Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

INSERSI PENDIDIKAN YANG MENGINDONESIA

INSERSI PENDIDIKAN YANG MENGINDONESIA

DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Konsep pendidikan yang mengindonesia adalah pendidikan yang mengakar pada pemikiran, tindakan dan atau sikap kependidikan yang digali dan atau diturunkan dari nilai-nilai Pancasila

: Gunawan

Ilustrasi

Konteks

Masih begitu diperlukan tersedianya media-media yang memiliki tingkat keoperasionalan dan atau kepraktisan sehingga akan memberikan contoh nyata bagi pembaca apa yang dimaksud dengan pendidikan yang mengindonesia. Diharapkan dengn adanya bahan-bahan atau media-media tersebut dapat memicu dan memacu pembaca untuk sekurang-kurangnya menduplikasi atau mereplikasi atau bahkan mengkreasi pemikiran, tindakan, dan atau sikap yang mengandung nilai-nilai pendidikan yang mengindonesia di bidang keilmuan masing-masing. Perlu kembali digarisbawahi bahwa konsep pendidikan yang mengindonesia adalah pendidikan yang mengakar pada pemikiran, tindakan dan atau sikap kependidikan yang digali dan atau diturunkan dari nilai-nilai yang dikandung oleh dasar negara Republik Indonesia - Pancasila.

Karena penulisan seperti termaksud di atas diasumsikan merupakan referensi baru bagi para calon penulis buku termaksud maka paper akademik yang tersedia juga memberikan semacam alternatif kiat untuk melangkah dalam rangka mencapai jenis penulisan seperti yang diharapkan. Pola dasar kiat termaksud adalah membreakdown bidang keilmuan yang dimiliki masing-masing calon penulis, baik pada tingkatan teori ataupun implementasi di satu sisi, dan membreakdown pula nilai-nilai yang dikandung Pancasila di sisi yang lain.

Selanjutnya diharapkan bahwa dengan memasangkan (membuat berpasangan) butir-butir hasil breakdown dari dua sumber nilai tersebut, yaitu nilai-nilai keilmuan yang dikuasai penulis dan nilai-nilai jati diri bangsa Indonesia yang dikandung Pancasila, maka akan didapat konsep-konsep pesan yang dapat diangkat menjadi materi didik bagi warga bangsa Indonesia sesuai dengan bidang kegiatan, kerja, atau penghidupannya masing-masing. Uraian berikut ini adalah hasil upaya penulis untuk menemukan konsep-konsep pesan sebagai alternatif materi didik yang mengkaitkan keilmuan penulis dan nilai-nilai kebangsaan yang diturunkan dari Pancasila.

Identifikasi Konsep Hubungan Keilmuan Penulis dan Pancasila

Bidang keilmuan penulis yang tercantum secara resmi pada waktu pengukuhan sebagai guru besar adalah “Penelitian Pendidikan Bahasa”. Konsep penelitian akan mengkait upaya manusia mencari pengetahuan yang benar dan mencari kebenaran pengetahuan; konsep pendidikan akan mengkait pada upaya manusia untuk meningkatkan kompetensi hidup dan berkehidupan manusia, khususnya kompetensi pada ranah sikap atau afektif sebagai penentu posisi manusia terhadap lingkungan hidup dan kehidupan dengan segala isinya; sedangkan konsep bahasa atau berbahasa akan mengkait pada upaya manusia untuk berkomunikasi antar sesama manusia dalam menyelesaikan masalah hidup dan kehidupannya sepanjang masa.

Konsep “penelitian” terikat pada konsep keilmuan dan keilmiahan. Konsep keilmiahannya sendiri akan mengikat parameter keilmiahan baik pada aspek proses, produk maupun sikap. Tanpa proses yang benar dan sikap yang benar dalam melakukan penelitian tidak akan menghasilkan produk penelitian yang benar. Ketiga parameter ini hanya akan teraktualisasi dengan benar bila si peniliti secara sadar memposisikan ketiganya sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini dipastikan akan memiliki kesejalanan dengan sistem nilai yang dikandung Pancasila.

Konsep pendidikan sebagai bidang kerja manusia yang sangat mendasar adalah suatu bentuk upaya membangun kompetensi manusia untuk menjalani hidup dan kehidupan yang semakin efektif dan semakin efisien. Baik kehidupan manusia maupun parameter efektif dan efisien kehidupan manusia selalu terikat pada parameter mutlak ruang dan waktu secara kontekstual. Untuk bangsa Indonesia, sebagai suatu jati diri, konsep ruangnya termaknai antara lain dengan tanah air Indonesia, sedangkan konsep waktunya termaknai selamanya sampai waktu yang tidak dapat ditentukan. Mempertahankan kesadaran bangsa dan berbangsa yang bertanah air Indonesia untuk selamanya dipastikan menuntut dipegang, dihayati, dan diaktualisasikannya sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini dipastikan akan memiliki kesejalanan dengan sistem nilai yang dikandung Pancasila.

Bahasa sebagai penanda fundamental keberadaan manusia sebagai makhluk berpikir sudah pasti merupakan modal dasar manusia sebagai makhluk sosial untuk berkomunikasi. Bangsa Indonesia, baik sebagai warga dunia, warga bangsa, atau warga komunitas yang lebih sempit selalu harus mempertahankan eksistensinya secara utuh, selamanya, dan di mana saja. Kelanjutan dan kesinambungan upaya mempertahankan eksistensi tersebut harus menghubungkan warga masyarakat Indonesia baik secara sinkronik maupun diakronik dalam fungsi waktu. Hal ini hanya akan terjadi bila ada pengikat selamanya dalam kebersamaan dalam bentuk sistem nilai kebersamaan dan kebersambungan. Sistem nilai ini dipastikan akan memiliki kesejalanan dengan sistem nilai yang dikandung Pancasila.

Butir Terpilih Hubungan Keilmuan Dan Pancasila

Pada hakekatnya, keberadaan apapun pastilah terkait dengan apapun yang lain. Wajah dengan tubuh, wajah dengan mata, hidung, bibir dsb., tubuh dengan tanah, tanah dengan bumi, dsb. dsb. Demikian juga sila-sila pada Pancasila, pada hakekatnya pastilah terkait, baik secara langsung ataupun tak langsung, dengan apapun yang ada di dunia ini. Kita coba membaca beberapa keterkaitan sila-sila pada Pancasila dengan beberapa konsep yang senyatanya ada dalam pikiran kita.

Terkait dengan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, kandungan nilai-nilainya, antara lain terkait dengan konsep amal, ibadah, pahala, dosa, sorga, neraka, ikhlas, jujur, adil, dan sebagainya, artikel ini mencoba memaparkan hubungan antara “penelitian dan ibadah”, “pendidikan dan pahala”, dan “bahasa dan ikhlas”.

Terkait dengan sila “Kemanusian yang adil dan beradab”, kandungan nilai-nilainya, antara lain terkait dengan konsep saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, saling mencintai, dan saling berempati antar/sesama manusia, dan sebagainya, artikel ini berupaya memaparkan hubungan antara “penelitian dan saling menghormati”, “pendidikan dan saling mencintai”, dan “bahasa dan saling menghargai”.

Terkait dengan sila “Persatuan Indonesia”, kandungan nilai-nilainya, antara lain terkait dengan konsep satu nusa, satu bangsa, satu bahasa; Indonesia Raya: saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, saling mencintai, dan saling berempati antar daerah, antar suku, etnik, komunitas; damai; tenteram; dan sebagainya akan dipaparkan tiga hubungan yaitu hubungan antara “penelitian dan satu bahasa”, “pendidikan dan saling berempati, dan “bahasa dan damai”.

Terkait dengan sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dalam perwakilan”, kandungan nilai-nilainya, antara lain terkait dengan konsep musyawarah, demokratis, saling menggagas, saling mendengar, saling bertanya, saling berargumen, debat sehat, dan sebagainya, akan disampaikan berikut ini konsep-konsep hubungan antara “penelitian dan menggagas”, “pendidikan dan mendengar”, dan “bahasa dan debat sehat”.

Terkait dengan sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, kandungan nilai-nilainya, antara lain terkait dengan konsep saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, saling mencintai, dan saling mengisi antar sektor, segmen, atau pasangan masyarakat atau komunitas; dan kesadaran keberadaan dan transeksistensi, akan diuraikan singkat hal-hal yang terkait dengan hubungan antara “penelitian dan saling mengisi”, “pendidikan dan saling menghargai”, dan “bahasa dan saling mencintai”.

Butir Didik Hubungan Perilaku Keilmuan Dan Pancasila

Berikut ini disampaikan 15 (sebagian kecil) contoh materi didik yang digali oleh penulis dari pengalaman panjang yang bersangkutan bergulat dengan bidang keilmuannya yang terkait dengan penelitian pendidikan bahasa. Dengan menunjukkan contoh-contoh berikut ini, baik dinilai sebagai kebenaran atau ketidak-benaran oleh pembaca diharapkan akan memicu dan memacu kehadiran contoh-contoh selanjutnya yang lebih banyak, lebih luas, dan lebih benar dari perspektif keilmuan masing-masing calon penulis lain dalam rangka memberi isi secara nyata karakteristik pendidikan yang mengindonesia dalam praktik sebagai salah satu cita-cita yang terinspirasi dan hendak dicapai oleh KRP DIY dalam program penulisan dan penerbitan buku yang berisi bentuk dan langkah nyata menuju pengisian karakteristik pendidikan yang mengindonesia yang telah dan selalu dirindukan oleh masyarakat bangsa Indonesia.

Perekatan konsep “penelitian dan ibadah” pada hakikatnya juga merupakan aktualisasi kandungan nilai Sila 1 Pancasila. Meneliti atau melakukan penelitian tidak lebih dari mencari pengetahuan yang benar dan mencari kebenaran pengetahuan. Predikat yang benar atau kebenaran mengakar pada aspek objektif yang bermakna didukung data. Data sebagai suatu sistem adalah parameter keberadaan benda apapun di alam semesta ini yang diciptakan oleh Tuhan sang Mahapencipta. Penelitian sebagai perilaku atau kegiatan penggalian dan pengungkapan kebe-naran alam yang alami (naturalistik), pada hakikatnya, adalah mengukap pula kebenaran dan pengakuan keberadaan Tuhan itu sendiri dan karena itu merupakan ibadah. Dengan demikian, perbuatan meneliti merupakan sebagian dari aktualisasi kandungan nilai Sila 1 Pancasila – Ketuhanan Yang Mahaesa.

Perekatan konsep “penelitian dan saling menghormati” sebagai aktualisasi nilai Sila 2 Pancasila dapat dijelaskan sebagai beikut. Salah satu syarat melakukan penelitian adalah dilakukan oleh ahlinya. Mudah diyakini bahwa tidak ada seseorang atau sekelompok orang yang ahli di banyak bidang apalagi di segala bidang ilmu. Konsep keahlian sendiri dipahami sebagai sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras, terus menerus, dan tekun apa lagi mencapai tingkatan spesialis atau bahkan super spesialis. Spesialisasi bidang keilmuan sebagai suatu sistem akan membentuk kebutuhan saling mengisi bagi layanan kebutuhan manusia yang memang kompleks. Kebutuhan saling mengisi merupakan kebera-daan sistemik yang membentuk budaya saling mengisi dan saling menghor-mati. Setiap penelitian dengan spesifikasi (spesialisasi bidang) tertentu tidak mungkin meniadakan spesifikasi dan atau spesialisasi tertentu yang lain. Pelaku penelitian di bidang dan spesialisasi tertentu harus saling menghormati terhadap penelitian di bidang dan atau spesialisasi tertentu yang lian. Keberadaan kesadaran ilmuan dan atau peneliti terhadap konsep saling menghormati sebagai fungsi dari saling mengisi bagi masing-masing bidang keilmuan dan bidang penelitian merupakan bagian atau sebagian dari bentuk aktualisasi nilai Sila 2 Pancasila – Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Uraian tentang perekatan anta “penelitian dan satu bahasa” sebagai aktualisasi nilai Sila 3 Pancasila adalah sebagai berikut. Salah satu jati diri bangsa Indonesia adalah dimilikinya dan dapat digunakannya satu bahasa bersama sebagai lingua franca bagi seluruh warga bangsa Indonesia, yaitu bahasa Indonesia, walaupun hampir semua etnik di Indonesia memiliki dan menggunakan bahasa daerah atau bahasa etniknya masing-masing untuk komunikasi dalam lingkungan mereka masing-masing yang lebih eksklusif. Dengan demikian bahasa Indonesia memang bersifat inklusif terhadap semua penutur bahasa daerah dan atau bahasa etniknya masing-masing. Bahkan dari berbagai penelitian terlihat bahwa kemajuan perkembangan bahasa Indonesia justru dengan cepat diperkaya oleh karakteristik bahasa-bahasa lokal yang ada di nusantara ini. Keberadaan kesadaran ilmuan dan atau kepenelitian peneliti terhadap konsep satu bahasa (bahasa Indonesia) baik pada aspek ontologi, aksiologi, ataupun epistemologi merupakan bagian atau sebagian dari bentuk aktualisasi nilai Sila 3 Pancasila – Persatuan Indonesia.

Contoh pemikiran, perilaku, dan atau sikap seseorang atau komunitas sebagai aktualisasi nilai Sila 4 Pancasila berikut ini diuraikan melalui topik hubungan antara “penelitian dan saling menggagas”. Salah satu pengertian penelitian adalah upaya untuk memecahkan masalah. Keberadaan masalah sendiri, pada dasarnya, tidak pernah bersifat tunggal eksklusif melainkan merupakan anggota sistem dari suprasistem yang mengikatnya. Dengan demikian solusi untuk suatu masalah juga tidak pernah bersifat tunggal. Dapat dipahami bahwa gagasan solusi bagi suatu masalah akan beragam berdasar paradigma yang digunakan oleh masing-masing pihak terlibat, termasuk landasan keilmuan dan hasil-hasil telaah atau kajian atau penelitian yang dijadikan referensi oleh masing-masing pihak. Kenyataan adanya perbedaan ini maka solusi solusi masalahnya akan mengarah pada dua kubu pemikiran yaitu dikompetisikan dengan segala upaya masing-masing pihak untuk memenangkan dominasi dan kubu pemikiran yang berusaha mengintegrasikan perbedaan yang ada untuk mencapai gagasan bersama yang integratif dan lebih komprehensif sehingga mencapai solusi yang juga paling komprehensif daripada solusi yang ditawarkan oleh hanya masing-masing komunitas. Kesadaran yang dimulai dari gagasan masing-masing yang kemudian dilanjutkan saling gagas dalam silang gagas dan berakhir pada integrasi antar gagasan merupakan bagian atau sebagian dari bentuk aktualisasi nilai Sila 4 Pancasila – Kerakyatan.

Perekatan konsep “penelitian dan saling mengisi” sebagai aktualisasi nilai Sila 5 Pancasila dapat dicontohkan sebagai berikut. Pada dasarnya eksistensi keberadaan apapun merupakan fungsi dari adanya perbedaan. Perbedaan sendiri dapat dipandang sebagai peluang untuk saling mengisi di satu sisi yang mengacu pada paradigma berpikir yang bersifat inklusif, namun dapat juga dipandang sebagai ajang persaingan sehingga timbul upaya untuk saling meniadakan atau menafikan mengacu pada dasar pemikiran eksklusifisme. Bila dilakukan berbagai penelitian untuk mencapai inklusifisme optimal maka akan mengarah pada konsep saling mengisi. Kekayaan keragaman apapun di Indonesia bila dipandang secara eksklusif akan mengarah pada persaingan dan eksploatasi kekayaan. Di sisi lain, bila kekayaan keragaman apapun yang ada di Indonesia, seperti terumuskan dalam “Bhineka Tunggal Ika” dipandang secara inklusif justru menghasilkan kekuatan dan atau ketahanan. Upaya pemilikan kesadaran para peneliti terhadap inklusifisme ini merupakan bagian dan sebagian dari aktualisasi nilai Sila 5 Pancasila – Keaadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perekatan konsep “pendidikan dan pahala” sebagai aktualisasi nilai Sila 1 Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut. Salah satu rujukan pemikiran fundamental dalam menyelenggarakan pendidikan adalah upaya mengembangkan dan meningkatkan kompetensi manusia sebagai komunitas untuk dapat menjalani kehidupan yang lestari dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, dari peradaban ke peradaban berikutnya. Upaya ini sejalan dengan ajaran dan atau perintah Tuhan dan dengan demikian akan mendapatkan pahala dari-Nya. Bahkan pendidikan yang berbasis keilmuan, yang hakikatnya adalah ilmu Tuhan, yang dapat berlanjut dan berkesi-nambungan akan memberikan bangunan rantai amal jariyah. Kalau kesadaran ini dipakai dalam menyelenggarakan, melaksanakan, dan mengkreasikan kerja pendidikan, maka akan merupakan bagian dan sebagian dari aktualisasi nilai Sila 1 Pancasila – Ketuhanan Yang Mahaesa.

Perekatan konsep “pendidikan dan saling menghargai” sebagai aktualisasi nilai Sila 2 Pancasila uraiannya adalah sebagai berikut. Sekali lagi ditekankan bahwa eksistensi keberadaan paada hakikatnya merupakan fungsi dari perbedaan. Konsep kaya hanya akan ada dan terpahami kalau ada pula yang miskin. Demikian pula dengan semua pasangan-pasangan yang lain misalnya, cantik dan tidak cantik, pandai dan bodoh, panjang umur dan umur singkat, dan sebagainya tidak mungkin hanya ada satu sisi dari pasangan. Bila hal ini selalu dijadikan acuan dalam berpikir, berbuat, dan bersikap, dipastikan akan menghasilkan ketenteraman yang mendasar bagi kehidupan komunitas, rakyat, atau masyarakat Indonesia. Merek yang selalu berorientasi pada hal tersebut berarti telah mengaktualisasikan nilai Sila 2 Pancasila – Kemanusiaan yang adail dan beradab.

Uraian berikut ini merupakan salah satu bentuk perekatan konsep antara “pendidikan dan saling mencintai” sebagai aktualisasi nilai Sila 3 Pancasila. Ada yang mendefiniskan bahwa hakikat cinta adalah pengorbanan atau siap untuk berkorban. Berkorban dapat diartikan sebagai melepaskan sebagian yang dimiliki atau hak masing-masing untuk membantu mengokohkan keberadaan bersama. Pada dasarnya manusia tidak menolak dan tidak akan menolak adanya perbedaan apapun yang terkait dengan diri, kelompok, atau komunitasnya sebagai subsistem dari sistem yang ada. Yang bermasalah dan ditolak adalah bila perbedaan itu sedemikian mencolok sehingga lepas dari keberadaan eksistensi bersama. Upaya berbagi tugas, kewajiban, dan peran, dalam suatu fungsi apapun yang masih berada dalam koridor keseimbangan alami akan tetap diterima oleh sistem pemi-kiran, perilaku, dan sikap manusia normal. Penerimaan terhadap kondisi perbe-daan normal ini perlu selalu dijaga dan dikembangkan secara wajar. Mereka yang selalu sadar dan selalu berorientasi pada pola pikir, perilaku, dan sikap yang mengarah pada mempertahankan kondisi perbedaan nomal ini sudah dapat dikata-kan sebagai mengaktualisasikan nilai Sila 3 Pancasila – Persatuan Indonesia.

Perekatan konsep “pendidikan dan mendengar” sebagai aktualisasi nilai Sila 4 Pancasila diuraikan sebagai berikut. Hakikat mendengar sebagai salah satu fungsi indra dari pancaindra adalah mendapatkan informasi atau data untuk menjadi bagian dari bahan pertimbangan untuk mengaktualisasikan pemikiran, perilaku, dan atau sikap dalam mengambil posisi fungsi dan peran optimal kehidupan bersama antar manusia, baik sebagai individu, kelompok, ataupun komunitas. Dengan demikian kualitas pengindraan indra dengar akan merupakan bagian tak terpisahkan untuk mengaktualisasikan peran dan fungsi apapun dalam hidup dan kehidupan. Dalam konsep demokrasi, yang biasanya dikonotasikan sebagai hak dan bebas berbicara sangat sering tidak berfungsi secara optimal karena hak termaksud tidak diim-bangi dengan kuajiban mendengar dan atau mendengarkan orang lain atau pihal lain untuk mencapai keseimbangan dalam pengambilan sikap dan keputusan. Hal ini sangat menonjol kejadiannya di Indonesia. Semua upaya untuk mengem-bangkan kemampuan dan kualitas mendengar serta memicu dan memacu semangat untuk mendengar dalam rangka memahami dan mematangkan masalah sehingga akhirnya mengajukan suatu solusi pemecahan masalah akan merupakan bagian dan sebagian dari aktualisasi nilai Sila 4 Pancasila – Kerakyatan ….dst.

Terkait dengan peluang aktualisasi nilai Sila 5 Pancasila – Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia- dapat ditelaah melalui uraian sebagai berikut yang mengkaitkan konsep “pendidikan dan saling berempati”. Salah satu dinamika hidup dan kehidupan manusia, baik sebagai individu, kelompok, dan atau komunitass adalah rentang sedih dan gembira, susah dan bahagia, tersisih dan tersanjung sebagai fungsi waktu dan ruang. Lagi-;agi untuk mencapai atau mempertahankan kesenjangan normal, bukan kesenjangan ekstrem, masyarakat manusia perlu menerapkan kemampuan empatinya kepada yang terkena musibah, derita dan atau keprihatian lain sehingga yang bersangkutan dapat mencapai keseimbangan baru dalam dinamika hidup yang senyatanya dihadapi. Pemilikan pemikiran, perilaku, dan sikap yang mengarah pada aktualisasi berempati ini merupakan salah satu dasar esensial untuk menjadi pemikir, pelaku, dan penyikap nilai Sila 5 Pancasila – Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia..

Perekatan konsep “bahasa dan ikhlas” sebagai aktualisasi nilai Sila 1 Pancasila dapat diuraikan sebagai berikut. Bahasa yang berhakikat sebagai alat komunikasi simbolik (code) sangat mungkin mengadung makna lebih dari seperti apa yang senyatanya tersurat. Simbol bersifat tersirat. Dengan demikian penggunaan bahasa pada dasarnya dapat saja memberikan tambahan informasi bagi pendengar (penerima) karena simbol selalu berpeluang untuk membawa pesan tambahan tampa disadari oleh pengguna ataau penuturnya. Menanamkan kehatian-hatian, kesungguhan, kejenihan, dan keikhlasan yang didasari kebenaran lahir dan batin akan sangat menyejukkan dan berterima dalam sistem komunikasi manusia menggunakan bahasa. Kalau hal tersebut selalu dijaga dan terjaga oelah yang bersangkutan maka dapat dikatakan yang bersangkutan telah mengaktualisasikan nilai Sila 1 Pancasila – Ketuhanan Yang Mahaesa.

Perekatan konsep “bahasa dan saling menghargai” sebagai aktualisasi nilai Sila 2 Pancasila dapat diuraikan sebagai berikut. Berbahasa selalu menghadapkan pembicara dan penerima. Kualitas bahasa dapat ditandai mengandung atau tidak mengandung unsur-unsur menghargai atau tidak menghargai penerima oleh pihak pembicara. Menurut sejumlah catatan, hampir semua pertengkaran, perkelahian atau bahkan sebagian besar perang dimulai dari penggunaan bahasa yang tidak bisa diterima oleh pihak penerima dari pihak penutur. Sadar dan selalu berupaya sadar untuk menggunakan bahasa dengan sebaik-baiknya sehingga menimbulkan harmoni komunikasi antara pihak yang berkomunikasi adalah bentuk mengaktualisasikan nilai Sila 2 Pancasila – Kemanusian yang adail dan beradab.

Selanjutnya diupayakan untuk menguraikan perekatan konsep “bahasa dan damai” sebagai aktualisasi nilai Sila 3 Pancasila. Bahasa adalah kode. Kode tidak pernah sama persis dengan yang di-kode-kan. Selalu ada peluang bias akibat distorsi atau bahkan memang dimaksudkan untuk sengaja melakukan agitasi pari pendengarnya. Hal ini sering kita lihat pada konsep profokasi yang ujudnya adalah pemanfaatan bahasa sebagai suatu bentuk agitasi. Untuk kasus yang tidak sengaja tetap saja mungkin akan menerima risiko dari akibat berbicara atau berbahasanya. Kalau hal ini disadari, maka memulai upaya pengembangan kedamaian adalah digunakannya bahasa yang bercorak damai, menenteramkan dan atau menyejukkan. Mereka yang selalu berupa berbicara atau berbahasa santun, selalu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sehingga mencitrakan suasana kedamaian, pada hakikatya telah mengaktualisasikan esensi nilai Sila 3 Pancasila – Persatuan Indonesia.

Perekatan konsep “bahasa dan debat sehat” sebagai aktualisasi nilai Sila 4 Pancasila. Umumnya sudah diketahui bahwa berdebat selau menggunakan bahasa. Debat sendiri selain mengenal istilah “debat sehat” juga dikenal istilah “debat kusir” Debat sehat pada dasarnya adalah upaya unjuk habis-habisan sisi positif konsep yang diajukan dan dipertahankan terhadap konsep lain sebagai kompetitor. Konsep sehatnya di sini adalah menggali dari dua konsep yang berbeda yang memberikan nilai tambah yang lebih tinggi sehingga akhirnya dapat diakui bersama kebenaran atau “kehebatannya”. Hal ini jauh dari sifat asal menang sendiri seperti yang dipraktikan dalam konsep debat kusir. Menghindari debat kusir dan selalu berupaya untuk mengkalarifikasi kebenaran konsep yang diperdebatkan untuk akhirnya mencapau mufakat dalah bagian atau sebagian dari aktualisasi nilai Sila 4 – Kerakyatan …. dst.

Perekatan “bahasa dan saling mencintai”. sebagai aktualisasi nilai Sila 5 Pancasila. Berbahasa yang mengacu pada upaya terus-menerus untuk mencapai saling pengertian sehingga mengarah kepada pemberian respon atau empati pada pihak lawan berbahasa atau berbicara yang didasari pada upaya saling mendengar dan saling memahami merupakan modal dasar untuk saling memahami kondisi dan realitas pihak lawan berbicara akan mengarah kepada pengakuan atas hak berbicara lawan bicara mengarah pada aktualisasi Sila 5 Pancasila – Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada dasarnya adalah hak semua warga untuk mendapat perhatian dari pemerintah, negara, bangsa, dan msyarakat Indonesia. Ini awal keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Penutup

Perlu diingat bahwa contoh-contoh di atas tidak mengikat siapapun. Penghadiran contoh-contoh tersebut tidak lebih dari upaya penulis untuk menginsersi nilai-nilai yang dikandung Pancasila dalam berbagai proses pembelajaran yang mungkin, khususnya bagi penulis yang berprofesi sebagai dosen yang kerja utamanya adalah pengelola pembelajaran. Pendidikan yang mengindonesia adalah pendidikan yang diperkaya dan atau sangat kaya dengan upaya menanamkan “Indonesia untuk Pancasila” dan “Pancasila untuk Indonesia”.


Dari contoh-contoh yang ditampilkan pada artikel ini diharapkan akan memacu dan memicu kemunculan lebih banyak contoh-contoh yang lebih bagus, lebih bermakna, dan lebih kaya dari berbagai komunitas keilmuan yang lain, baik personil lain dari komunitas keilmuan yang sama maupun personil lain dari komunitas keilmuan yang berbeda. Keterwujudan harapan ini merupakan sebagian dari perwujudan dari pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan komunitas pendidikan dalam mencapai sistem pendidikan yang mengindonesia.

Tentang Penulis
Prof. Dr. Gunawan, M.Pd.
Pensiunan Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Saat ini aktif sebagai Dosen Pascasarjana di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.

Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "INSERSI PENDIDIKAN YANG MENGINDONESIA "