Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TAMBO KEJAI (BAGIAN 6 - HABIS)

Ilustrasi

IX. ADU SAKTI

Demikianlah kejai di Kutai Ukem itu berlangsung selama sembilan bulan. Selama kejai tidak ada terjadi hal-hal yang akan menggagalkannya. Tak pernah terdapat kekurangan. Bahkan bahan- bahan makanan dan minuman berlebih-lebihan. Kelebihan nira terpaksa dibuang, yang akhirnya menjadi sebuah anak batang air yang disebut Anak Batang Air Tuak (Bioa Tik Tuwok). Kelebihan lemea menjadi sebuah pungguk yang sampai sekarang di sebut Cuung Lemea. Bekas -bekas tersebut masih terdapat di daerah Marga Selupuh Lebong sekarang.

Pada malam terakhir kejai ada orang yang hendak menyabot perhelatan. Dengan serentak orang memadamkan lampu damar. Sedangkan para tamu sedang bersantap. Mungkin peristiwa ini telah diatur oleh Rajo Magek yang ingin memperlihatkan kesaktiannya kepada sang menantu. Ia telah malu dengan kesaktian menantunya yang telah dapat mengatasi segala rencana-rencananya.

Ketika itu gaduhlah suara orang, saling tuduh-menuduh, siapa yang memadamkan lampu. Pada saat itu Rajo Magek mengacungkan jari telunjuknya, maka memancarlah cahaya yang terang benderang di dalam balai, beliau pun berkata: "Teruslah tuan-tuan bersantap".

Karena kesaktian Rajo Magek yang memancarkan sinar dari telunjuknya laksana bintang itu, maka selanjutnya beliau digefari Rio Bintang. 

Pada hari-hari berikutnya, setelah selesai perhelatan kejai, antara mertua dengan menantu (antara Rajo Magek dan Raden Cetang) berganti-ganti mengeluarkan kesaktiannya masing-masing baik secara langsung maupun cara tak langsung. Umpamanya, bila Rajo Magek mandi di hulu, sedangkan Raden Demikianlah juga sebaliknya, bila Rajo Magek yang mandi di hilir, akan Cetang di hilir, maka sepulang dari mandi demamlah Raden Cetang berjangkitlah penyakit kudis pada dirinya.

Mengingat keadaan yang tak berkesudahan ini, maka Rajo Magek berkata pada suatu hari kepada menantunya: "Nak Raden. Tidak wajar kalau kita masih berkumpul pada satu kampung. Bukankah Raden telah mempunyai rumahtangga yang baru? Sebelum kita mendapat celaan orang kampung, lebih baik kita elakkan sejak sekarang. Untuk itu saya mengharapkan agar Raden sekeluarga mencari suatu tempat yang tidak akan setepian dengan kami. Sebagai tanda bahwa hubungan kita masih erat, bawalah segumpal tanah Kutai Ukem ini. Tanah itu ananda letakkan di mana Ananda Raden akan menetap nanti".

Mendengar permintaan mertuanya itu, maka Raden Cetang pun berangkatlah dari Kutai Ukem bersama isterinya Puteri Serimbang Bulan dengan membawa segumpal tanah Kutai Ukem. Mereka menuju kepinggir danau Tes, di ladang yang pernah didiami Raden Cetang sebelum kawin dengan Puteri Serimbang Bulan.

Di ladangnya itulah ia meletakkan segumpal tanah Kutai Ukem itu, yang akhirnya menjadi dusun yang diberi nama Dusun Tes. Kemudian Dusun Tes dipindahkan dari tempat itu ke tempat Dusun Tes yang sekarang.

Kira-kira setengah kilo dari Dusun Tes ada kuburan, sampai sekarang masih diziarahi oleh keturunan-keturunan Kutai Ukem. Pada kuburan itu masih ada senjata pusaka Raden Cetang (Ratu Turu) yaitu sebuah meriam. Adapun isterinya berkubur di sebuah bukit yang berseberangan dengan kuburan Raden Cetang.

Menurut cerita orang di sekitar itu (penduduk Tes), meriam itu pernah hilang. Hal kehilangan meriam itu diberitahukan kepada seluruh lapisan masyarakat, kalau-kalau ada yang melihat orang yang mencurinya. Tetapi seorang pun tidak dapat menunjukkan di mana tempat dan siapa yang mencurinya. Anehnya sesudah itu meriam tersebut telah berada kembali di tempatnya. Jadi meriam tersebut dapat menghilang dan kembali lagi.

Bukan itu saja, bahkan seluruh senjata-senjata pusaka peninggalan nenek moyang dahulu demikianlah sifatnya. Apalagi kalau pada suatu cempat ada huru-hara (peperangan). Sebuah keris umpamanya akan berdering apabila ada huru-hara. Bahkan pernah menetes darah dari dalam sarungnya. Meriam-meriam pusaka pernah meletus dengan sendirinya. Hal ini pun mengisyaratkan bahwa di suatu tempat telah terjadi huru-hara, atau akan terjadi malapetaka yang lain, seperti berjangkitnya wabah penyakit yang di daerah biasanya disebut bumal panes. Senjata-senjata pusaka dan harta-harta peninggalan ini biasanya dipelihara oleh ahli warisnya dengan baik, di simpan di atas loteng. Pada suatu waktu diasapi dengan asap kemenyan dan dilangir (dilimau).

Demikian di daerah Tes karena asal mulanya didiami oleh seorang keturunan Bermani yaitu keturunan Biku Bermano, di sebut Marga Bermani.

Menurut tambo, di daerah Lebong terdapat empat biku, yaitu Biku Bermano yang menyebarkan keturunannya di daerah Bermani, Biku Bembo menyebarkan ke daerah Tapus, Biku Sepanjang Jiwo ke daerah Marga Suku VIII dan IX, terakhir Biku Jenggo ke daerah Selupuh Lebong. Dari biku-biku ini selanjutnya tiap-tiap dusun membagi lagi beberapa suku. Tiap kepala suku disebut juga Kepala Kutai, yang akan menghadapi persoalan-persoalan adat pada tiap-tiap dusun 

TAMAT

Dikutip tanpa perubahan redaksi dan pembagian kisah, dari sumber:

Tambo Kejai, sebagaimana yang disusun oleh Djalaluddin, dalam Tambo Kejai. Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979.

Emong Soewandi
Emong Soewandi Blogger sejak 2012, dengan minat pada sejarah, sastra dan teater

Post a Comment for "TAMBO KEJAI (BAGIAN 6 - HABIS)"