKULU"